4. Blue Diamond

1360 Words
“Ada masalah Prof?” Tanya Paul sambil mendekat ke arah profesor Dave yang sedang duduk di kursi depan layar monitornya. Ia menapakkan tangan kanannya di atas meja dan tangan kirinya di sandaran kursi milik profesor sambil ikut menatap layar monitor. Wajah profesor Dave terlihat sangat serius sambil menggerakkan robot northon. Ia mengeluarkan sebuah alat dari dalam tubuh robot northon dan mulai menggali sesuatu. Walaupun berukuran tidak terlalu besar, tapi kekuatan yang dimiliki oleh robot northon begitu besar dan sanggup menggali sebuah tanah sedalam lima ratus meter. Hari ini adalah hari ketiga robot Northon melakukan penjelajahan dan pengamatannya di planet merah itu. Semua berjalan lancar, tanpa ada masalah yang berarti, profesor tak menemukan adanya keanehan maupun sesuatu yang menghalangi keinginan mereka untuk menguasai planet tersebut. Saat ini robot Northon tepat berada di sebuah pegunungan yang dipenuhi tanah dan bebatuan. Seperti layaknya pegunungan yang ada di muka bumi, tetapi sudah tidak aktif lagi. Dari pengamatan profesor Dave dan beberapa rekannya gunung tersebut telah lama meletus dengan letusan yang sangat dahsyat jika dilihat dari cekungan yang berada di pumcaknya hingga pepohonan di sekitar pegunungan tidak lagi dapat tumbuh di sana. Tetapi untuk mengetahui kapan letusan itu terjadi harus ada penelitian lebih lanjut. Profesor Dave melihat ada sesuatu yang berbeda di pegunungan tersebut. Profesor Dave yang sudah sangat berpengalaman dan memiliki jam terbang tinggi sudah sangat hapal dengan karakteristik tanah maupun bebatuan yang berasal dari planet lain. Ia pun berusaha mencari tahu melalui robot Northon. Robot Northon terus menggali hingga kedalaman maksimal. Hingga Ia menemukan sebuah bongkahan yang keras dan terlihat berkilau, tepat di kedalaman 457 meter dari permukaan tanah. Robot Northon mengambil sampel dari bongkahan di dalam tanah tersebut dan membawanya ke atas. “Blue Diamond…?” ucap Paul lirih. Ia menegakkan tubuhnya dan berdiri sambil terus menatap ke layar monitor. Sementara profesor Dave meneliti hasil temuannya itu. Profesor Dave memperbaiki kacamatanya dan mempertajam penglihatannya sambil mendekat ke layar monitor. Tidak salah lagi, batin profesor Dave “Tepat sekali!” jawab profesor Dave menjawab keraguan Paul. Paul tersenyum sinis, entah apa yang ada dibenaknya saat ini. Ia segera meninggalkan laboratorium Big Boston yang terletak di ruang bawah tanah gedung kementerian dan menuju ke ruangan pribadi Perdana Menteri di lantai paling atas. Dengan langkah tegapnya, Paul keluar dari dalam lift dan langsung menuju ke ruangan perdana menteri. “Maaf Pak, Perdana Menteri tidak bisa diganggu.” Kata Alice, sekretaris Gary dengan cepat sambil mendekat ke pintu masuk ruangan Gary. Paul yang sudah memegang handle pintu langsung menoleh ke arah Alice. “Aku membawa kabar penting dan harus disampaikan kepada Perdana Menteri.” Jawab Paul dengan suaranya yang berat dan sedikit marah karena ada yang berani mencegahnya. Ia merasa wibawanya hilang seketika. “Tapi Pak…….” Krek! Belum juga Alice selesai bicara, Paul sudah membuka pintu ruangan itu dan langsung menerobos masuk. Dilihatnya pemandangan yang tidak biasa di meja kerja Gary. “Maaf Pak…” kata Paul cepat sambil mengalihkan pandangannya ke arah jendela kaca besar yang mengarah ke luar. Seorang wanita muda dan terlihat sangat sexy dengan rok pendek di atas lutut dan belahan d**a baju lengan panjangnya yang sangat rendah tengah duduk di pangkuan Gary. Keduanya tengah asik bercanda demgan tangan sang wanita dilingkarkan di leher Gary, sementara tangan satunya memegang pipi. Keduanya terkejut dan langsung mengarahkan pandangannya ke arah Paul. Wanita yang diketahui bernama Jane itu terlihat sungkan dan langsung berdiri dan berjalan memasuki ruangan pribadi Perdana Menteri setelah mengambil sepatu hak tinggi dan tas kecil miliknya di atas meja. Sepertinya wanita itu sudah sangat akrab dan terbiasa dengan setiap ruangan di sana. Tapi itu sama sekali bukan urusan Paul. Ia pun berusaha mengabaikannya. “Ada yang penting?” tanya Gary yang terdengar tetap santai sambil membetulkan dasi yang melingkar di lehernya. Ia berdiri dan membuka tirai kaca di sisi samping. Lalu menuju meja kecil di sudut ruangan untuk mengambil the winston cocktail favoritnya. “Mungkin apa yang akan saya sampaikan sedikit tidak masuk akal dan sulit dipercaya. Tapi mulai saat ini, rasa penasaran Bapak akan terjawab.” Paul menjeda kalimatnya dan melipat kedua tangannya di depan da-da. “Profesor Dave berhasil menemukan apa yang selama ini Bapak cari.” Lanjutnya sambil mendekat ke meja kerja Gary. “Batu berlian biru yang Bapak cari ada di planet merah itu.” Kata Paul sambil mengelus meja kerja Perdana Menteri yang dilapisi baatu berlian berlian biru. Gary yang hendak menenggak minumannya langsung menoleh ke arah Paul. Ia meletakkan kembali gelas itu di atas meja lalu mendekat ke arah Paul. “Kamu yakin…? Saya tidak akan segan-segan menghukum kamu kalau kamu sampai salah memberikan informasi. Kamu jauh lebih mengenal saya daripada seluruh orang di gedung ini.” Kata Gary dengan tegas. “Saya yakin 100 persen Pak. Kali ini saya tidak mungkin salah. Saya liat dengan mata kepala saya sendiri saat robot Northon berhasil menggali pegunungan penuh bebatuan dan menemukan batu itu. Batu itu sangat mirip sekali seperti ini.” Ucap Paul meyakinkan Gary sambil meja kerja Gary sekali lagi. “Bawa aku ke sana sekarang…” perintah Gary. “Siap Pak.” Sahut Paul. Gary dan Paul pun keluar dari ruangan dan menaiki lift menuju ruangan bawah tanah setelah Gary mengenakan kembali jas warna hitamnya yang Ia letakkan di sandaran kursi putar miliknya. Gary melangkahkan kakinya cepat menuju ruang monitor seolah tak sabar ingin memastikan dan melihat langsung apa yang Ia dengar dari Paul. “Bagaimana perkembangannya prof?” tanya Paul kepada profesor Dave. “Sangat menakjubkan…” kata profesor Dave. Ia langsung berdiri melihat kedatangan Perdana Menteri. “Apa benar yang kamu temukan?” tanya Gary memastikan. “Benar sekali Pak… setelah dicek itu betul-betul batu berlian biru langka dan ada banyak sekali di dasar pegunungan yang luasnya berhektar-hektar. Salama hidup saya baru pernah menemukan sebuah planet dengan kekayaan alam yang sebesar ini.” Terang profesor Dave. Lagi-lagi Gary tersenyum penuh kemenangan. Ia yakin planet merah itu sebentar lagi bisa Ia kuasai. Pandangannya begitu sengit, masih teringat dengan jelas bagaimana dulu Ia sangat marah dengan tiga profesor yang telah menghalangi keinginanya untuk menguasai dunia. “Akhirnya tanpa tiga profesor s****n itu, kita juga bisa menemukan ladang batu berlian biru.” Kata Gary sambil tertawa, seolah menertawakan ketiha profesor itu. “Tentu saja Pak… di dunia ini banyak sekali profesor hebat dan yang pasti mendukung rencana kita, tidak seperti mereka. Walaupun membutuhkan waktu dua puluh tahun tapi apa yang nanti kita dapatkan jauh lebih besar.” Sahut Paul. “Oke, sekarang saya percaya sama kamu. Kamu pasti bisa memimpin misi ini.” Kata Gary sambil menepuk bahu Paul. Lalu Ia pun kembali ke ruangannya., melanjutkan apa yang sempat terjeda. *** “Baru-baru ini, juru bicara Kementerian mengumumkan kabar gembira mengenai keberhasilan pendaratan pesawat tanpa awak mereka di sebuah planet merah yang bernama planet Abelian. Planet tersebut diprediksi dapat menunjanh kehidupan manusia yang jauh lebih baik daripada planet bumi kita saat ini. Dengan kekayaan yang melimpah dan berbagai………….” Danny menghentikan laju sepedanya ketika melintas di depan layar televisi besar di tengah pusat kota. Malam itu Ia berniat membeli makan malam di salah satu cafe yang menjual roti isi daging, walaupun tidak seenak buatan Kate, setidaknya cukup untuk mengobati kerinduannya pada wanita yang Ia cintai. Sejak Kate meninggalkannya, Ia tak lagi bisa menikmati roti isi daging buatan Kate yang menjadi favoritnya, roti isi daging terenak yang pernah Ia makan. Beberapa menit Danny memperhatikan layar televisi besar itu. Entah apa yang Ia pikirkan hingga membuat nafsu makannya menghilang tiba-tiba. Ia memutuskan untuk kembali ke rumah. Perut laparnya seketika Ia lupakan. Danny membaringkan tubuhnya di atas sofa ketika sampai di rumah. Apa lagi yang akan dilakukan Gary Gordon, seorang yang ambisius, keras kepala, dan bisa melakukan apapun agar tujuannya tercapai. Danny sangat tahu hal itu. Ia takut misinya itu akan berakhir buruk untuk kehidupan di akam semesta ini. *** Kabar gembira mengenai keberhasilan penemuan planet baru itu begitu cepat menjalar ke seluruh pelosok negeri, hingga sampai di telinga Profesor Austin Edbert. Namun, bukan kegembiraan yang Ia rasakan seperti kebanyakan orang, Ia justru merasa khawatir karena dialah salah satu orang yang mengetahui rahasia di balik keindahan dan kekayaan planet Abelian.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD