Judd sampai di kediaman Hugh ketika makan malam. Agatha Christie, wanita berusia empat puluh sembilan tahun yang dipekerjakan Hugh sebagai pengurus rumah tangga langsung mengantar Judd untuk sampai di ruang tengah dan bergabung dengan yang lain.
Begitu sampai di pintu masuk, Mrs. Agatha membukakan pintu untuknya kemudian tersenyum manis ke arah Judd dan memberikannya pelukan hangat seperti biasa. Wanita itu lebih seperti keluarga ketimbang pelayan.
Judd telah mengenal Mrs. Agatha sejak kali pertama ia bergabung dengan Davisson Agency tepatnya tiga tahun yang lalu. Sementara Mrs. Agatha sendiri telah menemani Hugh selama lebih dari sepuluh tahun dalam hidupnya. Sikapnya yang hangat dan keterbukaannya yang membuat Hugh merasa nyaman dengan wanita itu. Mrs. Agatha seperti seorang kakak dan penasihat yang baik untuk Hugh dalam masa-masa tersulit yang dilewatinya. Seorang wanita yang sudah menjanda selama lima belas tahun dan tidak memiliki seorang anak-pun, telah mengabdikan hidupnya untuk menyaksikan kesuksesan Hugh hingga sekarang. Atau setidaknya, itu yang dikatakan Hugh tentang Mrs. Agatha. Meskipun begitu, Judd dan beberapa anggota Davisson Agency lainnya seperti Dale dan Ben masih menyimpan sejumlah pertanyaan yang tidak pernah terjawab tentang Mrs. Agatha.
Wanita itu memiliki latar belakang yang aneh. Judd dan anggota Davisson Agency yang lainnya tidak pernah tahu dimana Hugh menemukan Mrs. Agatha dan apa yang memotivasi Hugh untuk membantu wanita itu. Bahkan Clay, seseorang yang Judd tahu memiliki rahasia dan pengalaman yang sama bersama Hugh pada tahun-tahun tersulit dalam hidup mereka, telah bersumpah kalau ia tidak tahu apapun tentang Agatha Christie yang secara tiba-tiba masuk dalam kehidupan Hugh dan menjadi sesuatu yang sangat penting.
Judd sempat berpikir kalau Hugh memiliki hubungan khusus dengan pengurus rumah tangganya itu. Kesimpulan itu cukup logis. Mrs. Agatha bukannya tidak menarik, sebaliknya, ia adalah wanita cantik dengan rambut gelap, tubuh langsing dan berkulit pucat. Bahkan dalam usianya yang tidak lagi muda, Mrs. Agatha masih tetap terlihat bugar.
Tapi, kesimpulan itu menjadi semakin aneh setelah melihat sikap Hugh terhadap Mrs. Agatha. Judd mungkin hanya sedikit mengenal Hugh, tapi ia tidak bodoh untuk mengetahui ketika Hugh menatap seorang wanita dengan rasa hormat dan bukannya menatap wanita itu dengan perasaan yang mungkin dimunculkan oleh ketertarikan fisik atau semacamnya.
Yang menjadi pertanyaan terbesarnya adalah mengapa Hugh begitu menghormati Mrs. Agatha dan memperlakukannya lebih dari sekadar pelayan? Apa Hugh berutang sesuatu pada wanita itu? Siapa dan apa latar belakang Mrs. Agatha yang sebenarnya? Pertanyaan itu akhirnya bernasib sama dengan pertanyaan-pertanyaan lain yang tidak terjawab. Jika ada sesuatu yang Judd tahu tentang Hugh maka itu adalah bahwa Hugh akan mempertaruhkan hidupnya jika diperlukan untuk menjaga semua masa lalunya tetap terkubur rapat, termasuk latar belakang Mrs. Agatha yang misterius.
Begitu Judd melepaskan mantelnya, Mrs. Agatha langsung membantu Judd untuk menyampirkan mantel itu pada tiang besi. Wanita itu kemudian membimbing Judd ke arah ruang makan sambil berkata, "kau mau kusiapkan teh atau kopi?"
"Kopi saja. Terima kasih, ma'am."
Mrs. Agatha mengangguk kemudian bergerak ke arah konter untuk menyiapkan kopi panas sementara Judd bergabung dengan Hugh, Ben, Clay dan seorang pria tak dikenal yang juga menempati salah satu kursi di ruang makan itu.
Beberapa hidangan pembuka sudah tersaji di atas meja. Ketika Judd bergabung, ia melihat makanan yang tersisa di piring temannya yang lain sudah setengah habis.
"Apa aku ketinggalan?"
"Tidak," sahut Hugh. "Kami baru saja memulai. Duduk dan nikmatilah hidangannya!"
Judd memandangi semua hidangan itu. Ayam panggang, pasta dengan saus spaghetti dan sebagai pelengkapnya ada kue apel kesukaan Ben yang dibuat oleh Mrs. Agatha nyaris tidak pernah absen dalam setiap acara makan bersama. Ditambah lagi puding cokelat dengan saus vanila yang tampak menggoda.
"Beruntungnya aku," ujar Judd. Mrs. Agatha kemudian datang dan membawakan secangkir kopi panas untuk Judd. Wanita itu meraih satu piring yang yang masih kosong kemudian mengisinya dengan hidangan utama dan meletakkannya di depan Judd.
Menerima pemberian itu, Judd tersenyum ke arah Mrs. Agatha. "Terima kasih, ma'am."
"Nikmatilah!" Sahut Mrs. Agatha sebelum menatap dan tersenyum ke arah Ben seperti yang selalu dilakukannya kemudian meninggalkan ruangan.
"Di mana Dale?" tanya Hugh ketika menyadari ketidakhadiran satu agennya itu.
"Dia menyelesaikan beberapa urusan dengan Miss Russell."
Hugh mengangguk kemudian menyeka sisa makanan di mulutnya dengan napkin. "Nah, sekarang karena kita semua sudah berkumpul, pertama-tama aku ingin memperkenalkanmu dengan Abe Beame."
Seorang pria indian berkulit gelap, bertubuh besar dan berusia sekitar empat puluh lima tahun itu mengangguk ke arah Judd. Judd sempat berpikir kalau pria itu merupakan agen lapangan yang dibayar Hugh dan bekerja untuk Davisson Agency. Tapi, mengingat tidak satupun dari Agen Hugh yang tidak dikenalnya, Judd menarik kesimpulan kalau pria itu mungkin baru bergabung dalam keanggotaan atau memang tidak terikat apapun dengan birokrasi.
"Abe bekerja sebagai agen lapangan di kantor kepolisian pusat dan kami sudah berteman baik sejak lama," jelas Hugh. "Dia bersedia membagi informasi untuk kita."
Abe mengangguk. Setelah menelan makanannya, ia mempertegas pernyataan Hugh barusan, “aku pikir kepolisian lokal bekerja terlalu lamban untuk menangani kasus peti mayat dan orang hilang. Kalau kasus ini dibiarkan berlarut-larut, korban yang bermunculan semakin banyak, dan tidak satupun di antara kita yang mengetahui motif sang pembunuh. Boleh jadi, dia berencana untuk terus membunuh gadis berambut pirang di Boston. Karena itu aku berpikir tidak ada salahnya untuk berbagi informasi dengan kalian. Aku tahu Hugh menyelesaikan semua kasusnya dengan gemilang. Dia memiliki kantor investigasi swasta terbaik, dan dia bekerja dengan cara yang tidak bisa kumengerti,” Abe tersenyum ke arah Hugh. “Jika melewati batasan hukum itu berarti mempercepat penyelesain masalah, aku akan menanggung risikonya.”
Clay menguyah potongan terakhir kentang goreng kemudian mendorong makanan itu dengan es teh sebelum mengatakan, “menarik.”
Setelah menyingkirkan piring kosongnya, Hugh membuka kembali catatan yang diletakkan di meja kemudian menyerahkannya pada Judd. Ia memberi Judd waktu untuk membaca catatan itu sebelum menjelaskan dengan tenang, “itu tentang teori yang kau sampaikan padaku kemarin. Saat kau mengatakan pembunuhan peti mayat kemungkinan saling terhubung dengan kasus KDRT yang sempat kau tangani bersama Clay beberapa bulan yang lalu, aku langsung menghubungi Abe dan meminta salinan data itu. Clay juga melakukan investigasi langsung untuk menelunsuri jejak korban KDRT bernama Jane Darlene Holly. Tidak banyak yang kita dapat tentang wanita itu, tapi kita berhasil mendapatkan informasi yang cukup tentang mantan suami Holly, Jack Monroe. Kita bisa memulainya dari sana.”
"Kasus itu terjadi kurang lebih sepuluh tahun yang lalu," ujar Clay. "Apa yang bisa kau gali untuk kasus yang sudah terkubur selama sepuluh tahun itu?"
Judd mengernyitkan dahinya. "Apa kau tidak pernah bertanya-tanya di mana keberadaan Jane Darlene Holly, atau Hillary Clinton setelah sepuluh tahun berlalu? Wanita itu sangat terkenal, bagaimana dia bisa menghilang begitu saja? Dan bagaimana dengan kelanjutan kasusnya?"
"Aku memikirkan hal yang sama," ujar Clay. "Pertanyaanku yang lain adalah bagaimana keterlibatan Jack Monroe untuk hal itu?"
"Orangtuanya Hillary meninggal dua belas tahun yang lalu dan wanita itu tidak memiliki keluarga yang bisa dimintai keterangan," kata Abe setelah lama terdiam. "Kemungkinan yang bisa kita gali adalah wanita itu mengubah namanya dan pindah ke negara bagian lain. Atau mungkin, dia sudah meninggal."
"Hillary menikah lagi dengan John Rawls, mantan kekasihnya.." kata Judd. "Bagaimana dengan pria itu? Apa kau sudah menyelidikinya?"
Hugh menjawab dengan cepat. "Ya. Memang benar riwayat penikahannya dengan John Rawls tercatat dua tahun setelah Hillary bercerai dengan Monroe. Tapi tidak ada catatan resmi yang menyatakan kalau mereka menikah sesuai dengan jalur hukum yang berlaku. Maka perceraianpun tidak akan tercatat. John Rawls belum bisa ditemukan saat ini."
Judd berdeham. "Itu akan menjadi tugasku."
"Bagaimana kasus penculikan si bungsu Russell itu bisa terhubung dengan kasus KDRT yang terjadi sepuluh tahun yang lalu?" Setelah lama tidak bergabung dalam percakapan, Ben akhirnya menyuarakan pertanyaan yang sejauh ini terbesit dalam benaknya.
"Pembunuh peti mayat itu menculik korbannya dengan ciri identik yang sama persis seperti Kate," jelas Hugh. "Teori itu juga didukung oleh sebuah surat yang diletakkan sang pembunuh di dalam peti. Pesannya bertulisan: 'BERISTIRAHAT DALAM TENANG J.D. HOLLY'. Judd punya silogis kalau J.D. yang dimaksud di sini adalah Jane Darlene. Mereka memiliki ciri identik yang sama seperti korban penculikan: Holly berambut pirang, muda, berkulit pucat dan memiliki warna mata biru terang."
Ben mengangguk. "Apa mungkin jika pembunuh itu seseorang yang berniat mengulangi sesuatu yang terjadi sepuluh tahun yang lalu?"
"Apa maksudmu?" tanya Judd sembari mengernyitkan dahinya.
Ben mengangkat kedua bahu seraya mengatakan, "semacam obsesi mungkin, atau dendam pribadi?"
"Kedua korban pembunuhan yang berhasil ditemukan tidak terbukti memiliki hubungan khusus dengan masa lalu J.D. Holly," Abe angkat bicara. "Keluarganya-pun tidak mengenal wanita bernama J.D. Holly."
"Kalau begitu pembunuh ini memilih korban secara acak. Tapi satu yang pasti mereka memiliki ciri identik yang sama dengan J.D. Holly, atau Hillary atau siapapun wanita itu," kata Ben. "Mungkinkah dia membunuh tanpa motif tertentu?"
Hugh menggeleng, 'tidak. Aku yakin sekali kalau dia bukan pembunuh berantai. Cara pembunuhan sangat rapi dan teratur. Dia memiliki pola. Dua korban dalam satu bulan."
"Kenapa ada dua korban?" tanya Clay kemudian. "Apa itu semacam pola yang menunjukkan sesuatu atau.."
"Pihak kepolisian belum mendapatkan jawaban untuk yang satu itu," terang Abe sebelum Clay menyelesaikan kalimatnya. "Dan kami masih memiliki sejumlah pertanyaan lain yang tidak terjawab terkait kasus pembunuhan peti mayat dan menghilangnya J.D. Holly."
"Apa ada kemungkinan kalau pembunuh itu adalah orang dari masa lalu Holly?" tanya Ben. "Mantan suaminya, Jack Monroe atau mungkin kekasihnya.. umm.. aku tidak bisa mengingat namanya."
"John Rawls," sahut Clay sebelumnya meneguk habis es tehnya dan berdeham keras.
"Ya! John Rawls."
"Jangan melupakan kalau Holly juga seorang diva," Judd mempertegas. "Tidak sedikit orang yang mengenalnya dan hampir sebagian besar orang itu memiliki kemungkinan untuk terlibat dalam menghilangnya J.D. Holly."
"Jadi, apa silogismu?"
"Aku lebih menyakini kalau kasus menghilangnya J.D. Holly karena sebuah obsesi."
"Siapa yang tahu?" Clay melambaikan satu tangannya di udara. "Mungkin saja dia menikahi salah seorang penggemarnya dan hidup dengan identitas baru."
Abe mengangguk. "Setelah sepuluh tahun berlalu kasus itu terkubur dan Holly menghilang, kemungkinan untuk menggalinya akan semakin sulit."
Hugh menyadari kalau itu adalah waktunya untuk memberi keputusan demi kelanjutan penyelidikan. Ia menegakkan tubuhnya dari sandaran kemudian melipat kedua tangannya di atas meja dan menatap Judd tajam. "Tugasmu menemukan Kate Russell. Aku bersama Clay yang akan menyelidiki kasus J.D. Holly dan pembunuhan peti mayat lebih dalam. Sampai kita mendapat bukti kalau Kate terlibat dalam kasus yang sama, kau tetap membantu Dale untuk melanjutkan pencarian kalian tentang Javier Mascherano."
Judd mengangguk.
Clay saat itu berdiri dari kursinya. "Maaf permisi sebentar, jika kalian tidak keberatan, aku perlu sedikit udara segar."
Laki-laki itu kemudian meninggalkan ruangan tanpa menunggu respons siapapun. Sementara Judd memperhatikan kepergian Clay, Ben menggerutu di kursinya.
"Aku melihat dia menyembunyikan alkohol di balik jaketnya. Aku bersumpah!"
Abe menyeringai.