“Kau yakin ini sudah semuanya?” Peter Jennings menghabiskan sisa harinya bersama Jesse Owens untuk berbicara dengan Duncan. Ia telah memeriksa semua data yang dicetak Duncan terkait daftar orang hilang, ditambah informasi khusus tentang nama J.D. Holly. Namun, sejauh yang mereka lihat, tidak satupun dari data itu cocok untuk jasad wanita di dalam peti yang ditemukan oleh Jake Olin.
“Ya, itu sudah semuanya,” sahut Duncan.
Jesse yang duduk di belakang mejanya bersuara, “coba persempit pencariannya menjadi wanita berusia sekitar dua puluh sampai tiga puluhan.”
“Hanya ada empat nama,” sahut Peter. “Di sini disebutkan Cathy Sara dikabarkan menghilang sejak tiga malam yang lalu. Kejadiannya baru-baru ini, tapi profilnya tidak cocok dengan jasad yang kita temukan. Cathy adalah wanita berusia dua puluh satu tahun yang memiliki rambut gelap dan warna mata cokelat. Kita bisa mencoretnya dari daftar. Kemudian, Amber Marilyn, dikabarkan menghilang sejak empat minggu yang lalu, dan hari ini genap menjadi minggu kelima setelah menghilangnya Amber. Belum ada informasi ditemukannya Amber. Tapi profilnya cocok dengan korban. Amber memiliki rambut pirang dan mata berwarna biru terang. Dia juga memiliki tinggi seratus enam puluh tujuh sentimeter.”
“Sebaiknya kita menghubungi orangtua Amber untuk memastikan.”
“Tidak ada orang tua. Amber menempati penginapan di Boston dan bekerja sebagai seorang pelayan di toko elektronik.”
“Siapa yang melaporkan hilangnya Amber?”
“Seorang petugas di toko yang sama tempat Amber bekerja. Namanya Jason Clint, seorang teman dekat Amber. Dia mengaku kalau Amber absen selama beberapa hari tanpa kabar dan wanita itu tidak bisa dihubungi. Kemudian, Jason berkunjung ke penginapan Amber, tapi tidak juga menemukan keberadaan Amber di sana. Setelahnya ia menghubungi pihak kepolisian.”
Jesse mengangguk. “Bagaimana dengan fotonya?”
“Sangat mirip, kecuali karena jasad yang ditemukan tampak lebih pucat. Kemungkinan besar wanita di peti itu adalah Amber Marilyn.”
“Siapa berikutnya?”
“Esther Renee. Wanita berusia dua puluh tujuh tahun, memiliki tinggi sekitar sertus eman puluh tiga sentimeter, berambut pirang memiliki warna mata biru terang..”
“Persis seperti Amber,” potong Jesse.
“Ya!” Peter membalik laporan itu dan membacanya secara detail. “Waktu menghilangnya Esther hanya selisih satu hari dengan menghilangnya Amber. Ibunya, Julia Renee yang mengabarkan hilangnya Esther. Dia mengaku telah menghubungi pihak kantor tempat Esther bekerja, tapi seorang resepsionis mengatakan kalau Esther telah pulang sejak sore sekitar pukul lima. Nyatanya, keberadaan Esther tidak diketahui hingga saat ini. Yang terakhir adalah Kate Russell. Dia telah dikabarkan menghilang sejak satu pekan yang lalu. Kakaknya, Maggie Russell yang melaporkan pagi setelah menghilangnya Kate. Emma, seorang teman sekaligus orang terakhir yang melihat Kate mengaku kalau Kate pergi bersama pacarnya, Javier untuk menghabiskan makan malam bersama teman Javier, Lance. Kemudian, keberadaan Kate tidak ketahui lagi.”
“Maggie Russell,” ulang Jesse seakan sedang berusaha mengingat sesuatu tentang nama itu. “Pewaris Russell Housetown itu, kan?”
“Ya.”
“Aku bertemu dengannya dua hari yang lalu. Dia berbicara dengan Eddie dan dia tampak tidak senang.”
“Aku juga pernah melihatnya sekali,” aku Peter. “Dia merasa tidak terima karena pihak kepolisian belum juga menemukan adiknya.”
“Kau bilang Kate pergi bersama pacarnya malam sebelum Kate dikabarkan menghilang?”
“Ya. Dan setelah tim menelunsuri jejak Javier, mereka tidak bisa menemukan apa-apa. Javier ikut menghilang bersama Kate.”
“Apa ada dugaan kalau Javier kemungkinan terlibat dalam menghilangnya Kate?”
“Itu sebuah kemungkinan besar. Miss Russell ngotot menjadikan Javier sebagai tersangka penculikan adiknya. Dia menginginkan agar pihak kepolisian melacak keberadaan Javier dan menjatuhkan hukuman padanya.”
Jesse merenggangkan tubuhnya pada sandaran sofa. Ia menghela nafas sebelum mengatakan, “setidaknya dia perlu bukti untuk membernarkan tuduhan itu. Jadi, belum ada kabar terbaru tentang semua nama yang disebut dalam daftar?”
“Belum.”
“Kalau begitu selagi menunggu hasil autopsi, kita akan mendatangi keluarga dan teman korban dalam daftar itu untuk memastikan apa mereka mengenali jasad wanita dalam peti yang ditemukan.”
Peter mengangguk. “Siapa yang pertama?”
“Kita akan mengambil kemungkinan terbesar. Mulai dari Amber Marilyn.”
“Lalu bagaimana dengan nama J.D. Holly? Jika J.D. Holly bukanlah nama dari wanita di dalam peti, lantas apa hubungannya dengan ini?”
Setelah lama tidak terlibat dalam percakapan, Duncan menegakkan tubuh dari sandarannya di tepi meja, kemudian angkat bicara. “Aku sudah menyelidiki nama itu yang terdiri dari dua inisial, dan setelah aku menelunsuri jejaknya, hanya ada dua nama dengan inisial J.D. Holly di Boston. Aku hanya memeriksa data lokal, jika ada nama dengan inisial yang sama di negara bagian yang lain, maka itu tidak masuk dalam daftar yang kucari.”
“Untuk sementara ini, kita bisa menyelidiki inisial itu dalam lingkup lokal,” tegas Peter. Duncan langsung beranjak ke mesin pencetak fax kemudian menyerahkan cetakan nama dalam kertas itu pada Peter dan Jesse.
"Yang pertama adalah seorang wanita asal Boston, berusia sekitar tiga puluh tujuh tahun dan seorang perawat yang bekerja di panti jompo. Namanya Janny Doe Holly: J.D. Holly."
"Apa lagi yang kau tahu tentang Janny Doe Holly?" Tanya Peter dengan penasaran. "Maksudku selain sebagai seorang perawat yang bekerja di sebuah panti jompo?"
"Dia telah bersuami dan memiliki dua anak. Dalam catatanku, Janny Doe tidak pernah terlibat dalam tindak kriminal apapun."
"Apa dia tinggal bersama keluarga besarnya di Boston?"
"Tidak. Dia hanya memiliki seorang kakak perempuan yang sudah meninggal. Saat ini Janny Doe hanya tinggal bersama suaminya dan dua orang anak perempuan. Yang masing-masing berusia dua belas dan delapan tahun."
"Apa pekerjaan suaminya?"
"Suaminya, Dodd Haley, seorang pekerja konstruksi. Namanya bersih dalam cacatan kriminal dan dia memiliki riwayat penyakit jantung yang tercatat di beberapa rumah sakit umum."
Jesse mengangguk. "Lanjutkan!"
"Yang kedua dan yang terakhir adalah Jill Dree Holly. Seorang wanita berusia dua puluh lima tahun, berkulit hitam, dan seorang keturunan Afrika - Amerika yang berkeja di sebuah perusahaan konstruksi. Nama Jill baru terdaftar dalam perusahaan tersebut. Dan sejauh yang kutahu, Jill juga bersih dari keterlibatan kriminal. Wanita itu tinggal sendiri di Boston, menyewa sebuah motel secara pribadi dan tercatat dua kali melakukan penerbangan ke Alaska dalam satu bulan. Secara kebetulan, orangtuanya tinggal di sana." Sembari bertolak pinggang, Duncan berjalan ke arah mesin pembuat kopi. Ia menuangkan segelas kopi untuk dirinya kemudian kembali ke tengah ruangan. "Itu saja yang kupunya."
Terjadi keheningan selama beberapa saat ketika masing-masing dari mereka menyibukkan diri dengan kegiatannya. Kemudian, Jesse mengangkat wajah dari kertas laporan yang sedang dipelajarinya saat bertanya, "apa walikota sudah mengetahui hal ini?"
"Ya," sahut Duncan. "O'Neill bicara padanya pagi tadi."
"Apa ada pihak lain yang ikut terlibat dalam penyelidikan ini?"
Peter yang menjawab. "Sejauh ini tidak. Sampai kita dapat memastikan siapa mayat di dalam peti itu, kasus ini tidak akan sampai ke tangan orang lain."
Jesse mengangguk.