6. Obrolan

1031 Words
"Jangan paksa Anggi untuk mau menerima semuanya dengan cepat. Dia butuh waktu yang bahkan kita nggak tahu kapan. Jangankan kita, mungkin Anggi sendiri juga nggak akan tahu sampai kapan. Aku besok akan ajak dia jalan-jalan keluar rumah. Kamu mau ikut boleh, enggak juga nggak masalah," kata Syafira setelahnya meminum wedang jahe untuk menghangatkan tubuhnya. "Aku yang jadi kakaknya Anggi merasa gagal, Sya. Kaya aku nggak bisa bikin apa pun buat dia. Anggi masalahnya banyak, nggak hanya soal cowok sialan itu, tapi kebenciannya sama Ayudia juga nggak main-main." Prabu mengatakan hal yang sudah diketahui oleh Syafira. "Keberadaan Ayudia dan Zayn juga menambah masalah saja. Anggi semakin terpuruk. Papa juga tidak tahu diri, sesuka hati menikah seolah kepergian Mama dia tidak ikut andil," lanjut Prabu sambil mengepalkan tangannya karena menahan amarah. Syafira mengembuskan napas panjang. Semua serba tidak tepat, Prabu dan Anggi jelas masih bersedih atas kepergian mendiang mama mereka. Akan tetapi, mereka justru dipaksa menerima keberadaan Ayudia sebagai pengganti mama mereka. Sungguh bukan masalah yang mudah bagi Prabu dan Anggi. "Aku nggak bisa menengahi masalah kalian sama Tante Ayudia. Pertama-tama aku hanya ingin Anggi melupakan Sabiantama. Dia tidak seharusnya seperti ini. Anggi bahkan belum mengambil ijazahnya. Jika Anggi bisa bangkit dari masalah ini, aku yakin, dia juga bisa berdamai dengan Tante Ayudia." Syafira memegang erat tangan sang kekasih. Mereka akhirnya meninggalkan warung angkringan itu. Prabu tidak membawa mobil saat ke Yogyakarta. Ia naik pesawat sendiri. Kali ini untuk menjemput Syafira, Prabu meminjam motor milik suami Padmi. "Kamu jangan ikut membenci pernikahan Papamu. Nggak ada yang salah dalam masalah ini, Bu. Papamu berhak bahagia dan Tante Ayudia orang yang baik. Buktinya, kalo aku datang ke rumah, masih ada kok bunga Kenanga. Bunga itu kesukaan mendiang Mama kamu, 'kan. Tante Ayudia tidak mau menghilangkan semua kenangan tentang Mama kalian. Ini aku bicara murni tidak menggurui atau membela salah satu, ya. Hanya sebatas yang aku lihat saja." Syafira selalu saja to the point saat mengatakan sesuatu saat berada di boncengan Prabu. "Aku nggak mau kamu benci sama kedua orang tuamu. Kamu kasih contoh sama Anggi, kita semua bisa menjalani hidup setelah ini. Tante Ayudia itu nggak minta banyak, dia hanya ingin kalian menyayanginya, mengganggapnya ada," lanjutnya sambil merapatkan pelukan pada punggung Prabu. "Hmm ...." Hanya itu yang keluar dari mulut Prabu. Prabu tidak menjawab ucapan sang kekasih. Apakah benar Ayudia orang yang baik? Perempuan baik, tidak akan melukai sesama perempuan. Yang Prabu tahu, keadaan sang mama menurun dan meninggal karena mengetahui hubungan antara sang papa dan Ayudia. Andai semudah membalikkan telapak tangan untuk bisa menerima kehadiran mama sambung, tentu tidak akan serumit ini. Kenanga batinnya sangat terluka dan memilih tinggal di Jogjakarta. Kenanga adalah orang yang paling kehilangan sang mama saat itu. Ia butuh perhatian dari sang papa, tetapi sebaliknya, sang papa justru memutuskan untuk menikahi Ayudia yang notabene adalah orang terdekat sang mama--Arsyanti. "Bu, apa nggak masalah kalo aku sampai di rumah hampir pagi ini?" tanya Syafira yang saat ini mulai menguap. "Siapa yang mau mempermasalahkannya? Toh, kamu datang telat juga karena bekerja dulu," jawab Prabu dengan enteng. Mereka pun sampai di rumah. Syafira tidur di kamar tamu dan terpisah dengan Prabu. Meski sudah dekat belasan tahun, bukan berarti mereka berpacaran seperti layaknya suami dan istri. Baik Prabu maupun Syafira memang sangat menjaga satu dengan lainnya. Mereka bersabar hingga menikah nanti. Pagi datang dengan cepat, semenjak pesta ulang tahun pernikahan keduanya dengan Sabian, Siska mulai kembali berulah. Ada saja postingan di media sosial yang mengundang kontroversi. Sabian sering dibuat merasa terpojok dan harus menanggung malu. Sebuah unggahan Siska bersama dengan teman-temannya di masa lalu dan jelas ada mantan kekasihnya. Siska tidak akan menjelaskan apa pun pada sang suami dan keluarga besarnya. Bagi perempuan muda itu adalah hal biasa. Toh, hanya sekadar kenangan bersama teman. Tidak ada yang menghebohkan dan selama ini rumah tangganya bersama Sabian baik-baik saja. "Kamu nggak bicara sama istrimu? Dia kembali posting foto bersama mantannya. Emang mungkin ada yang sengaja pancing karena itu mungkin bukan akunnya," kata Wirang--salah satu teman kerja Sabian yang juga berasal dari Yogyakarta. "Kalo ada masalah, Siska pasti ngomong kok. Lagian temannya kadang juga aneh-aneh ulahnya. Mereka kaya yang suka bikin heboh." Sabian berusaha menekan rasa marah dan kecewa pada ulah sang istri. Wirang hanya menggeleng perlahan melihat Sabian saat ini. Sifat dan sikap suami Siska sangat jauh berbeda dengan Sabian yang dulu. Sabian tak segan marah ketika Kenanga dekat dengan Marcelo. Padahal kita semua tahu mereka hanya berteman biasa. Sabian memang diam-diam dulu jatuh cinta pada Siska. Sifatnya berbanding terbalik dengan Kenanga. Siska sangat anggun dan berkelas, sedangkan Kenanga kekanankan dan suka bercanda. Bercandaan Kenanga sangatlah receh, tetapi sangat menghibur. "Apa kamu secinta itu sama Siska?" tanya Wirang yang dulu ikut aksi tutup mulut saat Kenanga bertanya perihal hubungannya dengan Siska. "Ya, aku jatuh cinta sejak kerja di sini. Dia cantik, terpelajar, dan anggun. Juga, seiman denganku. Aku berat ketika harus terus menerus berseteru dengan kedua orang tuaku karena masalah perbedaan agama dengan Kenanga," kata Sabian yang mengeluhkan masalahnya ketika bersama dengan Kenanga. "Marcelo ada di Jakarta. Dia kerja di perusahaan sebelah," kata Wirang yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan obrolan mereka tadi. "Bisa saja, Kenanga sudah menikah dengan Marcelo. Mereka seiman." Sabian tampak malas membahas mantan kekasih pertamanya itu. "Lagi pula, Kenanga sudah masa laluku. Nggak etis rasanya jika terus menerus dibahas dan dikait-kaitkan. Aku mau melanjutkan hidup, Wir," lanjut Sabian dengan nada malas. Dulu beredar rumor jika Marcelo mencintai Kenanga. Cemburu? Jelas! Marcelo seiman dengan Kenanga dan seolah mendapat dukungan dari orang terdekat mereka. Padmi--sosok yang dianggap ibunda dari Kenanga seolah memang tidak suka dengan hubungan mereka dulu. Padahal bukan itu alasan rasa tidak suka Padmi pada Sabian, karena kedua orang tuanya yang selalu membenci Kenanga. "Nggak deh kayaknya. Kenanga dia ...."Wirang menelan air liurnya dan kesulitan melanjutkan obrolan itu. "Sudahlah, semua sudah berlalu. Aku nggak mau ada yang dengar ketika bahas Kenanga. Kamu tahu 'kan aku udah malas bahas Kenanga." Sabian seolah kesal saat ada yang membahas masa lalunya. Setega itukah Sabian? Padahal Kenanga tidak bersalah sama sekali. Kenanga tidak pernah membuat tulisan yang menyakitkan untuk Sabian. Justru sebaliknya, Sabian dan teman-temannya seolah menyalahkan kehadiran Kenanga di masa lalunya. "Ada yang belum move on rupanya." Ucapan itu membuat Wirang dan Sabian terperanjat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD