5. Rumit

1030 Words
Marcelo hanya tersenyum mendengar nama sahabatnya disebut. Dulu mereka bertiga bersahabat baik dan bahkan seperti saudara. Yohana bukan asli Yogyakarta dan indekos saat kuliah dulu. Sedangkan Marcelo asli Yogyakarta. Pernah, Kenangga menawarkan agar Yohana tinggal di rumah Padmi, tetapi ditolak. "Jangan gitu, dia tulus loh," kata Syafira sambil menaik turunkan alis tebalnya. Syafira tahu bagaimana hubungan mereka bertiga dulu. Rumit, tetapi sebenarnya sangat mudah jika Marcelo sadar siapa wanita yang benar-benar tepat untuknya. Kenanga bukan sosok tepat untuk Marcelo. Kenanga sosok manja dan keras kepala meski seorang gadis periang. "Boleh, Mbak, kalo ketemu Hana," kata Marcelo merasa tidak enak hati. "Nah, gitu dong. Dia pasti bahagia banget dengarnya. Yohana sering mengunjungi Kenanga juga, hanya saja kadang Kenanga tidak mau bertemu. Ya, kamu tahu sendirilah gimana Kenanga itu," kata Syafira sambil mengembuskan napas panjang. Hanya sekelumit kisah mereka dulu yang kini hanya tinggal kenangan. Cinta bisa disederhakan, tetapi Marcelo tidak bisa melakukan itu. Ia mencintai Kenanga tanpa tapi, tetapi Yohana pun mencintai Marcelo. Entah, perasaan itu tumbuh begitu saja. Kenanga, tidak punya perasaan sama sekali pada Marcelo; hanya sahabat. "Saranku, pilih wanita yang tulus mencintaimu." Luka mendadak menyadarkan lamunan Marcelo lalu meninggalkan bawahannya itu. Syafira dan Marcelo menoleh secara bersamaan. Luka selalu saja sok bijak saat memberikan nasihat. Lupa bagaimana keadaan hatinya yang sebenarnya masih porak-poranda. Luka, menutup hati untuk setiap wanita yang datang padanya. Meski tidak tahu siapa dan bagaimana Kenanga, tetapi Syafira pernah bercerita tentang gadis itu yang tak lain adalah adik Prabu. Luka tentu tidak berminat dengan kisah sedih Kenanga. Toh, nasibnya hampir sama, Luka juga dihianati oleh kekasihnya dulu. Sial memang, tetapi itulah kenyataan yang terjadi. Jam pulang kerja, semua karyawan kali ini sudah berkemas. Atau mungkin sudah ada yang pulang sejak tadi? Tergantung seberapa banyak pekerjaan yang harus dikerjakan hari ini. Mereka bisa pulang cepat jika tidak ada pekerjaan sama sekali. Jalanan masih sama; macet di sana-sini. Syafira mengembuskan napas panjang. Penerbangan pukul berapa yang bisa didapatnya malam ini? Entahlah, ia terbiasa tidak memesan tiket online karena malas jika tertinggal penerbangan. Lebih baik datang langsung dan membeli di bandara. "Mbak, masih ada tiket ke Yogyakarta hari ini?" tanya Syafira yang baru saja sampai di depan petugas ticketing. "Sekarang sistemnya online, ya, Mbak. Kalo ingin dapat langsung bisa datang ke salah satu hotel. Pemesanan di sini hanya untuk empat jam sebelum keberangkatan. Jadi, pesan sekarang, dan penerbangan pukul sebelas malam." Petugas menawarkan pada Syafira yang saat ini mengernyitkan dahi. "Nggak bisa lebih cepet? Kalo empat jam lagi, tengah malam dong, Mbak," kata Syafira merasa malas jika harus sampai di Kota Gudeg saat hari tengah malam. Syafira terbiasa memperoleh tiket dengan mudah dari salah satu temannya. Sayang, perjalanan hari ini mendadak sehingga lupa memesan tiket. Jika tadi ada kuliah, bukan hari ini akan ke Yogyakarta, tetapi besok. Kali ini Syafira benar-benar pusing dengan masalah tiket. Mbak coba aja ke salah satu hotel ini." Petugas menunjukkan alamat salah satu hotel pada Syafira. "Semoga masih ada tiket yang tersisa, ya, Mbak," kata petugas dengan ramah. "Lah? Sama aja ribetnya dong, Mbak," kata Syafira sambil mengerucutkan bibirnya karena kesal. Petugas tiket itu hanya tersenyum lalu menggeleng. Mereka semua harus bekerja sesuai peraturan yang berlaku sekarang. Dulu bisa saja membeli tiket langsung di tempat ini. Akan tetapi, ada aturan baru yang membuat semua itu tidak bisa. Bukan masalah Prabu mau jemput atau tidak, tetapi rasanya sungkan karena di sana ada keluarga sang kekasih. Padahal, Seno tidak pernah mempermasalahkan hal itu. Datang jam berapa pun akan dibukakan pintu, karena mereka tahu, Syafira pulang kerja sudah sore bahkan malam. "Memang sudah peraturannya begitu, Mbak," kata petugas sambil tetap bersikap ramah pada Syafira. Akhirnya Syafira setuju dan melakukan penerbangan malam. Satu jam lebih beberapa menit saja untuk sampai di Yogyakarta. Ia sudah terbiasa datang mengunjungi Kenanga. Mereka berdua sangat cocok sebagai teman dan sahabat. Ada hal yang mungkin tidak Kenangan ceritakan pada siapa pun, tetapi pada Syafira bisa bercerita. Kenanga merasa nyaman saat bersama dengan Syafira yang berasal dari keluarga yang sangat bahagia dan harmonis. Kedua orang tua Syafira memperlakukan Kenanga layaknya anak kandung. Mereka tidak pernah membeda-bedakan perlakuan antara Kenanga dan Syafira. Syafira selalu mengerti tentang apa yang dirasakan Kenanga. Hanya saja, beberapa waktu ini ia berpikir, adik dari sang kekasih itu tidak bisa terus menerus seperti itu. Kenanga harus bangkit dari keterpurukan. Jasa seorang Psikolog hanya akan membantu menenangkan bukan untuk membantu bangkit dari keterpurukan. Pukul sebelas malam, Syafira melakukan penerbangan setelah sebelumnya mengirimkan pesan pada Prabu. Prabu pun gegas menuju Bandara agar tidak terlambat menjemput sang kekasih. Pengorbanan Syafira selama mereka menjalin hubungan, tidak main-main. Itulah mengapa hingga saat ini Prabu memilih bertahan bersama dengan wanita berparas manis itu. Pukul satu dini hari, Prabu dan Syafira masih duduk di angkringan yang letaknya tak jauh dari rumah mereka. Syafira yang ingin makan di tempat itu. Sebab, tidak mau merepotkan Padmi ketika datang. Syafira tahu, Padmi pasti lelah karena seharian bekerja. "Bu, aku boleh bicara?" Prabu menoleh ke arah sang kekasih yang wajahnya tampak sangat lelah saat ini. Hubungan mereka memang tidak baik-baik saja. Restu dari orang tua Syafira sangatlah sulit. Perbedaan agama yang menjadi jurang pemisah. Prabu belum memantapkan hati untuk menjadi seperti sang adik. "Apa mama dan papamu memarahimu?" tanya Prabu yang memang takut jika akhirnya Syafira memilih menyerah dan meninggalkannya. "Bukan, aku bahkan belum ke Bandung lagi." Syafira berusaha tersenyum lembut pada sang kekasih. "Aku ingin bahas Anggi. Dia nggak bisa seperti ini terus menerus. Dia harus bangkit, Bu. Kamu lihat, Sabiantama bahkan hidupnya penuh kebahagiaan dan kemewahan. Ironis jika Anggi justru terpuruk. Aku ingin dia bangkit, Bu," lanjut Syafira yang kali ini ingin mengajak bekerja sama dengan sang kekasih. Ada kelegaan di wajah Prabu karena sang kekasih tidak meminta putus. Mereka pernah berpisah dan sangat menyakitkan. Satu tahun lebih mereka tidak bertemu dan tidak berkomunikasi. Hanya bisa saling mendoakan saja. Baik Prabu dan Syafira tidak pernah menjalin hubungan dengan orang lain. Luka yang dikabarkan pernah menjadi kekasih Syafira pun kenyataannya hanya seorang sahabat. "Sayang, aku pikir ...." Prabu langsung merangkul punggung Syafira. "Oke, aku setuju. Apa pun yang kamu lakukan buat Anggi aku dukung. Kemarin sore, Anggi marah sama Tante Ayudia. Sepele masalahnya, tapi dia 'kan sejak awal tidak suka dengan Tante," adu Prabu dan membuat Syafira mengembuskan napas panjang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD