Bimo di kantor sangat was-was dengan keadaan yang akan terjadi, kini Ayah mertuanya tersebut akan bertemu istri kertasnya yaitu Alika, entah apa yang akan di bahas oleh mereka, semoga Alika masih berbaik hati tidak menceritakan apa yang terjadi di rumah tangganya.
Tanpa Bimo sadari, sebenarnya Alika lah dalang di balik kekacauan yang ada di hidupnya. Bimo terlalu meremehkan Alika yang merupakan putri mahkota dari perusahaan tempatnya bekerja tersebut.
Sebagai pewaris tentu kecerdikannya sudah terasah sejak dini oleh ayah dan keluarganya, sayang hal seperti itu tak mampu menjangkau pemikiran Bimo yang hanya mementingkan harta saja.
"Sialll, kenapa harus begini sih? Uang yang unlimited yang menjadi fasilitas ku kini harus berhenti aku hanya menerima gaji sesuai jabatanku, aku tak yakin bisa menuruti segala keinginan Rosma lagi, apalagi keluargaku, aku pasti tak bisa menutupi kebutuhan mereka. Sekarang mama juga masuk ke kalangan sosialita, tentu gaya Hedon akan menjadi kebiasaannya...!" Bimo Sangat Kacau dengan Pemikirannya Sendiri.
"Aku harus membahasnya nanti malam dengan mereka," batin Bimo mencoba menenangkan diri.
Saat tengah berfikir, kembali Bimo teringat akan kata-kata Alika bahwa dia akan menggugat cerai dirinya.
Bimo pun merasa cemas, sebenarnya bukan itu poin dari kecemasan Bimo, dia takut jika seandainya dia berpisah dengan Alika, maka dia pun akan di tendang dari perusahaan ini sebab dia bukan lagi menantu Pak Nasir.
"Aku akan bicara dulu dengan Alika ...!" jam sudah menunjukkan pukul 16.30 Bimo berencana untuk pulang dan menyelesaikan pekerjaannya besok saja.
Dia pun segera keluar dari gedung kantor menuju ke rumah Alika, saat melewati rumah lamanya bersama Rosma hati Bimo agak merasa kesal oleh kebijakan kantor, sampai saat ini Bimo masih belum tahu jika kebijakan kantor yang baru adalah dari Alika sang istri.
Kemudian dia melajukan kembali mobilnya ke arah rumah Alika, mobil yang kini di pakai oleh Bimo hanya mobil biasa yang harganya tentu jauh lebih murah dari mobilnya yang lama yang telah di tarik oleh fihak kantor, mobil seharga tak lebih dari 500 juta itu kini menjadi fasilitas kantor untuknya.
Sesampai di depan rumah Alika alangkah terkejutnya Bimo mendapati mobil kesayangannya dulu kini berada di sana.
"Kenapa mobil itu bisa ada di sini? apa Ayah yang memberikannya untuk Alika? siall" batin Bimo mengumpat.
Bimo pun masuk ke rumah tanpa salam, kebetulan Bimo masih memegang kunci cadangan rumah milik Alika tersebut.
Dia pun masuk kedalam dan mencoba mencari keberadaan Alika.
"Al,,, Al dimana kamu? teriakan Bimo membuat asisten rumah tangga Alika tergopoh keluar dari dapur." dengan kening mengerut mbak Iis nama asisten rumah tangga tersebut bertanya.
"Ada apa ya pak ko teriak? Nggak sopan banget, Bapak siapa masuk rumah orang tanpa permisi, mana teriak-teriak pula, sopan dikit dong kalau bertamu," cecar mbak Iis tak suka dengan sikap Bimo.
Mbak Iis yang tak mengetahui bahwa Bimo adalah suami dari majikannya tersebut masih saja mengomel dan mencoba mengusir Bimo dari rumah majikannya.
Sementara Alika yang menyaksikan itu dari cctv hanya tersenyum dan melanjutkan tontonan gratis tersebut, Alika mau lihat seberapa jauh Bimo dan Iis berseteru. setelah di rasa cukup kemudian Alika keluar dari kamarnya dan menemui suaminya tersebut.
"Kamu Mas, ada apa?" tanya Alika ketus.
Bukannya Bimo yang menjawab kini justru Mbak Iis yang nyerocos memberi penjelasan kepada majikannya.
"Siapa sih Mbak ni orang, sudah main nyelonong masuk rumah orang tanpa permisi, pakai marah-marah nggak jelas pula, rasanya pengen aku banting saja tubuhnya itu ke lantai." omel mbak Iis berapi-api.
"Udah mbak, ini biar jadi urusan saya, mbak silahkan lanjutkan pekerjaan mbak." kata Alika lembut kepada asisten rumah tangganya tersebut.
Kemudian mbak Iis mengangguk sambil memberi kepalan tangan kepada Bimo. Bimo yang menyaksikan itu hanya bisa mendelik sebal, bisa-bisanya seorang asisten rumah tangga sesongong itu kepadanya.
"Apa dia tak tahu kalau aku adalah suami Alika majikannya? Kan itu berarti aku juga majikannya, karena aku tak akan menceraikannya, dasar dodol,"
batin Bimo menggerutu.
"Duduk Mas, jangan kebanyakan berdiri, capek. Ada apa kamu kemari Mas? bukannya kamu sudah tak perduli padaku? Dan juga pakaianmu sudah tak ada di sini loh." Alika bertanya kepada Bimo dengan ekspresi datar.
"Al, kamu tidak serius kan mau cerai dari aku?" tanya Bimo cemas.
"Lantas? pancing Alika.
"Tetaplah di sisiku Al, jangan menginginkan perceraian, itu adalah hal yang sangat di benci oleh Alloh," belum sempat Bimo melanjutkan kata-katanya Alika sudah memotong menjawab perkataan Bimo.
"Tapi juga halal kan? sahut Alika.
"Iya Al, tapi aku tak mau berpisah darimu, aku mau kita tetap melanjutkan pernikahan kita." kata Bimo kepada Alika.
"Untuk apa Mas? pernikahan tanpa nafkah batin apakah menurutmu itu adil untukku? Apa kamu tak memikirkan usiaku yang semakin senja? aku ini anak tunggal Mas, ayah dan mama tentu sangat mengharapkan keturunan dariku, egois kamu Mas," jawab Alika masih mencoba datar.
Bimo terdiam sejenak, sebenarnya itu yang dia mau, Alika tanpa keturunan dan akhirnya nanti anak-anaknya bersama Rosma lah yang akan menjadi pewaris semua kekayaan ini. tapi jika Alika tetap bersikeras meminta berpisah, apa yang akan Bimo lakukan? Bimo sangat tidak mau jika harus kehilangan posisi yang di dambakan semua kalangan ini. seorang CEO dengan gaji fantastis tentunya sangat berbeda dengan gaji di perusahaan yang lain. Bimo belum siap kehilangan itu Semua.
"Baiklah aku mau ikut periksa denganmu, dan semoga nanti ada obatnya untuk permasalahanku." kata Bimo mengalah dengan keinginan sang istri untuk periksa kesuburan.
"Emang kamu benar merasa sedang sakit Mas? Kamu tidak sedang berbohong kan? Tanya Alika mencoba mencari kejujuran di mata Bimo. Bimo yang di tatap demikian nampak salah tingkah, dengan berdehem dia hendak menjawab pertanyaan Alika.
"Kamu mau kita berobat kan? Aku siap. Ayo, asal kamu jangan menggugat cerai aku. Atau kamu mau aku menuntaskan sekarang? aku akan memberimu hak sebagai istri malam ini" kata Bimo yang masih belum menyadari bahwa Alika sudah mengetahui kebusukannya mencoba untuk merayu Alika.
"Dulu memang iya aku sangat mengharapkan itu semua, tapi sekarang sudah tidak lagi, bahkan aku merasa jijik andai kamu mau menyentuhku, aku tak mau berbagi peluh dengan seseorang yang sudah menghabiskan malam malamnya dengan perempuan lain, bahkan sampai tercetak 3 anak dalam pergumulan tersebut. Maaf mas, aku bukan penganut poligami, aku tak menentang syariat tersebut asal bukan suamiku yang menjadi peran utama, aku pun heran bagaimana caramu mendapatkan tanda tangan persetujuanku untuk kamu menikah lagi? herannya 3 bulan setelah pernikahan kita kamu pun melaksanakan pernikahan itu dengannya, siap namanya? oh ya Rosma sekartaji, iya bukan?" Alika berkata dengan panjang lebar.
"Yang lebih membuatku heran adalah, bagaimana kamu bisa ke rumahnya setiap malam padahal kamu setiap malam selalu menemaniku tidur bahkan kamu selalu menyiapkan minum untukku sebelum kita tidur, atau jangan-jangan kamu memberi obat tidur untu minuman yang akan ku minum? entahlah" kata-kata Alika justru membuat Bimo terkaget dan memucat wajahnya, darah seolah berhenti mengalir di tubuh Bimo.