Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam, Reiga masih berada di kantor untuk menyelesaikan pekerjaannya. Karena minggu depan dia sudah harus bekerja sebagai Direktur Rumah Sakit Al-Fathan Medical Center.
“Ga, aku mau pesen kopi. Kamu mau ngak?”
“Boleh Capuccino latte sama Cheesecake.”
“Oke.”
Reiga meminta Galang, ikut lembur membantu menyelesaikan pekerjaan. Dia juga ingin meminta Sekretarisnya, untuk mencari tau latar belakang seseorang.
Beberapa saat kemudian, Galang datang kembali membawa kopi dan beberapa camilan sebagai teman lembur malam ini.
“Lang, besok tolong kamu cari tau latar belakang perempuan ini!”
Galang mendekat kemudian mengambil kertas yang di berikan untuknya.
“Siapa nih? cantik dan manis juga!”
“Cari tau aja, ngak usah banyak nanya!”
“Jangan-jangan ini yang kamu maksud kemarin ya? Kamu beneran mau jadi PEBI ... Aduhhh!”
Belum sempat Galang menyelesaikan ucapannya, Reiga sudah terlebih dulu memukul kepalanya dengan gulungan kertas.
“Aku mau besok siang, sudah ada hasilnya Lang! Aku ingin cepat memastikan soal statusnya, jadi stop menuduh aku yang macam-macam!”
“Hahahaha, sensitif amat lu, Bos. Oke oke sebelum makan siang, aku pastikan hasilnya sudah ada di mejamu."
Reiga meminta Galang, mencari tau semua hal tentang Hanifa. Perempuan yang sedari awal membuatnya tertarik.
Dia berharap Hani sedang tidak memiliki pasangan, agar dia dapat lebih leluasa untuk mendekatinya.
***
“Bos!” panggil Galang, sebelum masuk ke dalam ruangan CEO.
“Nih ... yang kamu mau, lengkap dan tidak ada satupun yang terlewatkan,” ucapnya, dengan menyerahkan beberapa lembar kertas pada Reiga.
“Selalu bisa di andalkan, pekerjaan yang bagus. Thank you, Bro.”
“Jangan lupa, bonus di transfer sama gaji bulan ini.”
“Minta bonus terus, mau buat apa uang mu yang sudah banyak itu?”
“Untuk membahagiakan kedua orang tua, dan untuk membahagiakan calon istriku nantinya!”
“Siapa? memangnya kamu sudah laku? Oh udah ada yang mau ya?”
Galang mendengkus kearah Reiga. “Kalau bos sialan ku! ngak suka semena-mena kasih aku kerjaan. Aku akan dengan mudah mendapat teman kencan, bahkan aku sudah menikah dan mempunyai anak yang lucu-lucu.”
“Hahaha ... hahaha, Udah-udah sana keluar! Pulang cepat hari ini Lang, carilah teman kencan dan buatlah anak-anak yang lucu.”
“Dasar bos gilaaaa,” jawab Galang, kesal mendengar ledekan dari bosnya.
Setelah galang pergi dari ruangan, Reiga mulai membaca informasi yang diberikan oleh Galang. Hanifa Arsy 23 tahun, status janda anak satu. Seorang yatim piatu yang di besarkan di panti asuhan, saat melahirkan suaminya mengalami kecelakaan. Yang mengakibatkan dia kehilangan nyawa.
Saat Reiga mulai membaca tentang Embun. Dia tidak menyangka jika batita cantik dengan senyum cerianya sedang berjuang sembuh dari penyakitnya.
Embun bahkan masih sangat kecil, untuk seorang yang mengidap penyakit gagal ginjal.
Reiga semakin kagum dengan seorang Hanifa, sejak kecil dia sudah tidak memiliki orang tua. Kemudian menikah, di waktu yang seharusnya dia menyambut kebahagian justru mendapatkan duka. Sekarang pun dia harus di paksa untuk tegar, demi kesembuhan anaknya.
Mungkin dia egois. Karena, bahagia saat tahu Hanifa tidak memiliki pasangan. Hatinya merasa lega dan sangat senang. Kini jalannya terbuka lebar untuk mendekatinya wanita pujaannya.
***
“Niat banget sih bos! ini beneran, kita mau makan siang di tempat kerjanya Hani?”
“Sekalian kita ada meeting sama klien di luar kan? dan cafe itu tempatnya nyaman buat bahas kerjaan.”
“Masih aja ngak mau ngaku, iya ... sangking nyamannya tuh cafe sampe kamu bisa bobok ganteng kan? haha ... haha.”
Reiga hanya mendengkus tidak menjawab ucapan Galang. Mereka sedang dalam perjalanan menuju cafe tempat Hani bekerja.
Ucapan Galang memang tidak salah sama sekali. Reiga memang sengaja mengatur semua ini, berharap nanti dapat bertemu dengan Hani dan Embun.
Sesampainya di kafe, Mereka langsung menuju ke meja yang sudah di pesan oleh Galang. Tidak perlu menunggu lama, mereka langsung melakukan pembahasan masalah pekerjaan. Karena waktu sampai di parkiran, ternyata kliennya juga sudah tiba di sana.
Hampir 1 jam, akhirnya pertemuan yang Reiga lakukan selesai, kliennya menolak makan siang bersama. Karena sudah ada janji, dengan rekan bisnisnya yang lain. Kini Dia dengan Galang sedang menunggu makanan yang sudah di pesan.
“Ngapain dah, celingak-celinguk dari tadi. Kalau mau ketemu samperin aja orangnya langsung?”
“Berisik banget, diam aja bisa ngak! Siapa yang mau ketemu? aku cuman lagi mengamati interior cafe.”
“Ngeles terus! sejak kapan sih seorang Reiga Malik Al-Fathan. Berubah haluan jadi guru bimbel?”
“Hah ... siapa yang jadi guru bimbel?”
“Ya kamulah, la dari tadi kamu nge “Les” terus.”
Reiga hanya bisa geleng-geleng kepala, mendengar ucapan absurd dari sekretaris sekaligus sahabatnya.
Dalam pekerjaan memang dia sangat-sangat bisa di andalkan, namun kadang Reiga merasa Galang mempunyai tingkat kewarasan yang kurang sempurna.
“Ini pesanannya pak, silakan dinikmati," ucap Raka. "Ehh ... Pak Reiga 'kan?” sapanya.
“Iya, Mas. Saya Reiga. Masih ingat ya?”
“Masih ingat dong, Pak. Sudah ketemu sama Bu Hani sama Embun pak? Kebetulan hari ini Embun sedang ikut ke cafe.”
“Belum, saya kesini tadi ada meeting. Jadi sekalian makan siang di sini.”
Aku menjawab pertanyaan Raka, sambil menahan senyum bahagia. Mendengar Hani dan Embun sedang berada di sini.
“Mau saya panggilkan Ibu Hani dan Embun, Pak Reiga?”
“Boleh.”
“Enggak!”
Jawab Reiga dengan Galang bersama. Galang sedang merencanakan sesuatu untuk mengerjai sahabatnya.
“Kenalin saya Galang, Sekretarisnya Pak Reiga. Boleh di panggilkan Bu Hani? kami ingin berbicara masalah pekerjaan dengannya.”
“Salam kenal juga pak, saya Raka. Kalau begitu saya pamit ke belakang dulu, untuk memanggil Bu Hani.”
“Terima kasih,” ucap Galang, dengan senyum penuh kemenangan.
Setelah kepergiaan Raka, kedua sahabat itu mulai menyantap makan siang yang sudah di hidangkan.
Reiga masih terus berdebar dan gugup. Dia tidak tau apa yang akan di bicarakan ketika Hani datang. Memang Galang benar- benar balas dendam atas perkataannya tadi pagi.
“Yayah ... Yayah ...”
Ketika Reiga telah menghabiskan makan siangnya, dia mendengar suara anak kecil yang sangat di kenali. Lalu menoleh kebelakang, ya ... benar saja Embun dan Hani sedang berjalan ke arahnya.
“Selamat siang Pak Reiga dan ...”
“Kenalin saya Galang, Sekretaris sekaligus sahabat baik Pak Reiga.”
“Selamat siang Pak Galang dan salam kenal.”
“Yayah ... ndong!” teriak Embun sambil mengulurkan tangan.
“Sini, anak cantik. Embun udah makan belum?”
Reiga mengambil Embun dalam gendongan Hani, kemudian dia tersenyum menganggukkan kepala sebagai jawaban.
“Maaf Pak, Raka tadi bilang katanya, Pak Reiga ingin membicarakan pekerjaan. Kalau saya boleh tau pekerjaan apa ya pak?”
“I-itu ... pekerjaan ...” Reiga mendadak gagap, kemudian menatap Galang minta pertolongan.
“Oh itu, Bu Hani. Tadi Pak Reiga bilang ingin mengajak Embun jalan-jalan. Mungkin, Raka tadi salah dengar.”
Reiga makin tidak bisa menyembunyikan, ekspresi kesalnya pada Galang. Bisa-bisanya dia berkata begitu pada Hani. Mau di taruh mana mukanya saat ini?
Hani pun terkejut dengan apa yang dikatakan Galang, namun hanya sebentar kemudian kembali ke mode ramahnya lagi.
“Maaf Pak, bukannya saya menolak. Tapi Embun anak yang yang sangat aktif, saya takut nanti Pak Reiga kewalahan saat menjaganya.”
“Maksud dari bos saya. Dia ingin mengajak Embun sekaligus Bu H ... Aduh, kenapa kakiku di injak!”
“Maafkan sekretaris saya, ya Han? Emang agak kurang waras dia!” ucap Reiga dengan rasa malu, yang sudah di ubun-ubun.
Namun rasa malunya hilang ketika melihat, senyum tipis dari ke dua sudut bibir Hani. Cantik sekali, sampai akhirnya tepukan tangan Embun kembali menyadarkan lamunan Reiga.
“Yayah, au jak Mbun alan-alan?”
“Embun mau jalan-jalan sama Ayah?”
“Au Mbun au, yeyyyyy.”
Reiga melihat kearah Hani, meminta persetujuan. Dia masih melihat keraguan pada ekspresi wajahnya.
“Boleh ngak Han? aku janji bakal jagain Embun dengan sangat baik!”
“Tapi aku ngak bisa ikut, masih ada kerjaan yang harus aku selesaikan. Yakin ngak papa jagain Embun sendirian?”
Setelah Reiga dapat meyakinkan Hani, akhirnya dia memberikan ijin. Hani memberikan penjelasan makanan yang boleh dan tidak boleh Embun makan. Dia pun berpesan agar Embun tidak terlalu lelah saat bermain.
“Siap jalan-jalan sayang?” tanya Reiga pada embun. Mereka berdua sudah duduk di mobil.
Gilang pamit pulang terlebih dahulu, karena ada acara keluarga. Jadi hari ini Reiga benar-benar akan pergi berdua dengan Embun.
“Ciap, Yayah.” jawabnya dengan penuh semangat.
“Let’s go honey.”
“Yeayyyyyy ...” Embun bertepung tangan, dengan senyum lebar yang sejak tadi menghiasi wajah cantiknya.
Kemudian, Reiga mengemudikan mobil keluar dari area kafe, menuju ke tempat yang dia tuju.
Karena ini rencana dadakan, dan Reiga tidak tahu mau kemana. Akhirnya, Galang membantunya menyiapkan kejutan untuk Embun.