Bertemu kembali 2

1588 Words
Setelah Hani mengambil obat, Dia tidak langsung pulang. Melainkan menemani Reiga menunggu obat Kakek Hanan. Apakah sepenting itu? membuat Reiga menjadi penasaran. Sebenarnya, apa yang ingin dia katakan. Saat Reiga sudah selesai mengantri obat, Hani mengajaknya menuju ke ruang bermain rumah sakit. Sepanjang perjalanan tadi, dia menceritakan bahwa Embun sempat merajuk padanya. Karena ingin bertemu dengan Reiga. Cucu Kekek Hanan itu merasa mendapat, tempat istimewa di hati Embun. Tidak bisa menyembunyikan senyum bahagia di wajahnya. Entah apa yang sedang terjadi pada Reiga? mendengar ada batita cantik, sedang merindukannya membuat hatinya sangat bahagia. “Yayah ... Mbun angen ... ndong yah!” Teriak Embun ketika melihat Reiga datang bersama Ibunya. Dia pun berlari kearah pria yang di rindukannya, sambil merentangkan kedua tangannya. Wajah cantik dengan senyum lebar itu, membuat lesung di kedua pipinya terlihat sempurna. Apakah seperti ini rasanya jika dia menikah dan punya anak? Merasa bahagia, ketika mereka berkata sangat merindukannya. Hal itu yang sekarang ada dalam pikiran Reiga. “Sini anak cantik, Om juga kangen banget sama Embun!” “Mbun uga angen Yayah!” Seperti waktu pertama bertemu, batita cantik ini. Dengan senang hati, mengalungkan kedua tangannya ke leher Reiga. Embun mencium kedua pipi Reiga. Bergelayut manja dalam gendongan, dengan terus berkata bahwa dia sangat rindu. “Mas Reiga, kenalin ini temanku Grizellee. Dan Zellee ini Mas Reiga,” ucap Hani, ketika Reiga sedang bercanda dengan Embun. “Jadi ini, Ayahnya Embun yang dari kemarin, bikin Embun merajuk?” Embun tersenyum cekikikan, mendengar godaan Grizellee. Bahkan semakin mengeratkan pelukannya pada Reiga. “Kenalin, saya Reiga. Ayahnya Embun, benar 'kan sayang?” ucap Reiga sambil, mengedipkan mata ke arah Embun. “Iya, ni yayah Mbun! Ayang anget ama Yayah.” “Wow, sejak kapan Han. Kok aku ngak di kasih tau, aku ganti merajuk nih!” Reiga melihat ke arah Hani. Pipinya yang memang sudah merah alami, semakin memerah mendengar ucapannya dan godaan Grizellee. “Saya Grizellee, Pak Reiga. Sahabatnya Hani sedari kecil. Iya kan Han?” “Iya iya ... udah Ah, kalian apa sih. Malah jahil sama aku terus,” jawab Hani dengan wajah memerah menahan malu, sambil mengerucutkan bibirnya. Cantik sekali! Karena Kakek Hanan sudah menelepon, meminta untuk segera pulang. Akhirnya, Reiga pamit pada mereka. Seperti sebelumnya, Embun menangis saat tau Reiga akan pergi. Dia bahkan berkata ingin ikut pulang dengannya saja. Hani terus menjelaskan pada Embun, bahwa Reiga harus pergi, karena ada pekerjaan yang sangat penting. Akhirnya Embun mau melepaskan diri dari gendongan Reiga. Hani berjanji, akan mengajaknya bertemu kembali dengan pria yang sudah dia anggap sebagai Ayahnya. Setelah itu, Reiga langsung pergi keruangan Kakek Hanan, untuk menjemputnya pulang. “Lama sekali kamu ambil obatnya Ga, antriannya banyak atau gimana?” “Lumayan banyak Kek, apotek 'kan ngak bisa cepet-cepet juga Kek. Harus teliti, takut-takut salah kasih obat, bahaya 'kan?” “Iya, tapi Kakek udah bosan disini. Pengen cepet-cepet pulang.” “Udah di beresin semua Bik?” Tanya Reiga pada Bik Imah. “Semuanya sudah Bibik kemas, Den. Siap pulang sekarang.” “Makasih ya, Bik. Sudah bantu jaga Kakek. Ayok ... sekarang kita pulang, biar Reiga saja yang bawa barang-barang Kakek.” “Sama-sama, Den. Biar Bibik yang bawa, kecil juga tasnya. Aden dorong kursi roda kakek saja.” Saat dalam perjalanan pulang ke rumah. Kakek Hanan tiba-tiba saja mengatakan, jika Reiga akan menggantikannya mulai minggu depan. Dia juga berkata, sudah mempersiapkan acara untuk menyambut Direktur Rumah Sakit yang baru. Reiga ikut saja apa yang dikatakan oleh Kakeknya. Toh ... dia juga sudah berjanji dengan Kakek Hanan. Karena ada yang lebih penting, yang harus dia pastikan demi masa depannya. Apa lagi kalau bukan tentang Hanifa, Reiga ingin memastikan sesuatu tentangnya. Untuk mengambil langkah, yang selanjutnya akan dia ambil. *** “Ehemmm ... ehemm, cieeee ... cieee!” “Apaan sih Zelle, kamu berisik banget dari tadi!” “Kok, kamu tega banget sih main rahasia sama aku?” “Rahasia apaan coba? Mana pernah aku ada rahasia sama kamu?” “La itu tadi apa? Kenapa manggilnya udah 'Mas Reiga', terus 'Saya Reiga, Ayahnya Embun'. Kayak udah berasa keluarga cemara banget ngah sih Han?” Dari tadi Grizellee terus saja menggoda sahabatnya, bahkan anak itu sengaja mengajak Embun untuk menjadi tim sukses Ibu Hani dan Ayah Reiga. “Soal panggilan 'Mas', itu 'kan hanya panggilan saja Zellee. Bahkan semua orang di jogja memanggil orang yang lebih tua dengan panggilan itu. Kalau soal panggilan Ayah, kamu tanya sendiri kenapa dia bisa bicara seperti itu. Aku juga heran, kenapa ada orang sangat percaya diri seperti itu?” “Haha ... haha, kamu memang kurang peka dari dulu Han. Itu tandanya Pak Reiga, suka sama Ibunya Embun dan mau jadi Ayahnya Embun!” “Mana ada begitu?” “Ya adalah itu tadi buktinya!” “Mas Reiga cuman bercanda aja kali Zellee, ngak usah di anggap serius juga.” “Terserah kamu lah, capek ngomong sama orang yang ngak peka kayak kamu,” ucap Grizellee dengan wajah cemberut, kemudian dia menyusul Embun yang sedang asik bermain. Bukannya Hani tidak peka dengan, maksud yang dikatakan Reiga tadi. Tapi dia belum siap untuk membuka hati kembali, Hani juga merasa tidak pantas bersanding dengan orang seperti Reiga. Hani merasa, dirinya hanyalah seorang janda yang memiliki satu anak. Sedangkan Reiga, di tidak tahu masih sendiri atau sudah beristri? Setelah mereka melaksanakan shalat magrib, Dean sudah memberi kabar bahwa dia sudah sampai di mall. Dean mengatakan jika akan menyusul mereka di restoran, setelah membeli beberapa barang dulu. Embun baru saja tertidur, setelah lelah bermain dan berkeliling mencari boneka beruang. Grizellee Bahkan kini, sedang kerepotan membawa semua boneka yang di beli Embun. Untungnya restoran yang dipilih Dean, memiliki tempat yang sangat nyaman jadi Embun tetap tidur dengan nyaman di stroller-nya. Akhirnya, Dean datang menyusul. Sejak tadi anak gadisnya mengeluh lapar tak sabar menunggu Maminya. Memang mereka terakhir makan saat akan pergi ke rumah sakit, dan Grizellee sejak tadi siang menjaga Embun yang aktif berlari kesana kemari. “Assalamualaikum, sayang-sayangnya Mami!” “Waalaikumsalam,” jawab Hani dengan Grizellee bersaman. “Lama banget sih Mi, aku sudah kelaparan nih,” ucap Grizellee dengan bibir sudah maju 5 cm. “Ya maaf Nak, Mami 'kan bingung milih barangnya. Semuanya cantik-cantik bikin pusing!” “Udah pada pesen makanan?” “Udah Tan, baru aja pesen. Tadi pesanan Tante juga udah aku pesankan, tinggal nunggu di antar.” “Makasih Sayang, yah ... kok bobok sih, Kan pengen gendong sambil cium-cium. Udah kangen banget.” “Kecapekan main sama Aunty nya Tan, capek keliling borong boneka juga. Tuh Tante lihat! banyak banget belinya.” “Ngak papa kali Han, emangnya siapa lagi yang aku manjain kalau bukan ponakan cantik ku ini?” “Bener sekali, Tante juga beli oleh-oleh banyak buat Cucu cantiknya Oma.” Mana bisa Hani menang berdebat dengan dua orang kesayangannya, bahkan dia sudah berulang kali berbicara. Agar tidak terlalu berlebihan dalam membelikan sesuatu untuk Embun. Ya tetap saja akan seperti sebelumnya, meraka akan mengatakan 'Kalau bukan buat Embun kami mau manjain siapa?'. Beberapa saat kemudian, makanan mereka datang. Dengan kecepatan makan yang sangat tinggi, Grizellee dapat menghabiskan semua makanannya. Bahkan omelan Dean, memintanya untuk makan dengan pelan, tak dihiraukannya. Perdebatan antara Anak dan Ibu terus berlanjut sampai mereka pulang dari mall. Dean minta ikut satu mobil dengan kami. Saat makan tadi Embun bangun, Dia merengek berkata sangat kelaparan. Kini Embun dan Dean, sedang sibuk mencoba berbagai macam bando dan jepit rambut. Yang sudah Dean beli saat di Jakarta. *** “Dari tadi Kakek lihat, Kamu senyum-senyum sendiri ada apa?” “Ngak ada apa-apa Kek, lagi seneng aja.” “Seneng kenapa?” “Ya, lagi seneng aja!” “Iya Reiga, maksud Kakek. Seneng 'kan ada alasannya, terus alasan kamu apa?” Kakek Hanan sudah gemas dengan Cucunya itu, sejak makan malam tadi sudah senyum-senyum sendiri, seperti orang yang sedang kesurupan. Waktu dia tanya malah, Reiga memberi jawaban yang sangat absurd. “Alasan Reiga, karena hati Reiga lagi merasa senang, Kek.” “Kamu ngak ketempelan, hantu rumah sakit kan?” “Kakek apaan sih, orang lagi seneng malah di katai ketempelan!” “Salah sendiri, di tanya jawabannya ngak jelas banget.” Jawab Kakek Hanan dengan cuek, dia kini sedang makan camilan buah berry yang di beli Reiga. Mereka sedang menonton drama korea kesayangan Kakek Hanan. Sejak tadi siang, Reiga tidak bisa menghilangkan bayang-bayang wajah Hani dalam pikirannya. Pipi yang sedang merona dan mata bulat saat mendelik, saat mendengar perkataan Reiga. Sukses membuatnya Reiga, semakin tidak bisa berhenti tersenyum, membayangkannya. “Hiksss ... hiksss ...” “Kakek kenapa nangis, ada yang sakit?” “Hati Kakek sakit! hiksss ... hiksss.” “Reiga panggilkan dokter, Kakek tunggu sebentar ya.” “Heiii ... buat apa panggil dokter?” ucap Kakek sambil menarik lengan Cucunya agar duduk kembali. “Tadi Kakek bilang, hati Kakek sakit?” “Hati Kakek sakit karena itu,” jawabnya, sambil menunjuk kerah layar TV. “Maksudnya?” “Kenapa, putri duyung tidak bisa bersatu dengan manusia. Padahal mereka berdua saling mencintai, tega sekali mereka memisahkan pasangan itu. Hikss ... hikss.” Reiga menganga saat mendengar apa yang Kakeknya katakan, bisa-bisanya Kakeknya menangisi sebuah drama. Bahkan di dunia ini tidak ada putri duyung sungguhan. Kakek Hanan memang akan berubah aneh, ketika sedang menonton drama korea kesukaannya. Bahkan saat ini dia berkata, sedang suka mendengarkan lagu BLACKYELLOW. Dia berencana ingin menonton konsernya, jika mereka mengadakan konser di Indonesia. Reiga merasa seorang Hanan Al-Fathan, yang biasanya tegas dan penuh wibawa berubah. Seperti Ibu-ibu komplek yang suka menceritakan drama yang sedang mereka tonton.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD