Mulai Protektif

1867 Words
Rea berjalan mengikuti Robert dengan wajah ditekuk karena kesal. Andai saja dia bisa, ingin rasanya tadi memukul Robert. Atas hak apa Robert berani memerintah dirinya. Namun, Rea tidak ingin ribut, karena itulah dia mengalah. Rea mengikuti Robert berjalan menuju parkiran motor. Robert yang berjalan di depan menengok ke belakang. Tiba-tiba dia menghentikan langkah. Rea yang tidak tahu menabrak badan Robert yang berdiri di depannya. "AW!" pekik Rea kaget. "Sakit?" tanya Robert lembut. "Nggak. Cuma kaget aja. Kenapa berhenti nggak bilang-bilang?!" "Siapa suruh jalan sambil ngelamun," Robert meledek Rea. "Emang lo nggak liat gue berhenti?" "Kenapa aku mesti pulang sama kamu?" Rea malah balik bertanya pada Robert. "Ditanya malah balik nanya," Robert menggerutu. "Siapa suruh maksa suruh pulang bareng," gumam Rea. "Ternyata lo galak juga ya," ujar Robert sambil tersenyum. Baru kali ini dia menemukan gadis yang tidak berpura-pura manis di depannya. Gadis ini bahkan berani membantah ucapannya. Apalagi matanya, Robert sangat menyukai tatapan tajam mata Rea. Tanpa berkata-kata, Robert membuka jaket yang dia pakai dan memakaikannya pada Rea. "Ayo jalan lagi, motor gue ada di depan," ujar Robert sambil menggandeng tangan kanan Rea. Rea terdiam dengan perlakuan Robert. Berjalan menuju motor Robert sambil digandeng membuat Rea merasa malu. Perlahan, Rea berusaha melepaskan genggaman tangan Robert. Namun, Robert malah semakin mengeratkan genggaman tangannya pada Rea, dan tersenyum kecil. Jari-jemari gadis ini terasa pas dalam genggamannya, dan itu membuat hatinya sangat senang. "Jangan coba-coba lepasin tangan lo! Nggak akan pernah gue lepasin." Robert berusaha berkata dengan nada dingin. "Dasar nyebelin," rutuk Rea pelan. "Ini motor gue. Bentar gue ambilin helm buat lo," ujar Robert setelah tiba di motor. Robert mengambil helm cadangan yang dia simpan dalam bagasi motor. Robert berjalan menghampiri Rea dan memakaikan helm di kepala Rea. Melihat Rea melotot padanya membuat Robert semakin senang. Disentuhnya kening Rea dengan gemas. "Jangan melotot terus. Ntar mata lo keluar tuh," goda Robert. Robert naik ke motor dan menyalakan mesin motor. "Ayo naik. Mau sampe kapan berdiri doang di situ?" Dengan terpaksa Rea duduk di ujung belakang motor. Robert tertawa melihat kelakuan Rea. "Lo mau jatuh dari motor?" tanya Robert. "Maju dikit duduknya." Rea mengikuti perkataan Robert dengan terpaksa. Kembali Robert tertawa melihat kelakuan Rea. Ketika dilihatnya Rea sudah duduk dengan baik, Robert menyalakan mesin motor dan mulai mengendarai motor keluar dari lokasi tempat makan. "Rumah lo di mana?" tanya Robert setelah motor berada di jalan raya. "Di g**g Kenanga," jawab Rea dengan suara keras. "Oke. Pegang baju gue biar nggak jatuh." "Enak di kamu, rugi di aku," gumam Rea. Robert tersenyum mendengar jawaban Rea. Robert sengaja melajukan motor dengan kecepatan rendah. Dia masih ingin bersama dengan gadis itu. Namun, selambat apapun dia mengendarai motornya, akhirnya mereka tiba di g**g rumah Rea. "Rumah lo yang mana?" tanya Robert yang sudah menghentikan motor di depan g**g. "Aku jalan aja," ujar Rea sambil bersiap turun dari motor. "Nggak bisa! Gue anter lo sampe depan rumah!" Rea tetap turun dari motor dan melepas helm yang dia pakai. Kemudian menyerahkannya pada Robert. "Emang harus ya dianter sampe depan rumah?" tanya Rea lugu. Robert mengacak rambut Rea dengan gemas sambil berkata, "Iya! Harus diantar sampe depan rumah." "Ih …, apaan sih!" Rea memukul tangan Robert yang masih mengacak rambutnya. "Lo mau jalan sampe ke rumah?" "Hm." Rea mengangguk. "Tunggu bentar. Gue parkir motor dulu. Awas kalo kabur!" Robert menaiki motornya, kemudian menepikan motornya supaya tidak mengganggu orang dan motor yang akan keluar masuk g**g. Setelah itu dia menghampiri Rea yang berdiri di depan g**g. "Ayo jalan." Robert menggandeng tangan Rea tanpa permisi. Rea yang risih dengan perlakuan Robert, berusaha melepaskan gandengan tangan Robert. Namun, Robert malah semakin mengeratkan genggaman tangannya. "Jangan buang-buang tenaga buat lepasin gandengan tangan gue," ujar Robert. "Dan jangan coba-coba pake jurus bela diri lo." Rea menghentikan langkahnya dan memandang Robert. "Tau dari mana?" "Apanya yang tau dari mana?" tanya Robert pura-pura tidak mengerti. "Bela diri!" "Oh …, itu. Tadi siang gue liat pas elo sama Lydia di kamar mandi." "Serius?" "Ngapain juga gue boong," dumel Robert yang kesal dibilang bohong oleh Rea. "Siapa lagi yang tau?" desak Rea. "Mm …, siapa lagi ya …?" goda Robert. "Ih …, serius dikit napa," gantian Rea yang mengomel. "Nggak ada lagi yang tau Bawel …," ujar Robert tertawa dan kembali mengacak rambut Rea dengan gemas. Rea mengentakkan kakinya dan berjalan meninggalkan Robert. Rea berjalan terus menuju ke rumahnya. Robert yang ditinggalkan tertawa melihat kelakuan Rea. Dia mengejar Rea, dan kembali menggandeng tangan gadis itu. Rea berhenti di rumah berpagar hitam. Dilihatnya lampu sudah menyala. Berarti Mama sudah pulang. "Ini rumah lo?" tanya Robert. "Iya," jawab Rea. "Aku masuk dulu ya. Makasih udah anter aku pulang." "Besok pagi gue jemput ya. Nggak usah ngebantah," ujar Robert ketika dilihatnya Rea hendak berbicara. "Udah cepetan masuk sana!" Rea membuka pagar dan masuk. Tidak lupa dia mengunci pagar dan menggemboknya. Setelah itu berjalan masuk ke dalam rumah. Robert menunggu sampai Rea masuk ke dalam rumah. Setelah itu Robert berjalan menuju motornya yang diparkir di depan g**g. Robert mengendarai motor dengan kecepatan rendah dalam perjalanan pulang menuju ke rumah. Sepanjang perjalanan dia mengingat kembali rumah Rea. Rumahnya memang tidak besar, tapi rumah itu terlihat asri dengan banyak tanaman dan bunga. Robert menyukai rumah Rea. Setiba di rumah, Robert langsung menuju ke kamarnya yang terletak di lantai atas. Robert merebahkan diri di kasur, mengeluarkan ponsel dari saku celana jeans dan melihat ada pesan dan panggilan tidak terjawab dari Gerry. Robert : Whats up Bro? Gerry : Woi udah selesai anter gebetan pulang??? Robert : udah Gerry : pasti lagi senyam senyum sendiri kayak orgil Baru saja Robert mau membalas pesan Gerry, tiba-tiba Gerry malah meneleponnya. "Apaan lagi?" tanya Robert. "Lo beneran suka ma Rea?" "Emang kenapa? Nggak boleh?" "Lo kesambet apaan Bet? Tumbenan amat bisa suka sama makhluk berjenis kelamin perempuan?" "Woi! Gue kan masih normal. Wajar kali suka ma cewe." "Bukan gitu maksud gue. Selama ini kan lo nggak pernah tertarik ma cewe-cewe di sekolah. Kok bisa sekarang lo kepincut ma cewe sekolah." "Gue juga nggak tau Ger. Rasanya beda aja sama Rea." Gerry tersenyum mendengar perkataan sahabatnya. Seorang Robert akhirnya bisa jatuh cinta juga. Patut untuk dirayakan. "Terus lo bakal ngelakuin apa?" "Belum tau. Untuk saat ini ya pelan-pelan aja. Anaknya juga kayak yang anti ke gue." "Eh kalo gue boleh ngomong, saingan lo berat Bet. Calvin juga suka ma Rea." "Gue tau," ujar Robert santai. "Wait! Jangan bilang lo bakal bersaing ma Calvin buat ngedapetin Rea?!" "Tepat sekali." "Muke gile lo Bet!" "Udah ah. Gue belum bikin tugas." "Wait, wait," ujar Gerry. Namun, Robert telah lebih dahulu mematikan ponsel. "Kamvret juga nih orang," rutuk Gerry kesal. *** "Kenapa jam segini kamu baru pulang Re?" tanya Elly. "Latihan kan selesai jam lima sore. Sekarang sudah jam setengah sembilan." "Maaf Ma. Tadi habis latihan diajak makan dulu sama Sisca." "Berarti kamu sudah makan? Mama sengaja pulang cepat karena mau masakkin buat kamu. Jadi sia-sia Mama masak!" Elly berkata dengan dingin. "Maaf Ma." Hanya kata itu yang mampu Rea ucapkan. "Nggak perlu minta maaf! Sudah biasa!" Elly berkata dengan datar. Rea menjadi serba salah. Perutnya sudah kenyang. Akhirnya Rea berjalan menuju kamarnya. "Mana aku tau kalo Mama masak buat aku?" ujar Rea sedih. Rea berjalan menuju meja belajar, meletakkan tas. Dia mengeluarkan ponsel dari dalam tas. Ada pesan dan panggilan tak terjawab dari Sisca. Rea meletakkan ponsel di meja dan berjalan menuju lemari baju. Badannya terasa lelah dan ingin segera tidur, karena itu dia ingin secepatnya mandi. Rea keluar kamar dan berjalan menuju kamar mandi. Dilihatnya Mama masih duduk di ruang keluarga, masih memeriksa bon. Langkahnya terhenti sesaat di meja makan. Ada ayam balado kesukaannya di sana. Rea menghela napas. Diambilnya mangkuk berisi ayam balado dan dibawanya ke lemari pendingin untuk disimpan. Besok aja baru aku makan. Rea membatin. Keluar kamar mandi, Rea melihat lampu-lampu sudah dimatikan. "Mama pasti udah tidur," desah Rea. Dengan langkah berat, Rea berjalan menuju kamarnya. Selesai menyisir rambut, Rea mengganti lampu kamar yang terang dengan lampu tidut yang redup. Sebelum naik ke tempat tidur, Rea mengambil ponselnya. Ada satu pesan baru dari nomor tak dikenal. Dibukanya aplikasi pesan. +6281289xxxxxx : cewe galak, lagi apa? "Ini siapa sih? Iseng banget nulis pesan kaya gini," rutuk Rea. Dan Rea tidak berniat membalas pesan tersebut. Rea membuka pesan dari Sisca. Sisca : Reaaa, maapin gue ya. Sisca : Gue nggak berani nolongin lo tadi pas Robert maksa mau anterin lo pulang. Sisca : Lo nggak marah kan ma gue??? Sisca : Re, lo udah sampe rumah belum? Sisca : Kok pesan gue nggak dibaca dan dibalas??? Sisca : Reaaa!! Sisca : Lo di mana?? Sisca : Kenapa pesan gue belum dibalas juga??? Sisca : Telepon nggak diangkat? Sisca : Lo nggak diapa-apain kan ma Robert?? Sisca : Or lo marah ya ma gue??? Sisca : Reaaa!! Jangan bikin gue panik dong. Sisca : Please bales pesan gue! Sisca : Lo mau bikin gue mati penasaran??! Sisca : Ntar gue gentayangan gangguin lo nih!! Sisca : Lo nggak diculik kan ma Robert?? Sisca : Reaaa !!! Rea tertawa sendiri membaca pesan-pesan dari Sisca. Belum sempat Rea membalas pesan Sisca, anak itu sudah terlebih dahulu menelepon. "Halo," ujar Rea. "Lo jahat banget sih ma gue!!" jerit Sisca dari seberang. "Maaf," "Tiada maaf bagimu!" "Maaf deh. Aku baru mau balas pesan kamu. Tadi begitu pulang aku langsung mandi." "Lo nggak diapa-apain kan ma Robert?" "Nggak kok." "Eh tapi nggak akan juga dia berani macem-macem ma elo." "Kenapa emangnya?" tanya Rea. "Kayanya dia suka tuh ma elo. Kalo nggak, nggak mungkin juga dia ngotot mau nganterin lo pulang." "Ah kamu. Jangan aneh-aneh ngomongnya." "Ih, gue serius Re. Bukan serius, dua rius gue." "Nggak mungkin lah Sis." "Eh Re, lo udah bikin PR belum?" "Belum. Besok pagi aja. Sekarang aku cape dan ngantuk. Percuma bikin sekarang, nggak akan bener jadinya. Mending besok subuh." "Oh …, gitu. Ya udah, sana tidur gih. Gue juga mau tidur. Sekarang gue bisa tidur nyenyak karena udah denger suara elo." "Ya udah. Good nite Sis." "Nite too Rea." Rea memikirkan ucapan Sisca. "Nggak mungkin dia suka sama aku," gumam Rea. "Dia kan idola anak-anak satu sekolah, tampan, dan kaya. Sedangkan aku?" *** Di kamarnya, Robert belum dapat tidur. Pikirannya terus berkelana memikirkan Rea. Gadis jutek, keras kepala, dan mahir bela diri. Namun, ternyata lucu, dan lugu. "Kombinasi yang menarik," ujar Robert sambil tersenyum geli. "Gue pasti bisa dapetin elo Re. Tunggu aja." Robert membayangkan besok pagi saat dia menjemput Rea. Pasti menarik membayangkan reaksi gadis itu ketika datang ke sekolah bersama dirinya. Tiba-tiba Robert teringat akan sesuatu. Robert bangun dan meraih ponsel yang dia letakkan di nakas. Dicarinya nomor Aaron sepupunya, yang kebetulan sekelas dengan Rea. Obet : ron, masih bangun? Aaron : masih. Kenapa? Obet : gue mau minta tolong Aaron bingung membaca pesan Robert. Jarang-jarang Robert minta tolong pada dirinya. Biasanya dialah yang selalu meminta bantuan pada kakak sepupunya itu. Aaron : tolongin apaan? Obet : tolong jagain rea buat gue Obet : bisa? Makin bingunglah Aaron membaca pesan Robert. "Jagain Rea? Emang ada apaan sama Rea? Perasaan itu anak baik-baik aja deh," gumam Aaron. Aaron : maksudnya? Obet : selama itu anak di kelas tolong jagain ya. Aaron : elo suka sama Rea? Obet : pokoknya jagain dia, bisa? Aaron : oke Obet : thx ya
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD