Fix Sedang Kasmaran

1826 Words
Pukul 04.00 alarm ponsel Rea berbunyi. Dengan mata masih berat Rea mematikan alarm. Rea duduk dengan malas di tempat tidur. Setelah nyawanya terkumpul, Rea berdoa pagi terlebih dahulu, barulah dia beranjak turun dari tempat tidur berjalan keluar kamar menuju ke ruang makan. Diambilnya gelas, kemudian mengisinya dengan air. Selesai minum, Rea kembali ke kamar untuk mengerjakan PR. "Akhirnya selesai juga." Rea merentangkan tangan ke atas. Rea melihat ke jam dinding. Jam sudah menunjukkan pukul lima pagi. Rea bangun dari kursi dan berjalan menuju pintu. Ketika dia membuka pintu, terdengar suara dari dapur. Perlahan Rea berjalan menuju dapur. Dilihatnya Mama sedang menyiapkan bekal untuk dibawa ke toko. Rea menghampiri Elly dan memeluknya dari belakang. "Good morning Ma," sapa Rea. Tapi Elly malah melepaskan diri dari pelukan Rea dan kembali menyiapkan bekal yang akan dia bawa. Rea kecewa dengan reaksi Elly. "Mama marah sama aku?" Tidak ada jawaban dari Elly. Rea menghela napas pelan dan berjalan menjauhi Elly. Rea membuka lemari es untuk menghangatkan ayam buatan Elly semalam. "Mama pergi dulu. Uang sudah Mama taruh di atas meja telepon." "Iya Ma," jawab Rea. Rea mengantarkan Elly sampai depan rumah, membukakan pagar. Sementara itu Elly memanaskan mesin motor. "Hati-hati di jalan Ma." "Hm." Hanya itu jawaban yang keluar dari mulut Elly. Tidak lama kemudian Elly pun pergi untuk membuka toko. Rea berjalan masuk ke dalam rumah. Dia kembali ke dapur untuk menghangatkan masakan Mama. Setelah selesai, Rea menyiapkan tempat bekal dan mengemas nasi beserta lauk untuk dia bawa ke sekolah. Rea sengaja menyiapkan tiga tempat bekal. Yang satu akan Rea berikan pada Sisca, sedangkan yang satunya untuk Liana, salah seorang teman sekelasnya. Pukul enam Rea sudah siap untuk berangkat ke sekolah. Diambilnya uang yang sudah disiapkan Elly, dan dimasukkan ke dalam dompet. Setelah memeriksa rumah sekali lagi, Rea keluar dan mengunci pintu. "Ngapain di situ?" Rea terkejut melihat Robert yang berdiri di depan pagar rumahnya. "Mau bawa lo ke sekolah lah. Emang mau ngapain lagi?" balas Robert santai. "Emangnya aku barang?" jawab Rea ketus. Robert tertawa mendengar jawaban Rea. Demi menjemput Rea, Robert rela bangun subuh. Dia tidak tahu jam berapa gadis itu berangkat sekolah. Dan sudah setengah jam dia menunggu di depan pagar. "Pesan gue kenapa nggak dibalas?" tanya Robert ketika Rea sudah selesai menggembok pagar rumah. "Pesan yang mana?" tanya Rea bingung. "Oh, yang bilang aku gadis galak?" Tiba-tiba Rea ingat pesan semalam. "Hm," jawab Robert. "Mana aku tau itu dari kamu," jawab Rea. "Tau nomor aku dari mana?" "Rahasia," bisik Robert. "Ayo jalan." Dengan santai, Robert menggandeng tangan Rea. Kali ini Rea mengentakkan tangan dengan cukup keras, sehingga genggaman Robert terlepas. "Aku bisa jalan sendiri!" Rea buru-buru jalan meninggalkan Robert. Robert menggelengkan kepala melihat betapa keras kepalanya Rea. Dia berjalan dan mengejar Rea. Dibiarkannya gadis itu berjalan di depan sampai mereka tiba di motor yang diparkir di depan g**g. Robert mengambil helm untuk Rea. Dipakaikannya di kepala Rea dan tidak mempedulikan protes gadis itu. Setelah itu barulah dia memakai helm miliknya sendiri. "Ayo naik," ujar Robert setelah dia menaiki dan menyalakan motor. Rea tetap diam berdiri di samping motor. Bagaimana mungkin dia akan duduk di motor dengan memakai rok sekolah. Robert yang melihat hal itu mengambil paper bag yang dibawanya. Hari ini Robert sengaja membawa motor matic supaya Rea tidak terlalu sulit naik ke motor. "Tutupin rok elo pakai ini," ujar Robert sembari menyerahkan paper bag. Rea menerima paper bag dan melihat isinya. Ternyata sehelai kain bermotif bali berwarna biru dan hitam. "Ini buat apaan?" "Buat tutupin rok dan kaki elo. Emang mau kaki elo diliatin orang lain?!" "Ya nggaklah," dumel Rea. "Makanya pake itu buat tutupin rok elo." "Makasih," ujar Rea. "Hm." Rea naik ke atas motor dan menutupi bagian kaki dengan kain pemberian Robert. Setelah melihat Rea sudah siap, Robert menjalankan motornya ke sekolah dengan kecepatan sedang. Ketika hampir sampai di sekolah, Rea menarik jaket Robert dan berkata dengan suara keras, "Aku turun di sini aja." Robert menghentikan motornya dan bertanya, "Kenapa?" "Nggak enak kalo ada yang liat," ujar Rea. "Biarin aja, kenapa mesti nggak enak?" Rea tidak menjawab pertanyaan Robert, tapi menjawab di dalam hati “kan malu kalo ada yang liat.” "Kenapa diam?" tanya Robert. Robert bersiap menyalakan motor lagi, tapi dicegah oleh Rea. "Biar aku jalan aja. Sekolah kan udah deket," pinta Rea. "Kalo lo nggak kasih tau alasannya, gue bakalan tetep bawa lo sampe ke sekolah!" Rea menghela napas dan berkata dengan suara lirih, "Kan malu diliat orang." Robert tertawa mendengar jawaban Rea. Tepat seperti tebakannya semalam. Gadis ini pasti akan merasa malu dan risih. "Ternyata cewe galak bisa malu juga," ledek Robert. Rea diam saja mendengar ledekan Robert, dan jadi kesal melihat sudut bibir Robert yang naik karena menahan tawa. "Elo malu diliat orang atau takut diliat Calvin?" "Kak Calvin?" tanya Rea dengan wajah bingung. "Emang kenapa sama Kak Calvin?" Robert membuang napas gemas mendengar jawaban Rea. “Ini anak pura-pura nggak tau atau beneran polos sih.” Robert menggerutu dalam hati. "Ya udah sana turun!" Rea pun turun dari motor. Dia melipat kembali kain pemberian Robert, memasukkan kembali ke dalam paper bag dan menyerahkan pada Robert. "Makasih udah dipinjemin," ujar Rea. "Bawa aja sama elo. Ntar siang bisa lo pake pas gue anter pulang." Rea meninggalkan Robert dan berjalan santai menuju sekolah. Robert menyalakan kembali motornya, dan membawa motornya ke sekolah. Setelah memarkir motor, dia kembali ke gerbang sekolah untuk menjemput Rea. Dilihatnya gadis itu masih berjalan sendirian. Robert berjalan menghampiri Rea, kemudian berjalan di sisi gadis itu. Beberapa anak yang juga sedang berjalan menuju sekolah terkejut melihat Robert yang menghampiri Rea bahkan berjalan bersama gadis itu. Terdengar seruan kecil di sekitar mereka dan gumaman anak-anak yang melihat Robert berjalan di samping Rea. Rea mempercepat langkah kakinya agar segera tiba di sekolah. Namun, dengan seenaknya Robert malah mencekal tangan Rea dan menggandengnya. Anak-anak yang melihat hal itu semakin terkejut melihat kejadian tersebut. "Jangan peduliin omongan orang. Jalan seperti biasa!" perintah Robert. "Tapi kan jadi nggak enak," gerutu Rea. "Ya dinikmatin aja!" Dengan menahan dongkol, Rea berjalan menuju ke sekolah dan pasrah tangannya digandeng Robert. Sampai di sekolah, Robert tidak melepaskan juga gandengan tangannya. Malahan menarik Rea untuk berjalan menuju kelas gadis itu. Robert mengantar Rea sampai di depan kelas. "Sana masuk," ujar Robert. "Nggak usah disuruh, aku emang mau masuk," gerutu Rea. "Jangan marah-marah terus, ntar cepet tuir," goda Robert. Sebelum Rea masuk kelas, Robert masih sempat mengacak-acak rambut Rea. Rea mengentakkan kaki dan berjalan menuju ke mejanya. Teman-teman sekelas Rea diam saja melihat hal itu. Mereka juga penasaran, tetapi tidak berani bertanya pada Rea karena Robert masih berdiri di depan kelas. Siapa yang tidak kenal Robert, cowok populer di sekolah. Setelah melihat Rea duduk di kursinya, barulah Robert pergi meninggalkan kelas Rea dan berjalan menuju ke kelasnya sendiri. Begitu Robert menghilang, anak-anak langsung menghampiri Rea dan berebut bertanya. "Elo jadian sama Kak Robert?" tanya salah satu anak. "Nggak!" Rea menjawab singkat. "Serius lo? Kalo nggak jadian, kenapa tangan lo digandeng terus dan dianter sampe ke sini?" tanya seorang anak lagi. "Mana aku tau." "Ah elo boong Re," ujar seorang anak yang lain. "Elo hebat Re bisa naklukkin Gunung Es di sekolah ini," seorang anak lain berkata. "Ah, emang Rea nya aja yang genit. Sok kecakepan!" ujar Ivana salah seorang teman sekelas Rea. Ivana memang tidak suka dengan Rea sejak awal. Dia merasa Rea adalah saingannya baik dalam pelajaran maupun kecantikan. Namun, Rea tidak pernah menanggapi hal itu. "ADUH!" teriak Ivana tiba-tiba. "Ngomong apaan lo barusan!" Terdengar suara marah Sisca. Ternyata Sisca mendengar ucapan Ivana ketika dia baru tiba di kelas. Dan langsung berjalan menghampiri Ivana dan menarik rambut Ivana dengan keras. "Jangan coba-coba elo ngejelekkin sohib gue! Dia nggak usah berlagak cakep emang udah cakep dari sononya. Nggak kayak elo yang muka harus didempul dulu pake bedak baru cakep!" Sisca berkata di telinga Ivana. "LEPASIN! SAKIT TAU!!" Ivana menjerit karena rambutnya masih ditarik oleh Sisca. "Minta maaf dulu ma Rea!" "Nggak mau!" Sisca menarik lagi rambut Ivana karena kesal dengan ucapan anak itu. "AW!" Ivana kembali berteriak. "Udah Sis biarin aja," ujar Rea mencoba melepaskan tangan Sisca dari rambut Ivana. Semarah-marahnya Rea mendengar perkataan Ivana, dia tidak ingin ada keributan yang akan membuat masalah jadi panjang. "Nggak akan!" Sisca menolak permintaan Rea. "Sis!" ujar Rea dengan nada tenang tapi terdengar mengintimidasi. Mendengar perubahan pada suara Rea, dengan terpaksa Sisca melepaskan tautan tangannya pada rambut Ivana. "Dan kamu!" ujar Rea pada Ivana. "Sekali lagi kamu ngomong begitu, aku nggak akan tinggal diam." Rea berkata dengan suara dingin. Ivana tidak menjawab ucapan Rea. Dia pergi meninggalkan kelas dengan hati dongkol. Entah mengapa, saat berbicara dengannya mata Rea terlihat begitu dingin dan menakutkan. Belum pernah Ivana melihat Rea seperti itu. Livia mengejar Ivana keluar kelas. "Lo nggak mau bales perbuatan Sisca?" Livia bertanya pada Ivana setelah mereka keluar dari kelas. "Nggak dulu," jawab Ivana sambil mengusap-usap kepalanya yang terasa nyeri. Tanpa mereka sadari, Aaron salah seorang teman sekelas mereka yang juga adalah sepupu Robert melaporkan hal itu pada Robert melalui ponsel. Semalam Robert memintanya untuk menjaga Rea selama di kelas dan di sekolah ketika dia tidak ada bersama Rea. Aaron : Bet, di kelas ada yang mulai ganggu Rea. Aaron : Dia liat elo pas anter Rea ke kelas. Robert membaca pesan tersebut. Dengan tenang, dia memasukkan ponsel ke dalam saku baju. Bukan hanya di kelas Rea, di kelas dia pun anak-anak banyak yang bertanya. Bukan bertanya pada dirinya, melainkan pada Gerry. Bel masuk berbunyi. Satu per satu anak memasuki kelas. Gerry duduk di sebelah Robert dengan wajah ditekuk. "Keterlaluan lo Bet. Teganya lo nyusahin gue." Gerry menggerutu. "Emang gue ngapain?" tanya Robert tanpa rasa bersalah. "Pake nanya gue ngapain. Asli lo Bet, nyebelin banget." Robert tersenyum menanggapi gerutuan Gerry. "Diemin aja. Nggak usah dijawab. Bukan urusan mereka juga kan. Ngapain repot-repot ikut campur urusan orang," ujar Robert. "Mr. Ferry datang," ujar salah seorang murid. Anak-anak langsung terdiam menunggu Wali Kelas mereka datang. "Hari ini kita ulangan Kimia," ujar Ferry pada murid-murid kelas 11 - 2 IPA. "Beuh …." Terdengar nada protes anak-anak. "Bet, seperti biasa ya," pinta Gerry. "Hm." Robert mengerjakan ulangan dengan cepat. Setelah selesai, dia memperlihatkan kertas ulangan pada Gerry. "Jangan lo salin semua. Ntar ketauan." "Iya," jawab Gerry." Sementara menunggu Gerry menyalin jawaban, Robert mengeluarkan ponsel. Dia menanyakan keadaan Rea pada Aaron. Obet : Ron, gimana di sana? Obet : aman? Aaron membaca pesan Robert, dan langsung mengirimkan pesan balasan. Aaron : aman Aaron : dia lagi serius ngerjain tugas Robert tersenyum membaca pesan balasan dari Aaron. Obet : mana liat? "Hah, nyusahin gue deh ini anak," gerutu Aaron. "Susah emang kalo lagi jatoh cintrong." Diam-diam Aaron mengarahkan kamera ponsel ke arah Rea. Kebetulan Aaron duduk di barisan ketiga dengan posisi satu meja di depan Rea. Selesai mendapat foto Rea, dia langsung mengirimkan ke Robert. Robert langsung membuka foto kiriman Aaron dan tersenyum melihat foto Rea yang tengah menunduk dan menulis sesuatu. "Cantik," puji Gerry yang ikutan mengintip ponsel Robert. "Rese lo!" bisik Robert. "Fix ini sih. Elo beneran lagi kasmaran Bet," bisik Gerry.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD