Suka Menuju Cinta

1981 Words
"Selamat sore Rea," sapa seorang pemuda pada Rea sambil menundukkan kepalanya. "Sore juga Arya.” Rea balas menyapa sambil menundukkan kepalanya. "Mau latihan?" "Iya. Oh iya kenalin ini Sisca temen aku." "Hai apa kabar? Saya Arya." "Hai juga. Saya Sisca, temen sekolah Rea. "Re, saya pamit dulu mau ganti baju," ujar Arya. "Re, lo belajar beladiri?" tanya Sisca. "Hm." "Wah …, keren." "Apanya yang keren Sis. Kita tuh sebagai perempuan harus bisa jaga diri sendiri. Kalo bukan kita sendiri, emang ada yang bakal nolongin kalo ada apa-apa?" Sisca terdiam mendengar perkataan Rea. Dan dia teringat kejadian di toilet tadi. Beruntung dirinya ada Rea yang menolong. Kalau saja Rea terlambat datang, dirinya pasti sudah babak belur oleh Lydia cs. "Iya lo bener Re," ujar Sisca. "Nggak pernah kepikiran di otak gue buat belajar yang kayak beginian," lanjut Sisca lagi dengan nada sedih. Sebagai putri bungsu dari seorang pengusaha sukses yang cukup diakui di Asia, Sisca terbiasa hidup bak seorang putri. Segala sesuatu sudah tersedia untuknya, dan semua serba dilayani. "Sis, temenin gue ganti baju yuk," ajak Rea mengalihkan perhatian Sisca. Rea nggak tega melihat wajah sedih Sisca. Ditariknya tangan Sisca menuju ruang ganti pakaian perempuan. Di dalam ruang ganti, Sisca melihat barisan loker. Rea mengajaknya ke sudut ruangan menuju loker miliknya. Kemudian Rea mulai mengganti seragam sekolah dengan baju latihan. "Lo sabuk hitam Re?" tanya Sisca ketika Rea hendak memakai sabuknya. "Hm." "Pantesan aja lo bisa ngalahin Lydia cs," ujar Sisca. "Nggak nyangka gue." "Udah ah. Sekarang kita keluar, aku mau latihan." Rea tidak mengacuhkan perkataan Sisca. Setelah itu, Rea membawa Sisca ke tepi arena latihan. "Sis, kamu duduk di sini ya," pinta Rea. "Aku mau latihan dulu." Sisca duduk di lantai, dan mulai memperhatikan suasana di sana. Ada kelompok anak kecil yang sedang berlatih, mereka memakai sabuk putih. Ada juga kelompok Rea yang memakai sabuk hitam. Hampir dua jam Sisca menunggu Rea latihan. Dan selama itu Sisca benar-benar menikmati suasana di sana. "Sis!" Rea memanggil sambil berlari ke arah Sisca. "Kamu tunggu sini ya, aku mau ganti baju dulu." "Oke." Rea berbalik arah menuju ruang ganti pakaian. Baju Rea basah semua dengan keringat, dan rasanya lengket. Karena itu Rea ingin segera mandi, supaya terasa segar. Selesai mandi, Rea mengenakan kaos dan celana panjang yang dia bawa dari rumah. Kemudian Rea keluar dari ruang ganti. Rea melihat Sisca sedang asik mengobrol dengan Arya. Rea berjalan menghampiri Sisca. "Kita pulang Sis?" tanya Rea. "Ayo." Sisca bangkit berdiri seraya merapikan seragamnya. "Ar, gue pulang dulu ya," ujar Sisca. "Oke. Dateng lagi aja ke sini," ujar Arya. "Siap ....," ujar Sisca seraya meletakkan tangan dengan sikap hormat di kening. "Gue tunggu ya Sis." "Oke," ujar Sisca. "Ar, aku pulang dulu ya," ujar Rea pada Arya. "Iya Re. Hati-hati di jalan." "Oke." Rea dan Sisca berjalan keluar dari tempat latihan. Mereka melihat mobil Sisca sudah menunggu di luar. "Re, makan yuk. Gue laper nih." "Kamu aja. Aku mau makan di rumah aja," tolak Rea. "Ayolah, temenin gue." Sisca memaksa Rea. "Lagian kan elo habis buang kalori banyak banget, jadi perlu diisi sekarang." "Tapi Sis …," "Gue nggak mau denger penolakan," sela Sisca seraya menarik tangan Rea menuju mobil. "Pak, sebelum pulang saya mau makan dulu ya," pinta Sisca. "Baik Non." Sisca membuka pintu belakang mobil, dan mendorong Rea untuk masuk terlebih dahulu. Setelah Rea masuk, barulah Sisca masuk. "Mau ke mana kita Non?" tanya Joko setelah menyalakan mesin mobil. "Di daerah sini, tempat nongkrong yang enak di mana Re?" tanya Sisca. "Aku nggak tau Sis. Ke sini kan buat latihan, setelah itu pulang." Sisca termangu mendengar ucapan Rea. Hari gini ternyata masih ada anak yang nggak suka nongkrong. "Lo serius Re?" Rea mengangguk. "Kita jadinya mau ke mana Non?" Joko masih menunggu perintah dari Sisca. "Ya udah Pak, kita cari makan ke daerah deket rumah Rea aja." Sisca memutuskan . Joko mengemudikan mobil ke arah rumah Rea. Atas instruksi Sisca, Joko mengemudikan mobil dengan cukup perlahan. Di jok belakang mata Sisca sibuk mencari tempat yang nyaman untuk makan bersama Rea. "Pak, itu di depan ada MC D. Di sana aja Pak,"ujar Sisca. "Baik Non." Joko mengendarai mobil masuk ke area tempat makan yang dipilih oleh Sisca. Setelah memarkir mobil, Joko menunggu Sisca dan Rea keluar dari mobil. "Pak, ikut makan sama kita ya," ujar Sisca sebelum turun dari mobil. Joko tertegun mendengar ucapan Sisca. Baru kali ini Sisca mengajak dirinya untuk ikut makan bersama. "Non Sisca kesambet apaan ya? Tumben hari ini baik banget," gumam Joko. "Cepetan Pak! Udah laper nih!" Sisca berkata dengan suara keras. "Iya Non." Joko langsung keluar dari mobil dan mengunci mobil. Kemudian mereka bertiga berjalan menuju pintu masuk. Setelah tiba di dalam, mereka berjalan menuju antrian yang tidak terlalu ramai. "Untung belum ramai," ujar Sisca. "Coba kalo rame, bisa keburu pingsan gue karena laper." "Eh Re, kamu mau makan apa?" tanya Sisca. Rea mengangkat bahu. Karena sejujurnya dia belum lapar, dan ingin makan di rumah saja. "Ih ditanya malah begitu jawabannya," gerutu Sisca. "Aku jawab juga percuma Sis. Ntar yang nyampe pasti beda sama yang aku minta." Sisca tertawa mendengar ucapan Rea. "Ya habis lo kalo makan irit banget. Gue nggak suka liatnya." "Mending aku nyari tempat duduk aja," ujar Rea karena tidak ingin menanggapi ucapan Sisca. "Eh jangan. Biar Pak Joko aja yang cari." Sisca mencegah Rea pergi sambil menahan tangan Rea. "Iya Non Rea. Biar saya aja yang cari." Joko buru-buru pergi meninggalkan antrian dan mencari tempat duduk. Selesai memesan makanan dan membayar, Sisca dan Rea berjalan menuju tempat duduk yang sudah disiapkan oleh Joko. Kemudian mereka bergantian mencuci tangan, setelah itu barulah mereka makan. "Eh liat, itu ada Kak Calvin," ujar Sisca tiba-tiba sambil menunjuk ke arah pintu. Rea mengangkat wajahnya untuk melihat, dan tepat saat itu Robert yang baru masuk pun melihat mereka. Calvin cs berjalan menghampiri meja Sisca. "Kok kalian bisa ada di sini?" tanya Calvin. "Dan kamu," sambil menunjuk ke arah Sisca, "Kenapa masih pake seragam? Sedangkan Rea udah ganti baju?" "Lupa bawa ganti Kak." Sisca menjawab asal. "Berarti kita jodoh …." Calvin sengaja menggantung ucapannya. "Uhuk …," Sisca terbatuk mendengar ucapan Calvin. "Minum dulu Sis," ujar Rea sambil menyodorkan minuman milik Sisca. Sisca langsung meneguk minumannya, "Makasih Re." "Emang ucapan gue ada yang salah ya?" Calvin bertanya pada teman-temannya. "Nggak salah, cuma kurang tepat." Gerry mengoreksi. "Re, kenapa makannya cuma sedikit?" tanya Calvin melihat porsi makan Rea. "Oh, dia emang sedikit Kak makannya," celetuk Sisca jahil. Rea mendelik ke arah Sisca. Robert yang memperhatikan semua gerak gerik Rea, menyimak dan menyimpan semua informasi tentang gadis itu. "Kalian masih lama di sini?" tanya Calvin. "Nggak. Sebentar lagi mau pulang." Rea menjawab terlebih dahulu sebelum Sisca. Robert tidak berkata sepatah katapun. Namun, matanya memerhatikan Rea dengan seksama. Gadis itu seolah tidak peduli dengan kehadiran mereka. Dia memang beda dengan gadis-gadis lain, batin Robert. Kenapa jantung gue berdebar dengan kencang ya tiap kali ketemu Rea? Kembali Robert membatin. "Bet, kenapa lo diem aja dari tadi?" tanya Gerry. "Gue laper. Kita jadi mau makan nggak?" Robert menghindari pertanyaan Gerry. Robert berjalan meninggalkan meja Rea dan menuju antrian. Melihat Robert pergi, Gerry pun berjalan mengikuti. "Re, Sis, gue tinggal dulu ya." Calvin pamit dan pergi mengikuti kedua temannya. "Oalah …, temen-temannya Non Sisca pada ganteng banget," ujar Joko. "Aku cuci tangan dulu ya," ujar Rea sembari bangun dari kursi. "Ih …, itu anak semaunya aja deh," Sisca menggerutu. "Tapi Non Rea sepertinya anak baik Non. Bapak suka melihatnya." Joko memberi pujian pada Rea. "Kalo dia nggak baik, mana mau saya temenan sama dia Pak." Rea berjalan menuju tempat cuci tangan dan mencuci tangan hingga bersih. Setelah selesai, Rea berjalan kembali menuju meja. Namun, langkahnya terhenti karena saat itu Robert ada di hadapannya. "Kenapa udahan makannya?" tanya Robert. "Udah kenyang," jawab Rea singkat. "Makan tuh harus dihabiskan, nggak boleh ada sisa." "Kalo udah kenyang masa mesti dipaksain?" jawab Rea. Dan tanpa memedulikan Robert, Rea berjalan lagi. Namun, Robert menahan tangannya, "Lo pulang sama siapa?" dengan suara pelan Robert bertanya. "Maunya?" Rea balik bertanya. "Kalo gitu tunggu di sini sampe gue selesai makan. Pulang bareng gue!" Robert berkata dengan nada tegas. Rea melepaskan cekalan tangan Robert dan berjalan menuju mejanya kembali. "Kok lama Re? Habis ngapain lo?" tanya Sisca ketika Rea tiba di meja. "Banyak yang cuci tangan," Rea menjawab asal. Sisca mengerutkan kening mendengar jawaban Rea. Perasaan dari tadi nggak ada yang pergi untuk mencuci tangan, kecuali Robert. Timbul rasa curiga di hati Sisca, tetapi dia mencoba tidak menghiraukannya. Karena belum ada bukti nyata kalau ada sesuatu di antara Robert dan Rea. "Oh gitu," ujar Sisca. "Ya udah kalo gitu gantian sekarang gue yang mau cuci tangan." Sisca kemudian bangun dari kursi dan berjalan menuju tempat cuci tangan. Dia sempat melihat Robert berjalan kembali dari tempat cuci tangan menuju meja. "Jangan-jangan feeling gue bener. Entah Robert yang suka Rea atau sebaliknya." Sisca bergumam sambil terus berjalan. "Tapi kayanya Kak Calvin juga suka sama Rea. Haruskah peri cinta Sisca turun tangan?" Sisca tersenyum sendiri membayangkan dirinya akan menjadi penolong cinta untuk Rea. "Pasti seru," gumam Sisca. "Ayo kita pulang," ajak Sisca setelah kembali ke meja. "Ayo Non kita kemon," ujar Joko. Mereka bertiga berjalan meninggalkan MC D. Tepat sebelum mereka membuka pintu kaca untuk keluar, Robert mencekal tangan Rea. "Gue udah bilang, lo pulang sama gue," desis Robert. Rea melotot memandang Robert dan mencoba melepaskan celakanya tangan Robert. Namun, tenaga Robert lebih besar dibanding Rea. Dan lagi, Rea berusaha supaya tidak ada yang tahu tentang dia yang berlatih ilmu bela diri. "Nggak akan gue lepas sampe lo bilang iya," ancam Robert. Sisca pun urung keluar melihat Robert yang mencekal tangan Rea. Bingung harus melakukan apa karena saat itu wajah Robert terlihat begitu kaku dan dingin. Calvin dan Gerry pun terkejut melihat perbuatan Robert dari meja mereka. "Itu anak kenapa?" Gerry bertanya pada Calvin. "Mana gue tau. Dia kan nggak pernah bisa ketebak mau ngapain. Tapi sekarang gue was-was …." Calvin menggantung kalimatnya. "Was-was kenapa lo?" tanya Gerry. "Gapapa," ujar Calvin. "Kita samperin aja yuk," Gerry mengajak Calvin yang langsung disetujui Calvin. Dengan tergesa, Gerry dan Calvin berjalan menghampiri Robert dan Rea. "Kalian kenapa sih?" tanya Calvin setelah tiba di hadapan Robert dan Rea. "Bukan urusan kalian." Robert menjawab dingin. "Aku mau pulang. Tolong lepasin," ujar Rea pada Robert. "Lo tau aturannya kan. Tinggal pilih." jawab Robert. "Tapi tangan aku sakit," Rea berkata pelan. "Gue lepas tangan lo. Tapi lo pulang sama gue! Gimana?!" "Iya." Dengan terpaksa akhirnya Rea menyetujui permintaan Robert. "Mestinya gitu dari tadi!" sahut Robert dingin. Robert melangkah keluar dari MC D sambil memegang tangan Rea. Sedangkan Sisca, Gerry, dan Calvin melongo melihat kelakuan Robert. Sisca berlari keluar mengejar Robert, diikuti Gerry di belakang. "Kak! Tunggu!" seru Sisca agak panik. "Apaan lagi?!" "Itu Rea mau dibawa ke mana?" tanya Sisca setelah tiba di hadapan Robert. "Mau gue bawa pulang. Kenapa emang?" "Eng …, gapapa sih. Tapi tadi kan perginya bareng gue, masa pulangnya beda orang yang anter?" sahut Sisca agak takut. "Masalah buat lo?!" Sisca buru-buru menggelengkan kepalanya. Dia mendadak takut mendengar nada suara Robert yang dingin dan tidak bersahabat. "Bro, jangan galak-galak lo. Kasian anak orang," tegur Gerry. "Sis, kamu pulang sendiri ya, gapapa kan?" tanya Rea. "Elo nggak salah ngomong Re? Mestinya gue yang nanya, elo nggak masalah pulang sama dia?" Sisca berbisik di telinga Rea. "Aku gapapa. Sori ya." "Bet, gue mau ngomong bentar," ujar Gerry sambil memegang bagi Robert. "Tunggu gue di sini! Awas kalo berani kabur!" ujar Robert pada Rea. Robert berjalan mengikuti Gerry yang menjauhi tempat Rea menunggu. "Kenapa?" tanya Robert. "Elo udah nggak waras?" sambut Gerry setelah mereka hanya berduaan. "Elo nggak kasian sama dia? Main seret gitu aja! Kalo mau anter pulang, ngomong baik-baik!" "Gue bete ngeliat dia ramah banget sama Calvin!" "Elo cemburu?" tanya Gerry tidak percaya. "Nggak tau! Gue cuma nggak suka!" "Itu namanya elo cemburu Bet. Dan namanya elo beneran suka menuju jatuh cinta sama itu anak." Robert terpaku mendengar perkataan Gerry. "Benarkah dirinya jatuh cinta pada Rea?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD