CEO's Secret Room Bagian Sembilan

1064 Words
Setibanya di sebuah landasan pribadi yang cukup luas, satu unit pesawat pribadi Airbus A380 berwarna putih dengan tersemat warna biru muda di kedua sisi sayapnya. Tak lepas juga, tulisan De Barrac melengkapi badan pesawat yang baru saja dibeli Rhys seharga lima ratus juta dollar. Mobil sport yang digunakan Rhys, berhenti tepat tak jauh dari dua mobil van hitam yang sudah terparkir disana beberapa saat lalu. Dua orang anak buahnya segera menghampiri mobil Rhys dan membukakan pintu untuk Rhys dan Abigail keluar dari dalam sana. "Kau lama sekali!!" Gerutu Miller saat melihat Rhys lebih dulu keluar dari mobilnya. Tetapi, pandangan Miller beralih menatap Abigail yang juga keluar dari  dalam mobil wajah yang tak menggunakan make up, tapi masih terlihat menarik. Pria berambut gelap dengan mata besar itu menatap Abigail dari ujung kepala hingga kaki, lalu menatap Rhys yang memberi tatapan tajam pada Miller. Pria itu lebih dulu mendekat pada Miller dan menghentikan langkahnya tepat disamping sahabatnya itu. "Berhenti menatap wanitaku, atau ku potong gajimu!" ancam Rhys dengan tatapan tajam. "Hey!! Kau jahat sekali! Jika kau memotong gajiku, bagaimana dengan cicilan mobil sport ku?" sahut Miller. "Bukan urusanku!" jawab Rhys singkat. Tepat saat itu, Abigail kini sudah berdiri di samping Rhys dan menundukkan kepalanya sekali menyapa Miller. "Aku tidak akan menyapamu! Jika aku menyapamu, aku bisa mati ditangan pria ini. Aku hanya akan mengatakan, kau sangat menarik, Nona!" celetuk Miller seraya pergi meninggalkan Rhys dan Abigail. Wanita itu hanya tersenyum canggung, mendengar apa yang baru dikatakan pria yang baru saja berjalan pergi, meninggalkan Abigail dan Rhys dibelakang. Rhys hanya menoleh sesaat pada Abigail lalu kembali menatap punggung Miller dengan tatapan tajam. "Kau benar-benar ingin mati, Miller!" gerutu Rhys. Pria itu menarik pergelangan tangan Abigail dan mulai melangkahkan kakinya menuju pesawat. "Rhys, apa ini pesawatmu?" tanya Abigail sesaat sebelum menaiki tangga untuk memasuki badan pesawat. Rhys yang sudah berada pada anak tangga ke tiga segera menoleh ke belakang lalu menatap Abigail yang sedang menengadahkan kepalanya ke atas. "Ya! Ini pesawat pribadiku dan landasan ini adalah landasan pribadiku. Cepatlah! Masih banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan di California," ujar Rhys, dengan kalimat bernada perintah pada akhir ucapannya. Abigail pun sedikit berlari menaiki tangga, menyusul Rhys yang sudah lebih dulu masuk kedalam pesawat. Tepat saat wanita itu masuk, matanya kembali di suguhkan hal yang baru dilihatnya. Pesawat yang sangat vesar itu tidak terlihat seperti pesawat didalamnya. Dengan sofa-sofa yang terlihat nyaman tertata rapi. Abigail menatap takjub pada desain interior dalam pesawat tersebut. Terlihat mewah dan elegan. Wanita itu menundukkan kepalanya sekali, bermaksud menyapa Miller dan Ethan yang sedang duduk pada sofa memanjang. "Duduklah disini!" suara bariton dari sisi lainnya seketika mengalihkan pandangan Abigail. Wanita itu hanya bisa menuruti apa yang diperintahkan Rhys, lalu duduk berhadapan dengan pria yang menyelamatkannya tadi. Terdengar suara seorang pilot menyerukan jika pesawat sudah mulai take off, namun tak dihiraukan oleh Rhys, Ethan, Miller ataupun Abigail yang sedang fokus pada pikiran mereka masing-masing. Rhys menaruh tablet yang ada pada tangannya, lalu menatap Abigail. "Apa yang ingin kau tanyakan?" tanya Rhys tiba-tiba. Abigail mengerutkan dahinya. "Darimana kau tahu, aku ingin menanyakan sesuatu?" "Tertulis jelas diwajahmu!" sahut Rhys datar. Seketika Abigail mendengkus kesal melihat dan mendengar reaksi dingin dan datar dari pria itu. "Apa kau memang sedatar itu? Kau bahkan menciumku tiba-tiba, tapi kau sepertinya menganggap hal itu biasa!" protes Abigail. Terdengar suara tawa tertahan dari kedua teman Rhys yang kini sedang berpura-pura sibuk dengan ipad ditangan mereka. "Aku hanya menyelamatkanmu dari orang-orang yang akan mengejarmu!" sergah Rhys. "Tapi kau menikmatinya, Rhys!" timpal Abigail. "Siapa? Aku? Jangan bercanda! Kau bahkan tak menarik untukku!"ujar Rhys masih berusaha menolak mengakuinya. "Ya! Aku memang tidak menarik, tapi kenapa kau menciumku dan membuat bayangan itu kembali? Kau tahu, butuh perjuangan untuk aku melupakan malam itu!" Tiba-tiba saja, setetes air mata jatuh diatas wajah Abigail. Dan hal itu membuat Rhys seketika tercengang. Apa yang sudah dilakukannya pada Abigail saat itu, ternyata membekas dan menjadi trauma untuknya. Wajah dingin Rhys mulai terlihat menghangat. Pria itu menatap dalam pada mata Abigail yang kini dipenuhi airmata. "Aku minta maaf, jika apa yang aku lakukan membuatmu merasa tidak nyaman," ucapnya tulus walau fengan nada yang sangat datar. "Hah ... Hidupku benar-benar sial!" gerutu Abigail seraya menutup wajah dengan kedua tangannya. Rhys menoleh pada Miller dan Ethan yang juga sedang menatap ke arahnya. Dua sahabatnya itu hanya mengedikkan bahunya, dan tersenyum menggoda. Pikiran Rhys kini berkecamuk, satu sisi ia tak ingin Abigail tahu bahwa dirinya lah yang sudah meniduri wanita itu. Tetapi disisi lain, Rhys merasa bersalah jika ia tak memberitahukannya pada Abigail. Pria itu menghela napas sangat panjang. Ia berdiri dan beralih duduk disamping Abigail, membuat ia mengalihkan pandangannya dan menatap Rhys dengan mata sayunya. Rhys melepas jas yang sedari tadi dikenakannya lalu melonggarkan dasi yang tersemat pada lehernya hingga terlepas. Setelah selesai, pria itu membuka kancing pakaiannya satu persatu tanpa mengalihkan tatapan mata elangnya dari Abigail. "Apa yang kau lakukan, Rhys?!" tanya Abigail cukup keras. Rhys tak menggubris pertanyaan wanita dihadapannya itu. Ia terus melanjutkan aksinya hingga seluruh kancing kemejanya terlepas dan memperlihatkan tubuh sixpack dan atletis pria itu. Ethan dan Miller tak ingin melewatkan pertunjukan yang sedang dipertontonkan oleh sahabatnya. Mereka menaruh ipad yang sedari tadi mereka pegang lalu melipat kedua tangan diatas d**a. "Apa yang akan dilakukan pria menyebalkan itu?" tanya Miller dengan suara yang sangat pelan. Seulas senyum seketika terulas pada wajah Ethan. "Pertanyaanmu salah, Miller! Seharusnya kau tanya, bagaimana reaksi wanita itu?" timpalnya. Miller yang tak mengerti kembali memperhatikan Rhys dan Abigail yang masih saling mengunci tatapannya. Rhys menyibakkan sisi kanan kemeja yang dikenakannya, dan memperlihatkan tato pada d**a kanannya. "Sygma ..." gumam Abigail hampir tak terdengar. Seketika mata wanita itu membulat dengan sempurna. Sebelah tangan menutup mulutnya yang menganga. Perlahan, wanita itu beringsut mundur dengan airmata yang sudah menggenang di pelupuk matanya. Melihat reaksi yang diberikan Abigail,  membuat Rhys menghela napas cukup panjang. Rhys merasa tenang karena akhirnya, ia bisa memberitahukan bahwa dialah yang sudah mengambil hal yang selama ini dijaga oleh Abigail. Namun disatu sisi,  Ia merasa bahwa dirinyalah penyebab hancurnya wanita itu. Rhys berdiri dari posisinya dan berjalan menghampiri Abigail yang terus menjauh darinya. Saat Abigail tiba di pojok sofa, Rhys setengah berlutut dan menatap wajah Abigail dengan tatapan yang sulit di artikan. "Aku sudah katakan padamu, jika aku bukan pria baik-baik. Tapi, aku masih mempunyai rasa tanggung jawab dengan apa yang sudah aku perbuat. Aku tahu, kau wanita baik-baik. Dan aku merasa menyesal telah merebut mahkotamu dalam keadaan tidak sadar. Abigail, maafkan aku," tuturnya. "Aku sangat membencimu, Rhys. Aku tak ingin melihatmu lagi!" sahut Abigail dengan penuh penekanan. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD