Puti menggigit potongan terakhir roti bakar yang menjadi sarapannya kali ini dengan nikmat. Rasanya, apa pun makanan yang dimasakkan oleh bundanya, akan selalu terasa begitu nimat di lidah Puti. Bagi Puti, selalu ada candu yang membuatnya ingin terus menikmati masakan yang dibuat oleh bunda cantiknya itu. Setelah mengunyah rotinya itu, Puti pun meraih gelas susunya dan menenggaknya hingga tersisa setengah. Namun, saat itulah Puti mengernyitkan keningnya. Ia merasa jika sejak bertemu dengan bundanya pagi tadi, bundanya itu selalu memperhatikannya.
Hei, bukan berarti jika sebelumnya Yasmin tidak pernah memperhatikan Puti. Tidak perlu ditanyakan lagi, betapa Yasmin selalu memperhatikan dan mengistimewakan Puti. Hanya saja, Puti merasa ada yang aneh dalam bentuk perhatian bundanya pagi ini. Karena itulah, Puti menoleh pada Yasmin dan bertanya, “Bunda, apa Bunda ingin mengatakan atau menanyakan sesuatu pada Puti?”
Yasmin yang mendapatkan pertanyaan tersebut jelas terkejut. Ia tidak menyangka akan mendapatkan pertanyaan tersebut dari putrinya. Namun, Yasmin segera menyunggingkan senyum keibuan yang terlihat begitu lembut dan penuh kasih. Yasmin pun pada akhirnya berkata, “Bunda tidak memiliki apa pun yang perlu dikatakan padamu. Bunda hanya tengah berpikir, jika putri Bunda yang cantik sudah begitu besar. Waktu benar-benar tidak terasa bergulir dengan cepatnya. Padahal, rasnya baru saja kemarin Bunda mengejarmu yang masih tengah belajar berjalan, tetapi kini kamu bahkan sudah sebesar ini.”
Puti yang mendengar ucapan Yasmin mau tidak mau mengulum senyum. Dari lubuk hatinya yang terdalam, bagi Puti hanya Yasmin yang memang patut untuk dicintai dan mendapatkan penghormatan darinya sebagai seorang anak. Puti tentu saja menghormati dan menyayangi ayahnya. Namun, rasa hormat dan sayang Puti padanya tidak bisa dibandingkan dengan apa yang ia miliki pada bundanya. Lagipula, Puti juga sudah mengetahui hal apa yang terjadi di masa lalu, dan luka sebesar apa yang sempat Agam torehkan pada Yasmin. Karena itulah, Puti terkadang bersikap dingin pada Agam, walaupun Agam adalah ayah kandungnya sendiri.
Puti pun mengulurkan tangannya dan memeluk perempuan yang sangat ia kasihi itu dengan begitu eratnya. “Bunda, Puti memang sudah tumbuh besar, tapi Puti masih seorang anak kecil bagi Bunda. Puti masih membutuhkan kasih sayang dan perhatian Bunda. Karena itulah, Bunda tidak perlu sedih. Puti akan terus bertumbuh menjadi sosok yang lebih dewasa, tetapi Puti akan tetap menjadi putri kecil bagi Bunda,” ucap Puti.
“Apakah Puti hanya putrinya Bunda?” tanya Agam menyela pembicaraan antara Puti dan Yasmin. Tentu saja, di meja makan tersebut tidak hanya ada Puti dan Yasmin yang menikmati sarapan. Di sana juga ada Agam yang duduk di kepala meja, sebagai seorang kepala keluarga.
“Iya, Puti hanyap putrinya Bunda,” ucap Puti sembari menatap ayahnya. Namun, saat Agam akan menggerutu, Puti mengabaikan ayahnya dan kembali menatap bundanya dengan penuh kasih.
“Bunda, Puti sudah kenyang. Puti berangkat kuliah dulu, ya,” ucap Puti lalu membubuhkan sebuah kecupan manis pada pipi Yasmin.
Yasmin mengangguk dan memberikan isyarat, “Iya, ingat hati-hati. Jangan mudah terpancing emosi ya, Sayang. Jika ada apa-apa, katakan pada Nazhan, Alfa atau pada Tengku. Jangan menghadapi masalah apa pun sendirian, atau Bunda dan Ayah akan cemas.”
Puti mengangguk saat melihat isyarat bundanya. “Iya, Bunda. Puti akan mengingatnya. Sekarang, Puti berangkat ya.” Puti pun mengucap salam setelah mencium punggung tangan bundanya, dan mengabaikan tingkah protes Agam yang tidak dicium oleh putrinya tersebut. Puti sudah lebih dulu menghilang di ambang pintu dengan Nazhan yang mengikuti di belakangnya. Tentu saja Nazhan siap dengan setelah kasualnya dan akan sibuk seharian dengan dua tugas. Satu tugas sebagai pengawal sang nona muda, dan satu tugas lainnya sebagai seorang mahasiswa jurusan psikologi.
Netra Agam tampak mendingin saat menangkap sosok Nazhan. Tentu saja, ingin rasanya Agam menahan kepergian Puti dan Nazhan. Jika bisa, saat ini juga Agam menggantikan posisi bodyguard pribadi Puti. Sayangnya, Agam tidak bisa melakukan hal itu. Bisa-bisa, Puti mengetahui apa yang sudah Agam ketahui dari Alfa dan Tengku. Tentu saja, hal itu tidak akan berdampar baik. Maka, kini Agam hanya bisa diam dan melakukan semua rencana yang sudah ia susun rapi dengan perlahan, tetapi pasti.
Secepat orang berkedip, Agam pun menghilangkan kesan dingin tersebut dan menatap Yasmin yang kini menggenggam tangannya. Melihat istrinya itu, Agam sudah bisa menyimpulkan jika ada hal penting yang ingin dibicarakan oleh istri manis yang ia dapatkan dengan penuh perjuangan tersebut. Agam memasang senyum dan mengusap kernyitan pada kening istrinya dengan lembut. “Ada apa, Sayang? Apa yang ingin kamu katakan?” tanya Agam.
“Aku gelisah, Agam. Sepertinya, keputusanmu untuk menjodohkan Puti sangat tidak tepat. Mungkin, waktunya yang terlalu cepat untuk melakukan hal tersebut. Aku cemas, jika hal tersebut malah akan membuat Puti menjauh dari kita. Aku tidak mau sampai hal itu terjadi. Aku pasti akan merasa sangat hancur,” ucap Yasmin menggunakan bahasa isyaratnya yang begitu lancar. Tentunya Agam sama sekali tidak kesulitan untuk memahami apa yang ingin disampaikan oleh istrinya tersebut, karena dirinya memang sudah memahaminya dengan begitu jelas dan mendetail.
Agam menggeleng. Ia menggenggam salah satu tangan Yasmin dan menatap netra istrinya itu dengan penuh keyakinan. Saat ini, Agam akan berusaha untuk kembali meyakinkan Yasmin untuk mau mendukung keputusannya menjodohkan Puti dan Beltran. “Kamu tidak perlu merasa gelisah seperti ini, Sayang. Aku yakin jika ini keputusan yang paling benar. Puti pasti akan hidup bahagia jika benar menikah dengan Beltran. Pemuda itu benar-benar mencintai Puti. Aku sebagai seorang ayah dan sebagai seorang pria bisa melihat rasa cinta yang besar di kedua netra Beltran. Itu sudah lebih dari cukup bagiku untuk mempercayakan putri tercintaku padanya,” ucap Agam.
Yasmin menggigit bibirnya dan memberikan isyarat, “Aku masih tidak yakin. Kamu sendiri tau bukan, Puti sepertinya sama sekali tidak menyimpan ketertarikan pada Beltran. Aku cemas, jika Puti memang tidak akan menerima perjodohan ini.”
“Waktu bisa mengubah segalanya. Sekarang, mungkin Puti memang tidak memiliki perasaan apa pun pada Beltran. Tapi siapa yang tau apa yang akan terjadi nanti? Aku yakin, Puti akan luluh juga pada Beltran yang memang sudah terbukti memiliki perasaan yang dalam pada Puti sejak lama. Jadi, kamu mendukung rencana pertunangan ini, bukan?” tanya Agam kembali memastikan.
Namun, Yasmin kali ini mengernyitkan keningnya dalam-dalam. Sejak semalam, Yasmin memang sudah merasakan ada hal aneh. Ada sesuatu yang disembunyikan oleh Agam darinya. Hal ini berkaitan dengan alasan mengapa Agam terburu-buru untuk menjodohkan Puti dengan Beltran. Jika pun iya Agam setuju untuk menerima lamaran dari Beltran, dan ingin membuat putri mereka berjodoh dengan pemuda itu, kenapa Agam baru mengusulkan hal tersebut saat ini? Yasmin yakin jika ada hal yang lebih kuat yang menjadi dasar mengapa Agam sampai mengambil keputusan seperti ini.
Yasmin tahu seberapa besar cinta Agam pada Puti. Agam adalah sosok ayah yang sempurna, sosok ayah protektif, dan sosok ayah yang penuh kasih. Jadi, sudah dipastikan jika letak alasan dari keputusan Aga mini, tak lain dan tak bukan pasti berada di diri Puti sendiri. Yasmin menatap suaminya dengan lekat-lekat sebelum bertanya, “Aku yakin, ada hal lain yang mendasari keputusanmu untuk menjodohkan putri kita dengan Beltran. Apa itu? Jangan berpikir jika aku adalah orang bodoh. Cepat katakan! Apa alasanmu yang sebenarnya hingga membuat Puti harus berjodoh dengan Beltran?”
Agam menelan ludah kelu. Sepertinya, ia sudah mengambil langkah yang salah hingga membuat Yasmin sampai seyakin ini dengan kecurigaannya. Agam pun terdiam. Ia tentu saja tidak bisa mengatakan hal yang sesungguhnya pada Yasmin. Karena jika sampai dirinya mengatakan hal tersebut, sudah dipastikan jika dirinya akan mendapatkan semprotan penuh amarah dari istrinya itu. Namun, jika pun dirinya berbohong, Agam yakin jika Yasmin akan tahu kebohongannya dengan mudah. Lalu, sekarang apa yang harus Agam lakukan?