Nazhan Merasa Sangsi

1298 Words
    Puti dan Nazhan dengan kompak mengerjakan tugas mereka di perpustakaan kampus. Sebenarnya, Puti ingin mengerjakannya di rumah saja. Lagipula, tugasnya kali ini hanya perlu dikirim menggunakan email saja. Hanya saja, Nazhan harus mengerjakan tugasnya di perpustakaan, karena harus mencari bahan untuk materi tugasnya. Karena itulah, Puti mengalah. Lebih tepatnya tidak mengatakan jika tugasnya ini tidak perlu dikerjakan secara langsung di perpustakaan pada Nazhan. Puti merasa jika itu sama sekali tidak penting untuk diketahui oleh Nazhan.     Jika saja, Nazhan tahu jika Puti tidak perlu mengerjakan tugasnya saat ini juga, sudah dipastikan jika Nazhan akan mengantarkan Puti pulang terlebih dahulu, sebelum kembali ke kampus untuk mengerjakan tugasnya. Daripada hal itu terjadi, lebih baik Puti menyimpan hal ini sendiri. Bukankah mengerjakan tugas lebih cepat itu lebih baik? Lagipula, Puti merasa menghabiskan waktu bersama dengan Nazhan di perpustakaan, walaupun hanya untuk mengerjakan tugas akan terasa seperti berkencan di toko buku yang sepi. Bukankah itu manis? Jika tidak, mari abaikan pemikiran Puti yang selalu aneh ini.     Puti bersandar pada rak buku besar yang tentu saja lebih dari cukup untuk menahan berat badan Puti yang memang ringan. Ia membutuhkan waktu sekitar dua puluh menit untuk memilah buku mana saja yang ia butuhkan untuk mengerjakan tugasnya. Puti sudah menemukan beberapa buku yang ia butuhkan. Puti pun melangkah menuju kursi di mana Nazhan sudah berada di sana. Puti duduk di seberang Nazhan dan menatap pria yang berstatus sebagai bodyguard-nya tersebut. Puti bisa melihat betap berkonsentrasinya Nazhan dengan tugas yang tengah ia kerjakan tersebut. Puti meletakkan buku yang ia pegang dan memilih untuk mengamati wajah Nazhan yang tampak menarik di mata Puti.     Entah kenapa, bagi Puti wajah Nazhan terlihat lebih menarik daripada semua soal dan esai yang biasanya terasa sangat menarik bagi Puti. Lama kelamaan, Nazhan yang menyadari tatapan yang ditujukan oleh Puti padanya, tentu saja merasa agak terusik. Hal itu memaksa Nazhan untuk mengangkat pandangannya dari semua bukunya dan memilih untuk menatap Puti yang sudah dipastikan tengah menatapnya. Nazhan pun tidak bisa menahan diri untuk bertanya, “Apa ada yang ingin kamu katakan?”     Nazhan sama sekali tidak khawatir jika ada yang terganggu dengan pembicaraannya dan Puti. Karena ia memang sengaja untuk memilih meja paling ujung untuk belajar. Tentu saja untuk menghindari terganggu dan mengganggu dengan sesama mahasiswa atau mahasiswi yang juga tengah mengerjakan tugas di perpustakaan ini. Puti menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi lalu melipat kedua tangannya di depan d**a. Puti tampak tidak mau terburu-buru memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh Nazhan tersebut. Puti pun tersenyum dan menjawab, “Aku hanya berpikir jika semakin hari, aku semakin tertarik saja padamu.”     Nazhan menghela napas. Ia meletakkan bolpoinnya dan memberikan semua perhatiannya pada Puti. “Puti, sepertinya kita sudah membicarakannya berulang kali. Dan aku rasa, aku sudah memberikan jawaban yang sama berulang kali pula. Aku tidak bisa bersamamu. Kita sama sekali tidak bisa bersama. Level kita berbeda. Tolong mengertilah, dan lupakan semua perasaan yang kamu miliki untukku,” ucap Nazhan penuh keseriusan. Kedua netranya yang tertuju sepenuhnya pada Puti sama sekali tidak terlihat main-main dengan apa yang ia katakan barusah.     Nazhan tentu saja bersikukuh dengan apa yang sudah ia putuskan sebeulumnya. Ia tidak ingin membuat Puti terlalu larut dalam perasaannya. Nazhan juga tidak ingin sampai Puti mengembangkan perasaannya itu agar semakin membesar. Karena sekeras apa pun Puti berusaha, Puti tidak akan mendapatkan hatinya atau bisa menjadi kekasihnya. Tentu saja, Nazhan tengah menempatkan dirinya sebaga seorang bodyguard, bukan sebagai seorang putra dari pengusaha Ahmar Al Kharafi yang kaya raya.     Puti mengganti posisi duduknya menjadi meletakkan kedua tangannya di atas meja, dengan posisi duduk yang agak mencondong ke arah Nazhan. “Bukankah sudah berulang kali pula aku mengatakan jika aku tidak peduli dengan perbedaan level yang kamu sebutkan? Aku benar-benar tidak peduli dengan level yang sudah kamu sebutkan itu,” ucap Puti seolah-olah tengah mengejek Nazhan dengan mengulang beberapa kata yang semula digunakan oleh Nazhan saat menegaskan jika dirinya meminta Puti untuk melupakan perasaannya pada Nazha. Tentu saja, Nazhan yang mendengar apa yang dikatakan oleh Puti mengernyitkan keningnya dalam-dalam.     Puti memang tidak mengatakan kebohongan. Katakanlah, saat ini Puti memang sudah tahu identitas asli dari Nazhan, tetapi Puti tidak peduli dengan hal itu, selain hal itu memang bisa ia gunakan sebagai senjata untuk menjerat Nazhan dengan pesona yang sudah ia siapkan. Karena menurut Puti, Nazhan sudah menarik dengan apa adanya. Nazhan dan statusnya sebagai seorang bodyguard pribadinya, sudah terasa sangat menarik bagi Puti. Tanpa identitas aslinya, Nazhan pun sudah begitu menarik, jadi Puti sama sekali tidak butuh identitas Nazhan sebagai putra tunggal dari keluarga Al Kharafi.     Melihat Nazhan yang masih terdiam, Puti pun sama sekali tidak melepaskan kesempatan untuk mengatakan semua hal yang ia pikirkan. “Jika pun, aku harus membuat dobrakan pada level tersebut, aku sama sekali tidak keberatan untuk memulai semuanya dari awal atau dari  bawah denganmu, Nazhan. Kenapa? Karena aku yang akan memastikan, semua yang kamu inginkan tercapai. Katakanlah, kita hidup sulit bersama. Namun, hal itu tidak akan bertahan lama. Aku memiliki segudang cara untuk membuat semua yang kita inginkan terwujud dengan mudahnya,” ucap Puti dengan penuh percaya diri. Rasanya, Puti memang tidak akan pernah lepas dengan rasa percaya dirinya yang begitu kuat tersebut.     Nazhan yang mendengarnya tentu saja tidak bisa menahan diri untuk terkejut. Rasanya, aneh sekali saat medengar sang nona muda yang selalu hidup bergelimang harta dan dimanjakan oleh semua fasilitas yang disiapkan oleh kedua orang tuanya, mengatakan jika dirinya siap untuk hidup sulit tanpa memiliki apa pun, dan memulai semuanya dari awal. Entahlah, Nazhan sendiri tidak sepenuhnya percaya dengan apa yang dikatakan oleh Puti saat ini.     Nazhan tahu, jika Puti adalah nona muda yang sangat unik. Cara berpikir dan sudut pandangnya selalu berbeda serta tidak bisa ditebak oleh siapa pun. Nazhan juga tahu, jika Puti selalu memiliki cara untuk ke luar dari situasi sesulit apa pun itu. Namun, Nazhanmerasa sangsi jika Puti memang bisa hidup tanpa memiliki sokongan dari kedua orang tuanya. Puti sejak lahir sudah memegang sendok emas. Tidak mungkin rasanya jika Puti membuang sendok emas itu, dan memilih menggunakan sendok plastik yang bahkan tidak memiliki harga. Rasanya, Nazhan sulit menerima apa yang dikatakan oleh Puti. Ia tidak bisa percaya.     Tentu saja, apa yang dipikirkan oleh Nazhan tersebut dengan mudah terbaca oleh Puti yang sejak tadi masih menatap Nazhan dengan begitu lekat. Puti menyeringai ia semakin mencodongkan tubuhnya akan semakin mendekat pada Nazhan. “Jangan berpikir jika aku mengatakan omong kosong, hingga kamu tidak mempercayai apa pun yang aku katakan. Karena aku sama sekali tidak pernah mengatakan omong kosong. Selama hidupku, aku selalu menepati apa pun yang aku katakan. Jadi, jangan pernah berpikir jika aku hanya anak manja yang tidak bisa hidup dengan serba pas-pasan. Karena aku adalah Puti. Aku, bisa melakukan apa pun, termasuk hidup tanpa memiliki harta sepeser pun.”     Nazhan menelan ludah saat Puti begitu dekat dengannya. Ia berusaha untuk menjauh dari wajah manis Puti yang begitu dekat dengan wajahnya. Puti memang mengikis jarak hingga menyisakan beberapa sentimeter saja antara wajahnya dan wajah Nazhan. Puti pun tersenyum melihat rekasi gugup atau bisa dibilang mati gaya tersebut. Puti menarik diri dan kembali bersandar dengan santai di sandaran kursi. Namun, Puti masih bisa menangkap jika Nazhan keterkejutan bercampur dengan rasa tidak percaya. Hal tersebut rupanya memantik rasa geli pada diri Puti.     “Kamu masih tidak percaya padaku?” tanya Puti pada Nazhan memastikan apa yang tengah dirasakan oleh Nazhan saat ini. Meskipun, sebenarnya Puti sudah bisa mengambil sebuah kesimpulan dari ekspresi yang kini tengah ditampilkan oleh Nazhan di hadapannya. Namun, Puti tetap menginginkan jawaban dari Nazhan yang tentunya akan mengonfirmasi semua yang Puti telah pikirkan ini.     Nazhan ragu, dan tak bisa menahan diri untuk mengangguk. Puti pun terkekeh dengan gelinya. Teringat dengan di mana dirinya kini berada, Puti pun menutup bibirnya untuk menahan kekehannya kembali meledak begitu saja. Puti kembali menetap Nazhan yang tampak terpesona dengan Puti yang sebelumnya tertawa dengan wajah lepas dan dihiasi oleh senyum yang sangat mahal menurut Nazhan. Puti memiringkan sedikit wajahnya sebelum berkata, “Kamu harus percaya dengan apa yang aku katakan, Nazhan. Karena aku, Puti Grahita Risaldi. Aku tidak pernah main-main dengan ucapanku.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD