Bab 3

878 Words
Tak terasa hari telah berganti begitu cepatnya. Sifat-sifat manusia baik pun mulai terkikis oleh kelicikan. Pohon-pohon yang layu sudah tampak tumbuh kembali, sedangkan yang tumbuh sudah tampak berbuah.   Ya, semuanya tampak berubah.   Ada yang berubah baik. Ada juga yang buruk.   Sama halnya seperti hidupku yang sudah berubah semenjak berakhirnya hubunganku dengan Bintang.   Aku tidak tau apa ini baik atau buruk.   Karena yang ku tau hidup ku jadi tidak jelas.   Aku yang biasanya mondar mandir menjahili teman sekelasku pun hanya bisa diam karena kemana aku pergi maka aku akan selalu berpapasan pada sosok yang seharusnya aku hindari.   Aku menunduk memainkan ponselku dalam diam.   Biasanya Bintang akan menghampiriku dan bertanya-tanya kenapa aku. Kemudian disusul oleh Fawwaz dan Jay. Kedua sohibnya itu.   Namun sekarang tidak lagi.   Bintang malah memilih menghampiri kelompok cewek dibagian paling pojok kelas. Kelompok Ziva. Cewek yang dulu sempat suka pada Bintang tetapi Bintang menolaknya sebelum dia bertindak duluan.   Bintang bilang dia menyukai ku. Jadi, apa ada alasan bagus untuknya menerima Ziva di kehidupannya?   Kalau kalian tanya bagaimana reaksiku, perasaanku melihat Bintang sekarang yang malah kelihatan dekat dengan dia.   Maka aku akan senang hati menjawab dengan suara yang tegas, lantang dan jelas.   Aku sakit hati.   Bagaimana tidak? Bintang... Sosok yang masih aku sayangi sampai saat ini. Tidak lagi pernah berpaling dari Ziva kepadaku.   Bintang. Tidak lagi mengajakku berbicara jangankan berbicara dalam radius sepuluh meter saja dia langsung melesat pergi. Tak ingin berada dalam ruang lingkup ku.   Aku menghirup napas dalam-dalam, membuangnya secara perlahan.   Aku ingin meledak setiap mendengar suaranya yang menggoda Ziva atau pun Salma atau pun Vira! Rasanya ada sesuatu dalam hatiku yang terenyuh... Menyesakkan.   Aku menaruh telapak tanganku di atas d**a sebelah kiri. Mengucapkan kalimat 'tenanglah... Kau baik-baik saja' setiap kali rasa itu datang. Berharap bisa menguranginya walau sedikit.   Tetapi ketika suara ledakan ketawa Bintang dengan mereka.   Aku tau.   Sekeras apapun aku menenangkan hatiku. Hasilnya tetap sama.   Hancur dan sakit.   ⚫   Malam itu aku sedang tidur-tiduran didalam kamar. Menghabiskan waktu istirahatku dengan menangis. Menangis. Menangis. Dan menangis seraya di iringi oleh lagu yang membuat tangisanku kian menderas.   Ponselku berbunyi. Benda putih itu berbunyi memberikan ku tanda bahwa ada sebuah notif yang masuk.   Yudho: Lo kenapa sama Bintang?   Aku tak berniat membalasnya.   Lalu aku beralih ke social media bergambar huruf 'a' kecil namun besar memenuhi kotak berwarna biru agak tua.   Masih sama Bintang? -anonymous-   Aku menghela napas. Dengan gerakan santai aku membalasnya dua titik bintang dengan tanda buka kurung. Emot sedih.   "Lan, mamah sama papah mau pergi dulu ya?"   Buru-buru aku mengelap air mata dan mencoba menetralkan suaraku agar kelihatan normal.   "Mau kemana?"   Berhasil. Suara pintar yang menurut pada sang pemilik. Andaikan hati ku juga ikut menurut.   "Keluar sebentar. Yasmin dan Key ikut. Hati-hati dirumah kak! Jangan lupa kunci pintu."   Aku menggumamkan kata iya.   Suara derum mobil terdengar dari luar semakin lama semakin tak terdengar.   Mamah dan papah beserta kedua adikku telah pergi.   Aku, sendiri lagi.   Seperti inilah kehidupanku.   Sunyi. Sepi. Gelap.   Aku beranjak dari ranjangku menuju teras rumah.   Diluar sepi. Maklum. Sudah jam sembilan malam.   Aku terduduk di kursi kayu yang menghadap langsung ke arah langit.   Aku menengadah memandangi langit yang gelap gulita.   Aku berharap bisa melihat bintang.   Bintang yang ku maksud adalah benda langit yang bersinar disana, setiap malam dia akan muncul menemani bulan biasanya. Kegiatannya tak akan pernah absen.   Tetapi, hari itu. Aku tak melihat bintang.   Dia menghilang membiarkan bulan menyinari bumi seorang diri.   Lalu mataku berputar kearah timur.   Disana, aku menemukan setitik cahaya kelap-kelip. Kecil. Jauh. Tak terjangkau.   Ah, itu bintang!   Walau hanya satu. Kecil. Tak begitu terlihat. Jauh. Dan tak berdampingan dengan bulan.   Tetapi aku bisa menemukannya. Aku bisa melihatnya. Aku bisa tau dimana ia berada sekarang.   Ia bersembunyi dari gemerlapnya cahaya bulan.   Tiba-tiba aku teringat akan sesosok bintang permata hatiku.   Sesosok bintang indah yang pernah ku gapai sebelum akhirnya genggamanku aku lepaskan demi melihatnya bahagia... Meski tak bersamaku.   Ya, dia. Bintang Fadillah.   Aku menyukai Bintang. Seperti pohon pada akar. Seperti gas pada kompor.   Tak ada alasan yang pas untukku deskripsikan semuanya.   Karena bagiku, Bintang adalah sesuatu hal yang sangat berharga didalam hidupku.   Aku tak pernah selemah ini sebelumnya tetapi karena Bintang aku sadar bahwa aku lemah. Lemah jika ditinggalkan seorang diri.   Bintang, sama seperti nama benda di langit.   Sinarnya yang membantu bulan menerangi bumi ketika gelap menyambutnya ketika tak ada lagi cahaya yang dapat meneranginya.   Aku sadar.   Sekarang Bintang tak ada lagi disisiku. Membantuku menerangi setiap titik sudut gelap dalam hatiku.   Lantas mengapa langit gelap padahal bulan dan bintang masih bercahaya gemerlap?   Apa karena dua manusia yang mempunyai nama sama seperti dua benda spesial itu cahayanya meredup?   Aku tau.   Dewa langit marah padaku yang sudah memberikan efek kecanggungan antara bulan dan bintang sehingga mereka tampak saling menghindari.   Ketika bulan bergerak kearah timur maka bintang akan bergerak ke selatan. Ketika bintang kearah barat maka bulan melangkah kearah utara.   Saling tolak-menolak.   Oh, Tuhan.   Oh, Dewa langit.   Bolehkah aku memohon satu hal?   Jika memang kau tak terima karena aku dan Bintang tak lagi saling berpegangan tangan jangan biarkan bulan dan bintang dilangit saling menjauh.   Biarkan aku dan Bintang yang begitu di dunia asalkan dua benda indah itu tidak dan terus bersisian hingga tak terhitung waktu yang telah mereka habiskan dengan berdua.   ⚫   Bulan selalu galau. Bulan selalu sedih. Bintang menjauh. Bintang telah hilang.   Mereka saling merasakan kehilangan namun tak mampu untuk saling bersatu kembali.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD