ENAM

1300 Words
MARCO   Seminggu ini aku makin akrab dengan Clarissa. Dan hebatnya, Aga juga akrab dan Aga sudah banyak berubah. Aku sedang dalam perjalanan menjemput Aga. Sekarang aku selalu meluangkan waktu untuk menjemput Aga. Sekalian bertemu Clarissa hahaha. Aku masuk ke bangunan sekolah dan melihat Aga dan Clarissa sedang naik ayunan. Mereka seperti berlomba-lomba siapa yang paling tinggi. Kalau saja Aga tidak tertawa. Mungkin aku akan marah karena ngeri melihatnya, takut jatuh. Tapi aku tidak akan mengulang kesalahan lagi. Aku menghampiri mereka berdua. Lalu membantu Aga dengan mendorong ayunannya. “Naah, juara nih Aga.” kataku. Clarissa tiba-tiba menoleh. Kaget melihat aku yang tiba-tiba muncul. “Yaaa, curaang.” serunya. “Lagi, Ayah. Yang kenceeeeng.” kata Aga semangat. Setelah beberapa saat main ayunan, aku mengajak Aga pulang. “Terima kasih yaa Miss Clarissa.” Kataku sebelum pamit. “Iyaa Pak Marco.” Jawabnya “Jangan formal gitu ah. Berasa di ruang kepala sekolah.” kataku sambil tersenyum “Yee kamu duluan yang panggil Miss.” “Abis kan ada Aga.” “Oke duluan yaa.” Ujar Clarissa lalu ia mengambil tasnya dari tiang di bawah ayunan. “Sip.” “Ayaah, Aga laper.” kata Aga saat Clarissa pergi “Ayoo, kita makan diluar.” Kataku. Kami berjalan berdua menuju parkiran, saat mobilku mau keluar aku melihat Clarissa sedang berdiri di dekat pos satpam. Aku langsung menurunkan kaca jendela “Clar, ngapain?” Tanyaku. “Nunggu ojol.” Jawabnya. “Bareng aja sini.” “Duh gak usah, repotin.” “Ayoo Miss, sama kita aja.” sahut Aga. “Iya, cancel aja. Ayo sini bareng.” Kataku. Clarissa lalu meraih ponselnya dan menelefon seseorang. Menit berikutnya ia berjalan kearah mobilku. “Gak apa-apa nih?” Tanyanya. “Gak apa-apa banget, ayo masuk.” Ajakku. Lalu ia membuka pintu belakang dan duduk di tengah. “Kita mau makan dulu, Miss Clariss ikut yaa.” Ajak Aga dengan nada riang. “Ehhh, yaa tahu gitu gak usah bareng.” Sahutnya. “Emang kenapa?” Tanyaku. “Ya gak enak laah.” “Udah gak apa-apa.” Aku mengemudikan mobilku menuju salah satu resto keluarga. Setelah memarkirkan mobil aku mengajak Aga dan Clarissa keluar. “Ayoo!” Clarissa jalan di belakangku, membuntuti aku dan Aga. Aku memilih tempat di lesehan dan duduk di situ. Setelah memesan makanan aku memperhatikan Aga dan Clarissa mengobrol. Mereka akrab layaknya kakak-adik. Atau bisa juga ibu dan anak. Walaupun Clarissa terlalu muda untuk punya anak seumur Aga. Makanan yang kami pesan sudah datang. Di luar dugaan, Aga meminta disuapi oleh Clarissa. Dan Clarissa mau saja menuruti permintaannya. “Aga ah, kok repotin Miss Clariss.” Kataku. “Udah gak apa-apa, Mar.” sahut Clarissa. Aku memerhatikan Clarissa yang menyuapi Aga. Ia terlihat cekatan dan sayang kepada Aga. Apa aku harus mendekati Clarissa? Bukan sebagai guru dan orang tua. Tapi sebagai laki-laki dan perempuan. Clarissa sepertinya sosok yang tepat untuk mendampingiku. Hahahha, gilak! Apa-apaan aku?! Tapi… bisa kali ya? Setelah bercerai aku sudah 2 kali berganti pacar, namun mereka semua langsung menghilang saat aku jujur kalau aku sudah punya anak. Tapi Clarissa, ia sepertinya bisa menerima Aga. Tapi apa ia mau bersamaku? Atau ia masih punya hubungan dengan mantan tunangannya itu? Aku melanjutkan makananku. Aga sudah selesai makan dan sekarang ia sedang melihat ikan yang ada di kolam. Clarissa makan dalam diam. “Clar?” Panggilku “Iyaa?” “Kamu dulu kuliah di mana?” Tanyaku membuka obrolan. “Di ITB. Kenapa gitu?” Tanyanya. “Engga, penasaran aja. Jurusan apaan dulu?” “Teknik Kimia.” jawabnya. “Waw. Kok malah jadi guru SD?” Tanyaku. “Dulu sempet kerja di freeport setaun. Cuma resign dan pindah ke sini.” Kerja di freeport setahun dan menjadi guru 2 tahun. Aku menebak bahwa umurnya sekarang ini sekitaran 25 atau 26 tahun. Well tidak beda terlalu jauh. Kami diam kembali. Aku sudah menyelesaikan makanannku, begitupun Clarissa. “Rumah kamu di mana?” Tanyaku. “Deket sini, di BNR juga kok.” jawabnya. Wah kebetulan sekali aku mengajak makan di Rumah Air siang ini. “Oh, yaudah ku anter sekalian aja.” “Gak usah, aku tadinya mau ke gramed.” Katanya “Yaudah bareng lagi aja. Searah kok.” “Emang rumah kalian di mana?” Tanyanya “Di Bogor Raya.” kataku. “Gila! Kamu dari Bogor Raya nyetir ke sini terus entar balik lagi ke Bogor Raya?” katanya. Aku hanya tersenyum. Ya, aku menyekolahkan Aga di dekat rumah, Sekolah Bogor Raya. Dekat dari rumah jadi bila aku tidak bisa menjemput, Bi Minah bisa minta anter supir menjemputnya. “Jalan-jalan.” Jawabku santai sambil tersenyum, dan Clarissa mengangguk dengan senyum tipis yang manis.   Setelah aku membayar, kami langsung meluncur menuju gramedia. Kali ini Clarissa lah yang di sampingku karena Aga sudah tertidur di jok belakang. Setelah men-drop Clarissa di Botani Square, aku langsung tancap gas menuju rumah.   ** ** CLARISSA   Lagi-lagi gramedia. Dua tahun terakhir, toko inilah yang paling sering ku kunjungi. Hampir seminggu tiga kali aku ke sini. Setelah membeli beberapa novel aku memesan Grab, sore ini aku berniat mengunjungi rumahku dan Alec. Sesampainya di rumah, aku langsung membuka pintu-pintu kaca. Agar udara masuk. Rumah ini sudah sangat lengkap. Bahkan banyak foto pre-wedding kami yang terpajang rapi di sudut-sudut ruangan. Alec benar-benar menyiapkan rumah ini dengan baik. Kami selalu sharing apa saja yang diinginkan untuk mewujudkan dreamhouse kami. Tapi sialnya kita malah tidak pernah tinggal bersama di rumah ini. Lalu aku menuju kamar, mengamati hiasan dinding zebra yang kupasang untuk mengisi kekosongan. Harusnya disitu terpajang foto kami berdua di atas pelaminan, hanya saja. Foto itu tak pernah ada. Aku mengambil pigura kecil yang berisi foto Alec sendiri. Menatapnya yang sedang tersenyum ke kamera. “No, kok kamu perginya cepet banget. Kita cuma 7 tahun sama-sama. Ngelaluin semuanya sama-sama. Tapi kenapa kamu ninggalin itu semua?” Aku tersenyum pada foto Alec. Lalu meletakkan pigura itu lagi di kepala kasur. Sejenak aku diam. Memikirkan apa yang akan ku lakukan selanjutnya. Ibun menyuruhku mencari orang baru, tapi Ibun tidak mau aku jadi jauh. Yang artinya kalau aku harus mencari orang baru, orang itu harus menerima keluarga Alec juga. Harus menganggap Ibun sebagai ibunya, menganggap Alice sebagai adiknya. Sama seperti apa yang kulakukan. Ibun ingin aku bahagia. Padahal kebahagiaanku itu bersama Alec. Tapi Alec sudah pergi, kejam kah aku kalau aku mencari kebahagiaan selain Alec? Alec sosok pria yang setia. Sosok pria yang benar-benar melengkapi semua kekuranganku. Bisakah aku mencari yang seperti Alec? Jujur, sejak kepergian Alec aku belum pernah sekalipun mengunjungi makamnya. Hanya sekali aku ke sana saat upacara pemakamannya. Aku tak bisa mengunjunginya, terlalu berat untukku. Mengunjungi makan Alec sama saja dengan mengunjungi makamku sendiri. Segala sesuatu tentang Clarissa Pratama terkubur bersama jasad Alec. Aku bangkit dari kasur. Hari sudah hampir gelap, aku harus pulang. Pukul 6 sore, lampu teras rumah ini otomatis menyala. Memperlihatkan keindahan bagian dalam rumah. Aku keluar dan pergi dari rumah, menggembok kembali pagar besi yang berhias pagar beton yang melindungi rumah. Aku berjalan tak karuan, sampai aku melihat tukang ojek. “Bang, ke BNR yaa.” Kataku “Ya Alloh neng. Jauh amat?” “Saya kasih 300 ribu.” Kataku “Okee siap.”   Setibanya di rumah, Mama dan Papa sedang asik menonton TV. “Dari mana aja, Sa? Pulang malem gini.” tanya papa “Dari cimanggu city.” jawabku lalu masuk ke kamar. Aku sudah sangat lelah hari ini. Ingin langsung mandi dan beristirahat. Jadi tak perlu banyak basa-basi. Setelah selesai mandi, aku mengecek ponselku. Ada chat wasap dari Marco siang tadi.   Pak Marco: Thanks yaa udah temenin makan   Me: Iya, sama-sama. Terima kasih juga udah ntraktir terus.   Aku membalas chat itu. Tak berapa lama Marco membalas pesanku. Jadilah kamu chatting.   Pak Marco: Anytime, Clar. Baru pegang hp ya? Me: iya hehehe Pak Marco: Sibuk emangnya tadi? Me: Cari buku tadi rada lama. Terus mampir ke tempat lain Pak Marco: Kenapa gak bilang? Kan bisa aku anter Me: Bisa sendiri kok. Gak enak repotin terus Pak Marco: Aku yang gak enak, kamu sering direpotin Aga Me: Gak apa-apa, aku seneng temenin Aga.   Lalu kami chat sampai malam. Aku memutuskan tak membalas chat selanjutnya karena mengantuk.   ** **   MARCO     Aku memberanikan diri mengajak Clarissa makan malam. Namun ia tidak membalas chat WA-ku. Oh s**t. Apa ini terlalu cepat untuk pendekatan? Atau Clarissa tidak tertarik padaku? s**t. s**t. s**t. Akhirnya malam ini aku tertidur dengan perasaan yang tidak nyaman. Paginya aku terbangun, ada 2 pesan WA dari Clarissa. Dengan tegang aku membukanya Miss Clar: Dinner? Dalam rangka apa? Sorry ya semalem tidur   Segera aku membalasnya Me: Gak dalam rangka apa-apa. Ya ngajak keluar aja Miss Clar: Kapan? Me: Jumat malem, gimana? Miss Clar: Duh jumat gak bisa, maaf Me: Kalo minggu? Miss Clar: Aku ke Bandung, minggu malem baru pulang. Maaf Me: Yaudah reschedule aja dinnernya. Tapi maukan? Miss Clar: Iyaa Me: Oke, thanks Clar.  Have a nice day :))     Lalu ia tidak membalas pesanku. Bandung? Ngapain Clarissa ke Bandung? Oh s**t. Salah gak sih aku ngajak dia keluar? Kalo dia masih ada hubungan sama mantan tunangannya gimana? Poor Marco.   *** TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD