Seperti kemarin, Aexio tak dipersilahkan oleh Ophelia untuk masuk ke kediamannya. Pria itu diminta untuk menunggu di depan pintu.
Namun kali ini Aexio melanggar, ia sudah sangat penasaran dengan isi kediaman Ophelia. Apakah kediaman itu sangat berantakan hingga ia tak boleh masuk?
Pemikiran Aexio lenyap seketika. Kediaman Ophelia sangat rapi. Lantas, kenapa wanita itu melarangnya masuk.
"Apa yang Anda lakukan disini?" Ophelia terlihat tak suka.
"Aku lelah berdiri di luar." Aexio menjawab seadanya. Ia duduk di sofa tua milik Ophelia. "Kau bukan wanita jorok tapi aku heran kenapa kau melarangku masuk." Aexio mengamati sekelilingnya. Ruang sempit itu tak ada cela untuk dihina.
"Tempat ini tak cocok dengan Anda." Alasan Ophelia tidak membiarkan Aexio masuk karena ia pikir tempat tinggalnya yang jauh dari biasa saja tak cocok untuk Aexio.
"Lalu kau pikir di sana cocok untukku?" Aexio menunjuk ke depan pintu, "Waw, kau tahu cara memperlakukan tamu dengan baik." Aexio mencibir Ophelia.
Ophelia tak menyahuti cibiran Aexio, ia mengambilkan minuman kaleng untuk Aexio.
"Habiskan! Ini minuman terakhir yang saya milikki."
Aexio tersenyum lalu mengangguk, "Kau sangat baik. Aku akan membawa minuman sendiri ketika aku datang kemari."
Ophelia meninggalkan Aexio, ia masuk kembali ke dalam kamarnya. Memakai sedikit pelembab bibir dan bedak lalu kembali ke ruang tengah.
"Sudah siap?" Tanya Aexio.
"Hm."
Aexio bangkit, "Ayo kita pergi."
Ophelia melangkah mengikuti Aexio. Ia mengunci pintu rumahnya dan mengeceknya berkali-kali.
Aexio tertawa kecil, Ophelia sangat teliti.
Hari ini Aexio akan membawa Ophelia ke sebuah butik. Mereka akan memilih pakaian untuk pernikahan mereka. Sementara sisanya Kath yang akan mengurusnya.
"Ada apa?" Aexio memperhatikan wajah Ophelia yang nampak bingung ketika diajak masuk ke butik.
"Ophelia, kita memang melakukan pernikahan yang sederhana tapi tetap saja kau harus menggunakan gaun yang indah." Aexio mengerti pemikiran Ophelia. Wanita ini mungkin berpikir ingin menggunakan gaun biasa saja. "Ayo." Aexio kembali melangkah.
Di dalam butik itu terdapat beberapa gaun yang indah. Aexio meminta Ophelia untuk memilih tapi sepertinya Ophelia kebingungan dan akhirnya Aexio menunjuk satu gaun indah yang tidak terlalu terbuka.
Ophelia mencoba gaun itu, ia tertegun memandangi penampakan tubuhnya di cermin besar di depannya. Ia seperti putri di dalam dongeng.
Aexio juga mencoba setelan putih yang senada dengan gaun Ophelia. Ia keluar setelah mencobanya. Menunggu Ophelia yang sesaat kemudian keluar dari ruang ganti.
Mata Aexio mengagumi apa yang ia.lihat saat ini. Ophelia sangat cocok dengan gaun yang ia kenakan. Terlihat begitu indah, seperti sebuah boneka hidup.
"Kau cantik." Aexio memuji Ophelia.
Ophelia merona karena pujian Aexio. Ia ingin membalas pujian Aexio tapi kalimat itu tak terucap. Ia lupa caranya memuji orang. Tapi Ophelia memgakui bahwa Aexio sangat tampan. Tidak hanya hari ini tapi sejak pertama ia melihat Aexio, ia mengakui bahwa pria itu sangat tampan.
"Kemarilah, kita berfoto dulu." Aexio meraih tangan Ophelia. Sebuah sentuhan yang membuat darah Ophelia berdesir. Jantungnya berdebar lain dari biasanya.
"Tolong fotokan kami." Aexio memberikan ponselnya pada pramuniaga butik.
Aexio dan Ophelia berdiri di dekat jendela butik. Tangan Aexio meraih pinggang Ophelia, ia tersenyum melihat ke ponselnya sementara Ophelia hanya memasang wajah datar. Ophelia tengah menahan kekacauan yang ditimbulkan oleh tangan Aexio di pinggangnya.
"Nona, senyum." Pramuniaga butik meminta Ophelia untuk tersenyum.
Ophelia tersenyum. Dan kali ini foto yang diambil sangat memuaskan. Aexio dan Ophelia terlihat sangat serasi.
Tak ingin semakin kacau karena tangan Aexio, Ophelia melepaskan diri dari Aexio.
**
Ophelia memegang kartu nama ibunya. Ia ragu untuk memberitahu ibunya tentang pernikahannya.
"Halo." Ophelia akhirnya memilih untuk menghubungi ibunya.
"Akhirnya kau menghubungi Ibu juga."
"Aku akan menikah."
Hening.
"Jika kau ingin datang maka datanglah jika tidak ingin tidak masalah."
"Ibu akan datang." Anne menjawab cepat. Putrinya akan menikah tentu saja ia akan datang. "Bisakah kau membawa calon suamimu pada Ibu?"
"Untuk apa?"
"Ibu hanya ingin sedikit mengenalnya."
"Aku tidak tahu dia bisa atau tidak."
"Ayolah. Ibu tak akan membuat masalah."
"Aku akan menghubungimu lagi nanti."
"Baiklah."
Ophelia memutuskan sambungan telepon itu. Ia beralih menghubungi Aexio.
"Ada apa?"
"Anda sibuk?"
"Tidak."
"Seseorang ingin bertemu dengan Anda."
"Siapa?"
"Jika Anda tidak bisa tidak apa-apa."
"Aku bisa. Kapan?"
"Malam ini."
"Baiklah."
Ophelia kemudian memberikan kabar pada ibunya.
**
Di sebuah restoran dengan privasi terjamin, Ophelia mempertemukan ibunya dan Aexio.
"Mrs. Roses." Aexio sedikit terkejut melihat Anne. Jadi orang yang akan ia temui adalah Anne Roses. Model yang pernah bertemu dengannya dalam sebuah acara ulang tahun kolega bisnis Aexio. Saat itu Anne adalah istri dari kolega bisnis Aexio.
"Jadi kau yang akan menikah dengan Ophelia?" Anne terlihat tak percaya.
"Ya."
Ophelia nampaknya tak perlu memperkenalkan lagi. Dua orang itu sudah kenal.
"Kalau begitu kau akan menjadi menantuku. Ini sangat mengejutkan. Aku pernah berpikir untuk menjodohkanmu dengan putriku." Anne bersemangat. Ia sangat senang karena yang jadi menantunya adalah Aexio, salah satu nama yang masuk dalam daftar pria yang ingin ia jodohkan dengan Ophelia.
Ophelia diam. Baru saja ibunya mengakui bahwa ia adalah putrinya.
"Maksud Anda, Ophelia adalah putri Anda?"
"Ya. Dia putri angkatku." Anne tak mungkin berkata jujur pada Aexio. Ia memiliki alasan kenapa harus berbohong, "Silahkan duduk. Kita bisa mengobrol santai karena sudah saling kenal."
Ophelia meringis dalam hati. Putri angkat? Menggelikan.
"Jadi kapan kalian akan menikah?"
"3 minggu lagi." Jawab Aexio. "Anda harus datang ke pernikahan kami."
"Ya, tentu saja. Ibu pasti akan datang." Anne berucap pasti. "Bagaimana persiapan pernikahan kalian? Jika kalian membutuhkan sesuatu katakan saja padaku."
"Tidak ada hambatan. Ya, kami tak akan sungkan meminta bantuan dari Anda." Aexio tersenyum bijaksana.
Ophelia tak banyak bicara. Ia hanya menyimak Aexio dan ibunya.
Makan malam itu selesai. Aexio mengantar Ophelia kembali ke apartemen.
"Ada yang ingin aku beritahukan padamu." Aexio menahan Ophelia yang hendak keluar dari mobil.
"Apa?"
"Mommy dan Daddy bukan orangtua kandungku."
Ophelia diam. Tak menyangka bahwa yang Aexio katakan adalah hal yang tak pernah ia pikirkan. Kath dan Anthony yang sangat menyayangi Aexio ternyata bukan orangtua kandung Aexio.
"Ayahku adalah sopir di kediaman Schieneder, ia dan ibuku tewas dalam kecelakaan mobil ketika aku berusia 1 tahun." Aexio mengatakan ini karena Ophelia akam segera jadi istrinya. Ia merasa perlu memberitahu Ophelia tentang jati dirinya. "Besok aku akan membawamu menemui mereka."
"Baiklah."
"Ophelia, jangan terlalu kaku denganku. Kita akan segera jadi suami istri. Memang belum ada cinta di antara kita tapi kita tidak saling benci. Kita mulai dengan berteman, saling mengenal agar bisa lebih dekat satu sama lain." Aexio mungkin akan sulit jatuh cinta lagi tapi ia ingin pernikahan mereka sama seperti pernikahan lainnya.
"Aku mengerti." Ophelia menjawab singkat. Tapi dia benar-benar mengerti, kata 'saya' yang biasa ia gunakan sudah berganti dengan kata 'aku'.
"Baiklah. Masuklah ke dalam. Besok aku akan menjemputmu. Selamat malam."
"Malam." Ophelia keluar dari mobil Aexio.
Ophelia memikirkan tentang cinta, tak akan sulit baginya jatuh cinta pada Aexio karena pria itu sudah berhasil memangkas jarak di antara mereka. Dinding pertahanan yang Ophelia bangun untuk semua orangpun sudah dilampaui oleh Aexio. Aexio sudah menghancurkan penilaian Ophelia tentang pria yang menurutnya sama saja dengan ayahnya.
Ophelia bahkan banyak bicara karena Aexio. Ia selalu terpancing untuk membalas kata-kata Aexio.
**
Aexio keluar dari ruangannya. "Tiff, jadwalku kosong untuk dua jam ke depan, kan?"
"Ya." Tiffany tak perlu melihat gadgetnya untuk memastikan jadwal Aexio karena ia hafal benar jadwal Aexio. "Kau ingin keluar?"
"Ya." Balas Aexio, "Ada yang ingin aku katakan padamu. Nanti temani aku makan siang."
"Ya."
"Aku pergi dulu."
"Hm. Hati-hati."
Aexio melangkah pergi. Seperti yang ia katakan kemarin. Ia akan mengajak Ophelia untuk menemui orangtua kandungnya.
Di depan gedung apartemen, Ophelia sudah menunggu. Wanita itu benar-benar tepat waktu.
"Sudah lama menungguku?" Aexio membukakan pintu mobil untuk Ophelia.
"Tidak." Ophelia masuk ke dalam mobil.
Setengah jam perjalanan, Aexio sampai di sebuah kawasan pemakaman. Ia membawa Ophelia ke makam yang berada di tengah-tengah.
Robby Anderson dan Karina West adalah nama kedua orangtua kandung Aexio.
"Ayah, Ibu, aku datang membawa calon istriku." Aexio menyapa kedua orangtuanya. Ia melihat ke arah Ophelia, mempersilahkan wanita itu untuk memperkenalkan dirinya.
"Paman, Bibi, saya Ophelia." Ophelia memperkenalkan dirinya. Pada sisi ini Ophelia merasa bahwa Aexio sama sepertinya. Tak mengenal sosok orangtua kandungnya. Ia baru mengenal sosok ibunya ketika ia berusia 15 tahun.
"Ayah, Ibu, aku akan menjelaskan sedikit tentang Ophelia. Dia ini wanita keras kepala, tidak banyak bicara dan cuek. Meski begitu Aexio menerima kekurangannya. Tolong restui kami."
Ophelia berdecih. Siapa yang menerima siapa? Bahkan dirinya tak mau menikah dengan si sempurna Aexio jika tidak dipaksa oleh Aexio.
"Paman, Bibi, anak kalian ini sangat berisik dan pemaksa, doakan aku agar kuat menghadapinya."
Aexio tertawa geli karena kata-kata Ophelia. Sejujurnya ia tidak berisik dan pemaksa, hanya pada Ophelia saja ia bertingkah seperti itu.
Setelah beberapa waktu, Aexio mengajak Ophelia untuk kembali. Ia ada meeting beberapa saat lagi.
"Kau ingin mengundang orang ke pernikahan kita?"
"Tidak." Ophelia tak memiliki banyak kenalan. Jika ibu panti masih ada maka ia akan mengundang ibu panti.
"Baiklah kalau begitu."
**
Meeting usai. Aexio kini tengah di restoran bersama Tiffany. Mereka akan makan siang bersama.
"Apa yang mau kau katakan?" Tiffany penasaran. Ia yakin ini cukup penting.
"Nanti saja, setelah makan." Aexio memilih waktu yang tepat. Ia yakin Tiffany akan terkejut mendengar apa yang ia katakan.
Pesanan datang. Aexio dan Tiffany melahap makanan mereka sampai habis.
"Aku akan menikah."
Tiffany diam. Seperti ada petir menyambar di atas kepalanya.
"Kurang dari 3 minggu lagi."
Untuk kesekian kalinya Tiffany merasakan sakit. Namun kali ini sakitnya berkali-kali lipat. Ia tahu bahwa Aexio serius dengan kata-katanya saat ini.
"Kenapa sangat cepat? Kau dijodohkan?" Ia menekan rasa sakitnya dalam-dalam.
"Tidak. Pilihanku sendiri."
"Kau bercanda. Kau sendiri yang mengatakan butuh waktu."
"Aku melakukan kesalahan. Aku mabuk di malam pernikahan Cello dan Cia. Aku menghamili seorang wanita."
"Tidak mungkin." Sulit sekali bagi Tiffany menerima kenyataan. Ia telah menunggu lama untuk Aexio. Ia sedikit bahagia karena Aexio putus dengan Cia tapi akhirnya Aexio menikah dengan wanita lain.
"Aku tahu kau kecewa karena aku melakukan hal buruk."
"Siapa wanita itu?"
"Pegawai dihotelku."
"Dia bisa saja menjebakmu, Aexio. Mungkin anaknya bukan anakmu."
"Tidak, Tiff. Itu bukan jebakan. Dan itu benar anakku."
"Wanita diluar sana hanya menginginkan hartamu, Aexio. Bagaimana bisa kau menikahi wanita tak dikenal!" Tiffany meninggikan suaranya. Membuat beberapa orang melihat ke arah mereka.
"Dia tidak begitu, Tiff. Dia bahkan tidak ingin aku nikahi. Dia wanita yang baik."
Hati Tiffany semakin terkoyak, "Tapi kau tidak mencintainya!"
"Cinta bukan sebuah alasan untuk pernikahan, Tiff."
"Bagaimana bisa kau mengatakan itu, Aexio!" Air mata Tiffany jatuh. "Kau selalu mengatakan akan membangun keluarga yang hangat. Bagaimana itu bisa terjadi jika kau tidak mencintainya!"
"Aku bisa belajar mencintainya, Tiff. Yang paling penting dia wanita baik-baik. Itu saja sudah cukup untuk jadi istriku."
"Bagaimana denganku?! Apa aku bukan wanita baik-baik?!"
Aexio tak mengerti maksud ucapan Tiffany.
"Bagaimana bisa kau melakukan ini padaku, Aexio? Kau lebih memilih menikahi wanita tak jelas dari pada aku yang sudah jelas kau kenal! Aku lebih pantas jadi istrimu daripada wanita itu!" Tiffany mengeluarkan amarahnya. Ia sudah sangat kecewa pada Aexio.
"Tiff." Wajah Aexio sangat terkejut.
"Aku mencintaimu, Aexio. Tidak bisakah kau melihatnya?" Tiffany menangis tersedu-sedu.
Aexio terdiam. Ia begitu shock karena ucapan Tiffany barusan.
"Apakah aku sangat tidak pantas jadi istrimu?"
"Tiffany. Apa yang kau katakan barusan? Kau-"
"Aku sudah mencintaimu sejak lama, Aexio. Kau tidak pernah peka pada perasaanku. Kau selalu menyakitiku. Kau sangat kejam padaku. Kau membuatku patah hati berkali-kali." Tiffany tak tahan lagi. Ia bangkit dari tempat duduknya dan segera pergi.
Aexio mengejar Tiffany dengan cepat. Ia tak pernah menyadari perasaan Tiffany padanya. Ia tak pernah ingin menyakiti Tiffany.
"Tiff, tunggu!" Aexio meraih tangan Tiffany. "Maafkan aku. Aku tidak pernah ingin menyakitimu. Sungguh."
"Sudahlah, Aexio. Kau memang tak pernah menganggapku ada." Tiffany menyentak tangan Aexio dan menyetop taksi.
"Sialan!" Aexio memaki kesal. Bagaimana bisa ia dan Tiffany berakhir seperti ini. Ia telah menghancurkan hati Tiffany. Jika ia tahu Tiffany mencintainya maka ia pasti akan menikah dengan Tiffany untuk menggantikan Aley. Tak ada wanita yang lebih mengerti dirinya daripada Tiffany, tapi semua sudah seperti ini. Ia tak mungkin membatalkan pernikahannha dengan Ophelia karena wanita itu mengandung anaknya.
Keadaan ini membuat Aexio tak bisa berpikir. Bagaimana caranya ia meminta maaf pada Tiffany? Ia pernah berjanji pada Tiffany akan menghajar siapapun yang menyakiti Tiffany tapi pada akhirnya ia juga yang menyakiti Tiffany.
Tbc