6

1999 Words
Resah. Itulah yang Ophelia rasakan saat ini. Waktu berlalu begitu cepat dan ia telah melewati jadwal datang bulannya. Bukan hanya lewat 2 hari tapi sudah satu minggu. Ophelia tak pernah telat datang bulan. Pikirannya kacau sekarang, apa iya dia harus menikah dengan Aexio? Tak ada yang salah dengan Aexio. Pria itu sempurna dalam segala hal, tapi yang jadi masalah adalah Ophelia tak ingin menikah. Apa ia harus kabur saja? Ophelia menggelengkan kepalanya. Lari dari masalah bukan kebiasaan hidupnya. Lalu bagaimana? "Aku mungkin hanya terlalu banyak berpikir hingga siklus haidku terganggu. Aku masih punya waktu satu minggu sebelum pemeriksaan." Ophelia meyakinkan dirinya sendiri tapi detik berikutnya ia kembali resah. Kenyataannya ia tak begitu stress. Ia tak banyak berpikir. Dan tak akan ada apapun yang memicunya stress. Hari-harinya berlalu seperti biasa, tak ada tekanan atau beban. "Ah, aku bisa gila!" Ophelia frustasi. Selama ia hidup, baru kali ini ia frustasi. Dan ini karena Aexio. "Sudahlah, lebih baik aku tidur saja!" Ophelia menarik selimutnya. Hari libur seperti ini pasti akan ia gunakan untuk tidur dan bersembunyi di dalam kediamannya. Ring.. Ring.. Ponsel milik Ophelia berdering. Ophelia meraih ponselnga dengan malas. Ia mengerutkan keningnya, siapa yang menghubunginya? Ia tak mengenal nomor yang muncul dari ponsel keluaran lama miliknya. Ophelia tak menjawab panggilan itu. Ia selalu tak menjawab panggilan dari orang tak dikenal. Tak lama, ponselnya bergetar. Aku di depan kediamanmu. Aexio. Seketika Ophelia bangun dari tidurnya. Aexio? Mau apa pria itu ke kediamannya? Ophelia turun dari ranjang, ia keluar dari kamarnya dan membuka pintu apartemennya. "Apa yang Anda lakukan disini?" Ophelia menyerang Aexio dengan pertanyaan langsung. "Kau tidak ingin mengajakku masuk?" Aexio menatap mata Ophelia tenang seperti biasa. "Saya tak menerima tamu orang tidak dikenal." Jawab Ophelia cuek. Aexio tersenyum tipis, "Kita memang tidak begitu saling kenal tapi kita pernah sangat dekat." Ophelia mendengus karena Aexio yang mengingatkannya akan malam itu, "Katakan kenapa Anda kemari?" desaknya. "Aku hanya membawakanmu buah dan sayur dan beberapa bahan makanan lain." Aexio mengangkat 2 kantung belanjaan yang dia bawa. "Saya tak membutuhkannya." Selalu ditolak. Aexio sudah membayangkan ini akan terjadi. "Ayolah, kita mungkin akan menikah. Apa salahnya untuk saling mengenal lebih jauh." Aexio memang datang untuk hal itu. Ia tak ingin merasa asing pada pasangannya ketika mereka menikah. "Tak akan ada pernikahan." "Kenapa? Kau datang bulan?" Aexio menebak-nebak. Wajah Ophelia mendadak masam, datang bulan apanya? "Kapan kau datang bulan?" Dan percakapan itu berlangsung di depan pintu apartemen Ophelia. "Anda tak perlu tahu!" "Aku perlu tahu." "Anda dan saya tidak harus menikah. Saya benar-benar tidak ingin menikah." Ophelia mengatakan dengan semua kesungguhan hatinya. "Apa kau sudah telat datang bulan?" Aexio bertanya hati-hati. Ophelia diam. Aexio juga diam. Ia tak perlu jawaban sekarang. "Bersiaplah, kita akan ke dokter." "Tidak! Masih ada waktu satu minggu. Mungkin saya hanya stress jadi siklus haid saya terganggu." Ophelia masih keras kepala seperti biasa. Aexio menghela nafas, "Jika kau tidak ingin periksa sekarang maka besok kau tak perlu bekerja lagi. Dan bank akan menyita panti asuhan tempat kau tinggal." "Anda mengancam saya?" Aexio bukan tipe orang yang suka menggunakan ancaman agar orang menuruti kemauannya tapi dengan Ophelia, ia sudah mengancam gadis itu dua kali. "Dengar, jika kau yakin kau hanya stress maka kau tak perlu takut ikut ke dokter bersamaku. Kita hanya perlu memastikan saja." Aexio memberi penjelasan. Ia tak ingin dicap diktator oleh Ophelia. Ophelia tak bisa mengelak lagi, "Tunggu disini!" Wanita itu masuk kembali ke dalam kediamannya. Aexio meringis pelan, ia masih tak dipersilahkan masuk oleh Ophelia. Aexio penasaran apa sebenarnya yang disembunyikan Ophelia di dalam kediamannya. Namun Aexio tak bisa masuk tanpa izin, ia pria yang cukup mengerti akan larangan. Ophelia keluar dengan pakaian yang lebih baik. Wanita itu bukan ingin terlihat cantik di depan Aexio. Ia hanya ingin terlihat lebih baik karena akan bepergian. Aexio tak menilai pakaian Ophelia. Ia yakin bahwa itu adalah pakaian yang terbaik menurut Ophelia. Mata Ophelia melihat ke kantung di tangan Aexio, ia menghela nafas dan akhirnya meraih kantung itu dari tangan Aexio, "Ambil ini setelah selesai dari dokter." ujarnya datar. "Aku membelikannya untukmu. Barang itu sudah jadi hakmu, jika kau tidak menyukainya maka kau bisa membuangnya." Aexio menyahuti Ophelia. Baiklah, Ophelia sadar bahwa Aexio juga sama sepertinya, keras kepala. Ia tidak bisa menolak pria itu dengan alasan apapun. Setelah perdebatan tadi, mereka akhirnya pergi. Aexio sudah membuat janji dengan seorang dokter kandungan. Sampai di sebuah tempat praktek. Aexio masuk bersama Ophelia. Dan Ophelia tidak bisa meragukan keseriusan Aexio dalam berkata, pria ini tak mempedulikan citranya sendiri. Bagaimana jika ada orang yang mengenali Aexio? Ini akan jadi skandal besar karena Aexio datang ke dokter kandungan dengan seorang wanita. Seorang dokter menyambut Aexio. Beruntung dokter kandungan itu wanita jadi Ophelia tak perlu risih jika harus diperiksa. "Apa yang Anda lakukan disini? Keluarlah!" Ophelia mengusir Aexio. "Hey, aku ingin tahu hasilnya. Aku akan tetap disini." Aexio memaksa. Dokter melihat Aexio dan Ophelia bergantian, "Aexio, sebaiknya kau tunggu di luar saja. Kau akan tahu hasilnya nanti." "Kau temanku, Audrey. Kau harusnya membantuku." Aexio nampak kesal pada teman semasa sekolah menengah atasnya. Dan akhirnya pria itu menunggu di luar ruangan. Aexio memainkan ponselnya sembari menunggu pemeriksaan Ophelia selesai. Pemeriksaan selesai, Aexio masuk kembali ke ruangan kerja Audrey. Hasilnya tak seperti yang Aexio dan Ophelia harapkan tapi meski tak sesuai harapan mereka juga tak menolak. Ralat, tak bisa menolak. Ophelia positif hamil. "Kau memang penuh kejutan, Aexio. Kau tak pernah membawa pasangan ketika reuni tapi kau datang kemari dan akan segera jadi ayah. Aku sempat meragukan orientasi seksualmu." Audrey menggoda Aexio. "Selamat untuk kalian berdua." Seru Audrey lagi. Ophelia tak bisa berpikir untuk beberapa saat. Dunianya berhenti. ** Sepanjang perjalanan kembali ke apartemen Ophelia hanya diam saja. "Kau tak punya alasan untuk menolak lagi, Ophelia." Aexio akhirnya bicara setelah ikut diam bersama Ophelia. Ophelia menarik nafas dalam lalu menghembuskannya, "Apa tak ada pilihan lain selain menikah?" ia masih tak ingin menikah. "Tak ada, Ophelia. Ada apa dengan pernikahan? Kenapa kau sangat tidak ingin menikah?" "Dengar, saya tidak ingin membebani Anda. Saya baik-baik saja tanpa menikah." "Membebani? Jika anak itu bukan anakku aku tak akan memaksa untuk menikah, Ophelia. Aku tak akan membiarkan anakku tumbuh kekurangan tanpa kasih sayang." Aexio hanya ingin yang terbaik untuk anaknya. Ophelia mencemaskan banyak hal tentang pernikahan terlebih lagi prianya adalah Aexio. "Orangtua Anda tak akan menerima saya. Saya juga bukan dari kalangan atas seperti Anda. Pendidikan saya rendah. Saya tak punya orangtua. Saya tak sepadan dengan Anda. Saya hanya akan mempermalukan Anda." Ophelia mengeluarkan apa yang ia cemaskan. Ia tak siap ditolak. Ia sudah dibuang oleh ibunya dan akan sangat menyakitkan jika ia ditolak oleh orangtua Aexio. "Kau mencemaskan hal yang tak perlu dicemaskan. Orangtuaku tak seperti yang kau pikirkan. Pendidikanmu bukan masalah. Latar belakangmu tak akan mempermalukanku." Aexio tahu benar orangtuanya. Ia yakin tak akan ada penolakan dari orangtuanya. Ophelia masih tak bisa. Ia terlalu takut untuk melangkah ke pernikahan. "Nanti malam aku akan membawamu ke orangtuaku." "Tidak." Ophelia menolak cepat. "Saya belum siap." Aexio melihat wajah Ophelia yang penuh kecemasan, "Sampai kapan kau akan siap?" Ophelia diam. "Malam ini kau harus ikut denganku." Aexio memaksa. "Anda sangat keras kepala!" "Kau yang keras kepala!" Aexio naik pitam, "Kau ingin anakku hidup sepertimu? Tidak bisa, dia punya orangtua yang lengkap. Tak akan aku izinkan dia tumbuh tanpa kasih sayang." Ophelia tertampar. Aexio mengatakan hal yang membuat hatinya sangat sakit. "Sial!" Aexio memaki. Ia sudah terlalu kasar barusan. "Maaf, aku tak bermaksud merendahkanmu. Mengertilah, yang terbaik untuk janin di rahimmu adalah pernikahan kita." Ophelia tahu Aexio tak bermaksud jahat. Ia juga tahu bahwa apa yang Aexio katakan memang benar. Yang dibutuhkan oleh anak adalah orangtua yang lengkap. Ophelia tak bisa keras kepala dan membuat anaknya hidup seperti dirinya. Sejak kecil merasa terbuang, selalu merasa bahwa tak pernah ada yang menginginkan. Anaknya tak boleh hidup sepertinya. Mungkin ia dan Aexio tak saling cinta tapi mereka berdua sama-sama akan mencintai anak mereka. "Kapan kita akan menikah?" Ophelia mengalah. "Satu bulan lagi." "Baiklah." Putusnya. Aexio lega mendengar keputusan Ophelia. ** Aexio membawa Ophelia ke kediaman orangtuanya. Pria itu membuat Ophelia terpana pada keindahan dan kemegahan mansion Schieneder. Ternyata Aexio lebih kaya dari apa yang ada di otaknya. "Ayo." Aexio meminta tangan Ophelia. Ophelia melihat tangan Aexio, ia membiarkan tangan itu menggantung hingga Aexio menyadari bahwa Ophelia tak ingin menggenggam tangannya. Di ruang makan, Ayah dan Ibu Aexio sudah menunggu. Mereka sudah diberitahu oleh Aexio bahwa Aexio akan membawa wanita yang ingin ia nikahi. Tentu saja orangtua Aexio bahagia, akhirnya putra sulung mereka akan menikah. Aexio juga sudah menjelaskan latar belakang Ophelia, dan seperti yang Aexio katakan, orangtuanya tak akan pernah menilai diri seseorang dari latar belakang keluarga. "Selamat datang di kediaman kami, Ophelia." Kath menyambut Ophelia ramah. Ia mendekati calon menantunya dengan senyuman teduh. Ophelia mungkin memang telah salah menilai. Nyatanya sebuah senyuman hangat yang diberikan oleh Ibu Aexio bukan tatapan sinis penuh penilaian. "Silahkan duduk." Ia mempersilahkan Ophelia untuk duduk. "Terimakasih, Mrs. Schieneder." Ophelia bersikap formal. "Panggil Mom saja. Kau akan segera jadi bagian dari keluarga kami." Kath kembali duduk ke tempat duduknya. Kath memang terlihat ramah tapi ia juga menilai Ophelia. Calon menantunya memiliki wajah yang cantik. Ia sopan dan sederhana. Tipe wanita yang Kath sukai. "Aku adalah Daddy Aexio, kau bisa memanggilku Dad. Selamat datang di kediaman kami." Ayah Aexio menyambut Ophelia sama ramahnya. "Saya, Ophelia." Ophelia memperkenalkan dirinya. "Tidak perlu terlalu serius. Orangtuaku tidak akan memberikan ujian tertulis untukmu." Aexio mencoba mencairkan keseriusan Ophelia. "Aexi benar. Santai saja. Kami tidak menggigit." Kath ikut bergurau. Ophelia tak bisa santai. Ini pertama kalinya ia datang bertemu orang terpandang. Tidak tanggung-tanggung, yang akan menjadi mertuanya adalah keluarga Schieneder yang sangat terkenal. Kath adalah pemilik yayasan yang suka menyumbangkan uang untuk beberapa badan amal. Dan Anthony sampai detik ini masih CEO dari Schieneder group, perusahaan multi raksasa yang hampir menguasai pasar di 3 benua. Makan malam itu berlangsung dengan beberapa percakapan. Ophelia hanya bicara ketika ia ditanya. Wanita itu benar-benar irit bicara. Ia bahkan tak berusaha mengambil hati kedua orangtua Aexio. Ia tak terbiasa untuk mencari muka seperti itu. Ia tak harus bersikap bukan seperti dirinya untuk disukai oleh orang lain. Dari makan malam itu orangtua Aexio setuju akan pernikahan Aexio dan Ophelia. Hal yang awalnya diragukan oleh Ophelia namun ditepis begitu saja oleh kenyataan. Pernikahan Aexio dan Ophelia akan diadakan sederhana. Hanya mengundang keluarga dekat dan sahabat saja. Tak ada wartawan yang akan meliput, katakanlah pesta pernikahan itu sangat tertutup. Ini semua dilakukan karena Aexio tak ingin Ophelia mendapatkan banyak tekanan dari luar. Dan ini juga keinginan Ophelia, wanita itu hanya ingin pernikahan sederhana. Setelah mengantar Ophelia, Aexio kembali ke kediamannya. Ia masih harus menjelaskan pada Kath kenapa ia mendadak ingin menikah. "Kau tidak menikahinya karena cinta. Mom tahu benar akan itu." Kath datang dengan segelas s**u hangat ke kamar Aexio. "Aku melakukan kesalahan, Mom. Aku mabuk dan aku meniduri Ophelia. Ini bukan salahnya, malam itu dia juga mabuk. Dia bersikeras tak ingin menikah tapi aku memaksanya untuk menikah karena dia mengandung anakku." Aexio menjelaskan secara ringkas kejadian waktu itu. "Jadi, Mom akan segera punya cucu?" Kath nampak senang. "Ini kabar baik, Aexio. Mom sangat senang." Aexio tak menyangka reaksi ibunya akan seperti ini. Ia pikir ibunya akan kecewa. "Mom tidak kecewa?" Kath mengernyitkan dahinya, "Kenapa kecewa? Kau melakukannya tidak sadar dan kau bertanggung jawab. Kau sudah melakukan hal benar. Terlebih kau akan memberi Mom dan Dad cucu. Jadi apa yang membuat Mom kecewa." Aexio lega. Ia sudah takut akan mengecewakan orangtuanya. "Bagaimana penilaian Mom tentang Ophelia?" "Dia wanita yang baik. Sederhana dan langka. Dia menunjukan jati dirinya, tidak mencoba banyak bicara ketika ia adalah seorang pendiam. Tidak mencoba jadi orang lain untuk disukai. Dia wanita berkarakter tegas. Mom menyukainya." "Penilaian Mom rupanya sama seperti penilaianku." "Dan kau juga menyukainya." Tandas Kath cepat. Aexio tak mengelak, ia memang menyukai karakter Ophelia. Harus ia akui bahwa Ophelia bisa cepat disukai dengan caranya sendiri. Wanita keras kepala itu selalu memancing perdebatan, suatu perbedaan nyata antara Ophelia dan Aley. Satunya pembangkang dan satunya penurut. Namun sifat pembangkang itulah yang membuat Aexio mengagumi Ophelia. Wanita itu tak mudah menuruti orang lain. Tbc.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD