7. Bagai Buah Simalakama

1900 Words
Nafla menjatuhkan diri di atas ranjang setelah melemparkan tas ransel kecil miliknya ke sembarang arah. Rasanya ingin sekali ia berteriak sekencang mungkin untuk melepaskan beban di hatinya. Tapi yang Nafla lakukan justru hanya terdiam. Jika ia menuruti kemauan hatinya sudah pasti Mami akan naik ke kamarnya dan terjadilah perdebatan panjang kali lebar yang tak pernah menemukan ujungnya. Apalagi Rizky saat ini sedang bersama Mami. Sudah pasti Nafla akan mempermalukan diri sendiri jika sampai Mami marah di hadapan laki-laki itu. “Rizky Aditya Lasmana, kenapa sih kamu hobi banget ganggu hidup aku? Kamu itu ibarat parasit yang ingin sekali aku singkirin, jika perlu aku musnahin selamanya dari hidupku! Aku benci kamu. Benci semua yang ada pada diri kamu!” monolog Nafla seraya menatap langit-langit kamar, membayangkan Rizky berada di hadapannya dan mendengarkan semua caki makiannya. Nafla meraih bantal untuk menekan wajahnya lalu berteriak sekuat mungkin. Hanya dengan cara itulah Nafla mampu meredam suaranya agar tak sampai terdengar sampai ke luar kamar. Puas berteriak Nafla lantas bangkit. Melepaskan pakaian yang ia kenakan dan hanya menyisakan hot pants dan tank top saja. Nafla menuju kamar mandi untuk mengambil air wudlu dan mengerjakan salat dzuhur sendiri. Nafla malas ke luar dari kamar untuk salat berjamaah bersama keluarganya. Sebenarnya bukan masalah salat jamaahnya tetapi adanya Rizky di rumahnya yang membuat Naflan merasa enggan. Jadilah Nafla salat mandiri lalu memilih menghabiskan waktu di kamar hingga Rizky pergi. Untuk menghibur diri Nafla membuka grup chat The Angel yang sudah berisi ribuan pesan. Sejak pagi dirinya belum absen dalam grup padahal biasanya dirinya lah yang selalu membuat kegaduhan di dalam grup. Wajar, karena memang Nafla sedang sibuk menghadapi ujian akhir semester 4. Target Nafla di semester ini adalah mendapatkan IPK tinggi demi mengejar waktu kuliah lebih singkat. Nafla harus menyelesaikan mata kuliah di semester 7 lalu bekerja. Urusan memiliki kekasih atau menikah belum masuk dalam daftar rencananya. Nafla memang tidak ingin membuang-buang waktu hanya untuk memikirkan hal yang jelas tertulis dalam takdirnya. Jadi menurut Nafla ia hanya cukup menunggu jodohnya datang sendiri. Tapi bukan dalam waktu dekat ini. Nafla ingin mencari pengalaman di luar terlebih dahulu. Bukannya setelah mendapatkan ijazah terus langsung menikah. Target Nafla menikah adalah di usia 25 tahun. Usia yang menurutnya sudah cukup matang untuk membina rumah tangga. Sekarang usianya masih 20 tahun, jadi masih ada waktu sekitar 5 tahun untuknya mencari pengalaman dan memiliki kebebasan mutlak selama masih menyandang status singel. “Eh ternyata laki-laki itu datang bersama Letta,” gumam hati Nafla saat melihat foto-foto Letta bersama Kia dan Elora saudari sepupunya. Nafla lalu turut andil dalam obrolan di grup chat tersebut. Seketika Nafla syok saat mengetahui jika Rizky akan berada di Yogyakarta selama liburan semester adiknya. Artinya selama itu pula Rizky akan mengusik hidupnya. Baru beberapa jam lalu ia bertemu Rizky saja emosi Nafla sudah sampai ke ubun-ubun. Nafla menghela napas panjang. Berusaha menghapuskan pikiran-pikiran buruk yang dengan cepat mengusai benaknya. “Wassalam!” ucap Nafla seraya mengacak rambutnya dengan frustasi. Hidupnya bakal penuh warna selama Rizky berada di sekitarnya. Laki-laki super PD itu pasti akan mengikuti ke mana pun dirinya pergi. Akan menempelinya layaknyan parasit dalam tubuhnya yang sangat sulit untuk disingkirkan. Nafla tak bisa membayangkan 3 minggu bersama Rizky. Belum genap 24 x1 jam saja Nafla sudah ingin melambaikan tangan dan mengibarkan bendera putih demi mendapatkan ketenangannya kembali. Tiba-tiba ponsel Nafla berdering. Tertera nama Mami di layar pipih yang dipegangnya mendadak Nafla memiliki firasat buruk. Jangan sampai Mami menyuruhnya turun untuk menemani Rizky. Daripada menemani Rizky mendingan Nafla mengepel lantai seluruh sudut rumahnya. Lelahnya mengepal dua lantai tak sebanding dengan lelahnya berdebat dengan laki-laki berusia 26 tahun tersebut. Umur sudah matang tapi kelakuan minus. Sebelum suara melenking menembus tembok kamarnya Nafla segera menggeser tanda hijau di sana. “Ada apa Mi. Lala lagi tidur ini!” ucap Nafla berbohong agar Mami tak menyuruhnya untuk turun. “Mau Abang temenin?” sahut suara laki-laki di seberang sana. Sontak Nafla menjauhkan ponselnya demi memeriksa dan memastikan siapa si penelepon. Mungkinkah dirinya salah membaca nama gara-gara benaknya hanya dipenuhi oleh Rikzy. Tapi Nafla tidak salah. Itu benar nomor Maminya. “Kenapa ponsel Mami Abang yang bawa?” jawab Nafla dingin. “Buka dulu blokiran nomor Abang baru nanti Abang jawab!” balas Rizky yang terdengar santai. Nafla bahkan bisa mendengar suara Mami dan Nathan sedang mengobrol di seberang sana. Suara decak terdengar jelas di telinga Rizky sebelum Nafla memberikan jawaban, “Ok!” Lalu disusul dengan suara tut..tut..tut sebagai pertanda jika sambungan telepon telah terputus. “f**k!” umpat Nafla saat ponselnya kembali berdering yang menampilkan nama Devil. Nama khusus dari Nafla untuk Rizky di kontak ponselnya. “Udah puas sekarang!” ucap Nafla saat menerima telepon dari Rizky. “Ok, makasih my swee….” balas Rizky dengan tergelak. Namun belum sampai Rizky menyelesaikan kalimatnya sambungan telepon sudah terputus, Rizky mengulas senyuman lantas melanjutkan kata terakhirnya. “…ty.” *** Setelah makan malam Nafla langsung kembali ke kamarnya untuk belajar. Besok adalah hari terakhir ujian. Jadi malam ini Nafla ingin fokus belajar tanpa gangguan siapapun, terutama Rizky. Jadi Nafla sengaja menonaktifkan ponselnya. Namun sebelum itu Nafla melakukan video call bersama ketiga sahabatnya dengan menggunakan laptop. Dengan tak bersemangat Nafla meminta maaf karena pada liburan semester kali ini ia tidak bisa sering menghabiskan waktu bersama mereka. Tapi Nafla berjanji akan mencari cara untuk mereka bisa berkumpul seperti biasa. Dari ketiga sahabatnya hanya Andra yang lebih banyak diam. Laki-laki itu lebih memilih menyimak obrolan secara virtual mereka berempat daripada ikut menanggapi semua keluhan Nafla tentang Rizky. Obrolan mereka harus berakhir tatkala suara ketuk pintu menggema di kamar Nafla. Gegas Nafla berpamitan kepada ketiga sahabatnya lalu mematikan sambungan video call tersebut. “Masuk! Nggak dikunci!” Sahut Nafla mempersilahkan siapapun yang berada di balik pintu kamarnya untuk masuk. “Papi!” ucap Nafla saat mendapati laki-laki tampan yang menjadi cinta pertamanya. Sejak terlahir ke dunia tak sekalipun laki-laki itu marah kepadanya. Berbicara dengan nada tinggi saja tidak pernah apalagi membentaknya jika ia telah melakukan kenakalan. Arfan, papi Nafla mengulas senyuman sembari melangkah. “Katanya belajar? Mana bukunya?” ujar Papi lalu duduk di bibir ranjang. “Hehehe iya Pi bentar lagi. Lala habis ngobrol sama ketiga pacar Lala!” jawab Nafla dengan tergelak. “Enak bener anak Papi punya 3 pacar sekaligus,” kekeh Arfan lalu membelai rambut panjang putrinya yang tergerai. “Enak dong Pi,” timpal Nafla lagi lalu mengubah posisi tubuh yang tadinya tidur dengan tengkurap kini menjadi duduk. “To the point aja deh Pi mau bicara apa sama Lala?” Tak ingin mendengar basa-basi papinya Nafla langsung saja bertanya ke inti masalah yang akan mereka bicarakan. Senyuman Arfan merekah kala mendapati Layla dalam diri putrinya. Dua perempuan terpenting dalam hidupnya selain ibu kandungnya. Arfan menatap lembut Nafla yang tampak sudah tak sabar ingin mendengarkan perihal apa yang akan ia sampaikan. “Bang Eki tadi siang secara pribadi dan serius meminta kamu menjadi istrinya.” Ucapan Papi seketika menghentikan dunia Nafla. Jantungnya memompa dengan keras demi terus berdetak di rongganya. Nafla tak ingin percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. “Papi sih percaya klo Bang Eki serius!” sambung Arfan. “Ta tapi Lala nggak mau Pi. Lala nggak bisa nerima ini semua,” jawab Nafla dengan terbata. “Soal hati hanya kalian berdua yang tahu. Papi tahu hubungan kalian seperti apa selama ini. Tapi mengapa kalian tidak mencoba untuk memperbaikinya?” sanggah Arfan mencoba menenangkan hati Nafla. “Impossible Pi. Itu tidak akan mungkin terjadi,” tolak Nafla seraya menggelengakan kepala. “Kita tidak mungkin bisa saling jatuh cinta. Lagian ini pasti akal-akalan Bang Eki aja.” Nafla berkelakar. Menyangsikan keseriusan ucapan Rizky yang ingin menikahinya. Semua ini pasti rencana Rizky ingin menyakiti hatinya lagi dan lagi. Seperti biasanya. Arfan mengulas senyuman barulah kembali berkata-kata, “Jangan terlalu membenci seseorang. Bisa jadi apa yang selama ini kamu benci justru nanti yang paling kamu cintai. Allah itu pembolak-balik hati hamba-Nya. Jangan pernah berprasangka buruk pada seseorang hanya dari sampulnya. Percaya Papi, Bang Eki itu sudah lama mencintai kamu. Hanya saja caranya salah.” “Sekarang belajar dulu yang rajin. Masih banyak waktu untuk memikirkan hal ini. Lagian Papi nggak akan kasih izin Bang Eki menikahi kamu sebelum lulus kuliah,” imbuh Arfan lalu mengusap kepala Nafla. Tak lupa Arfan mengecup kening Nafla lalu ke luar dari kamar. Nafla terdiam menatap layar laptopnya yang masih menampilkan sisa video call tadi bersama ketiga sahabatnya. Semua ucapan Arfan berputar ulang dalam benaknya. Nafla bingung harus menganggap lamaran Rizky itu sebagai berkah atau musibah. Ibarat buah simalakama. Bagaimana caranya ia menghapus kebencian yang telah berakar kuat dalam hatinya. Rasa yang terus dipupuk Rizky sejak mereka masih kecil. Dan semua itu telah berlangsung selama puluhan tahun. Nafla menghembuskan napas kasar lantas turun dari ranjang untuk mengambil buku. Nafla berharap malam ini ia bisa fokus belajar seperti biasanya. Toh masih ada waktu 4 semester lagi baginya mencari alasan atau membuat ulah untuk menolak pernikahan itu. Halaman demi halaman buku telah Nafla pelajari dengan sungguh-sungguh. Nafla cukup mempelajari materi sesuia kisi-kisi yang telah diberikan oleh dosennya seminggu sebelum ujian akhir semester dilaksanakan. Dan soal yang diujikan tidak pernah meleset dari kisi-kisi tersebut. Namun baru saja satu mata kuliah selesai dipelajarimnya rasa kantuk menyerang Nafla. Demi mengusir rasa kantuk tersebut Nafla kembali mengaktifkan ponsel untuk memutar musik sebagai pengiring belajarnya. Tadi karena terlalu fokus demi mengenyahkan pikiran tentang Rizky ia sampai melupkan kebiasaan yang sebelumnya tidak pernah terlewat tersebut. Seketika notifikasi pesan whatshapp berebut masuk. Tapi sedikitpun Nafla tidak berniat untuk menanggapinya. Ia hanya butuh mendengarkan musik untuk memperbaiki mood-nya bukan yang lain. Dipasangnya earphone di kedua telinga lalu memilih lagu. Sembari membaca buku tubuh Nafla bergerak teratur mengikuti irama musik yang didengar. Namun baru saja lagu kedua diputar sebuah panggilan telepon masuk. Nafla yang sudah terlanjur fokus dengan apa yang sedang dipelajarinya langsung saja menekan tombil penerima. Tanpa mengecek terlebih dahulu siapa gerangan si penelepon tersebut. “Hai… lagi belajar ya?” sapaan lembut laki-laki dari seberang sana sontak membuat Nafla terpaku. “Maaf ganggu waktunya sebentar,” imbuhnya lagi masih dengan nada yang sama. Nada yang sebelumnya belum pernah Nafla dengar dari laki-laki yang sangat dihindarinya. Mata Nafla mengerjap pelan, mencoba mengenali dan mencerna kata demi kata yang terserap ke dalam gendang telinganya. Nafla jelas mengenal siapa pemilik suara itu. Tapi untuk nadanya Nafla tak percaya jika laki-laki menyebalkan itulah yang sedang berbicara dengannya saat ini. “Hai… kok diam aja? Lagi sariawan atau cari lawan nih?” kalimat bernada menggoda itu berhasil menyadarkan Nafla. Seketika bayangan wajah tengil Rizky membayang di depan mata. “Bang nggak ada kerjaan apa?” ketus Nafla seperti biasa. “Ada lah,” sahut Rizky menggangtungkan kalimatnya. “Ya kan kerjaan Abang sekarang PDKT sama Lala!” “Maaf ya Lala nggak ada waktu buat ngeladenin cowok nggak jelas macam Abang!” sinis Nafla lalu mematikan sambungan telepon tanpa memberikan kesempatan Rizky untuk membalas lagi. Di lain tempat Rizky tergelak karena untuk kesekian kali dirinya berhasil membuat Nafla kesal seraya menggerutu, "Hobi banget matiin telpon!" “Klo cara PDKT modelan Abang gini yang ada Lala kabur Bang!” cibir Ivand menyahut tanpa mengalihkan atensi dari game di ponselnya. Selepas salat isya tadi kedua orang tua mereka ke luar dan mereka bertiga memilih berkumpul di ruang keluarga untuk menghabiskan waktu bersama. “Tenang… Abang udah punya rencana jitu untuk menaklukkan hati Lala,” cicit Rizky penuh dengan keyakinan. “Lihat aja nggak sampai 3 minggu Lala bakal resmi menjadi pacar Abang!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD