“Duh bisa telat ini!” gerutu Nafla yang tengah menyisir rambutnya dengan tergesa-gesa. Tadi setelah salat subuh Nafla ketiduran setelah hampir semalaman gelisah karena memikirkan nasibnya jika sampai pernikahan antara dirinya dan Rizky benar-benar terjadi.
Gegas Nafla menyambar tas ransel kecilnya. Sebelum ke luar dari kamar Nafla juga memeriksa isinya. Memastikan barang-barang penting miliknya seperti dompet dan ponsel tak tertinggal. Sembari memasang jam di pergelangan tangannya Nafla ke luar kamar dengan cepat. Dengan berlari kecil Nafla menuruni anak tangga lalu menuju ruang makan yang sudah dipenuhi oleh semua anggota keluarganya. Langkah kaki Nafla seketika terhenti saat melihat sosok lain yang saat ini duduk di samping saudara kembarnya. Kursi yang biasa ia tempati kini telah dikuasai oleh sosok menyebalkan yang saat ini menatapnya dengan tersenyum.
Wajah Nafla berubah masam. Lalu dengan sedikit kasar Nafla menarik kursi di samping kiri Nathan. Menghindari berdekatan dengan sosok yang semalam telah mengusik tidurnya. Tanpa membuka kata Nafla meraih dua lembar roti lalu mengolesinya dengan selesai cokelat dan segera memakannya. Bersikap acuh seolah tak mengetahui kehadiran Rizky di sana. Gerak-gerik Nafla tentu saja menjadi pusat perhatian semua orang. Tapi Nafla tetap bisa bersikap tenang seolah-oleh sedang sendirian. Setelah menghabiskan roti di tangannya Nafla segera meneguk orange jus di hadapannya tanpa tersisa.
“Mami Papi, Lala berangkat dulu ya?” pamit Nafla dengan segera setelah mengusap mulutnya dengan tisu.
“Loh… kenapa buru-buru Sayang?” sahut Layla dengan keheranan.
“Lala udah telat!” balas Nafla seraya mencium punggung tangan Mami. Lalu melakukan hal yang sama kepada Papinya.
“Bang, Lala bawa motor sendiri aja!” ucap Nafla saat Nathan pun turut beranjak dari tempat duduknya.
Rizky yang sadar diacuhkan oleh Nafla pun hanya mengulas senyuman. Tentu saja Nafla sengaja ingin buru-buru pergi untuk menghindarinya, padahal sebelum Nafla turun dari kamar tadi Rizky sudah mengantongi izin dari Mami dan Papi untuk mengantar jemput kuliah Nafla hari ini. Dengan santai Rizky turut beranjak lalu berpamitan juga kepada kedua orang tua Nafla.
“Motor kamu di bengkel Dek,” bisik Nathan di telinga Nafla yang kini sudah berada di sebelahnya. Seketika kedua mata Nafla terbelalak. Terkejut. Seingat Nafla motornya baik-baik saja. Kenapa bisa berada di bengkel tanpa sepengetahuan dirinya.
“Emang kenapa dengan motor Lala Bang? Perasaan baik-baik aja,” tukas Nafla seraya menatap Nathan dengan sorot menyelidik.
“Kemarin Papi nyuruh Mas Lutfi ambil motor kamu untuk diservis. Kata Papi udah hampir 2 bulan motor kamu belum ke bengkel,” terang Nathan lalu segera melangkah menuju mobil miliknya yang sudah terparkir di halaman rumah.
“Trus Lala harus bareng Bang Nathan lagi gitu?” Nafla mengekor di belakang Nathan.
“Ya nggak lah. Itu tugas Bang Eki sekarang!” jawab Nathan lalu segera membuka pintu mobil dan menempati kursi kemudi. Mengacuhkan Nafla yang terpaku di tempatnya.
“Ayo Bang Eki antar! Kamu suka naik motor kan?” ucap Rizky lalu mengambil helm untuk Nafla.
“Nggak nggak! Lala nggak mau diboncengin Bang Eki!” tolak Nafla dengan cepat. Kepala Nafla menggeleng membayangkan posisi mereka yang pasti akan menempel dengan motor yang dibawa Rizky. Motor sport kesayangan Daddy Dev.
“Katanya keburu telat?” ujar Rizky lagi seraya memasang helm di kepala Nafla.
“f**k!” umpat Nafla dengan lirih saat melihat mobil Nathan yang baru saja menghilang dari gerbang raksasa bercat biru rumahnya.
Nafla menghela napas dalam-dalam. Mencoba menetralisir emosinya yang mulai terpancing. Ditatapnya Rizky yang saat ini sudah duduk di atas motornya. Dengan terpaksa Nafla pun mengenakan jaket dan duduk di belakang Rizky. Setelah memastikan Nafla duduk dengan nyaman barulah Rizky melajukan motornya.
“Bang bisa cepet dikit nggak sih? Kapan Lala sampai kampus klo jalannya kayak keong gini!” protes Nafla sudah tak sabar karena Rizky seolah sengaja memelankan laju motornya.
“Klo gitu Lala pegangan dulu. Mana mungkin Abang bawa motor kenceng klo kamunya nggak mau pegangan!” jawab Rizky seraya menatap wajah masam Nafla dari balik kaca spion.
Terpaksa Nafla mengulurkan kedua tangan. Tapi bukan untuk memeluk tubuh Rizky seperti keinginan laki-laki itu melainkan hanya berpegangan pada bagian sisi jaket yang dikenakan oleh Rizky. Sebuah ide jahil melintas begitu saja di benak Rizky. Lalu dengan sengaja Rizky memutar gas motor secara mendadak. Karena terkejut seketika Nafla memeluk Rizky dengan erat.
“Abang sarapp!” pekik Nafla yang hanya ditanggapi oleh Rizky dengan kekehan kecil.
“Gitu dong!” balas Rizky sembari menambah kecepatan laju motornya. Tak peduli dengan segala caci makian yang dilontarkan Nafla di belakangnya.
Saat motor berhenti di depan gerbang kampus Nafla segera melepaskan pelukannya dari tubuh Rizky. Nafla yakin sebentar lagi mereka berdua pasti akan menjadi perhatian para penghuni kampus. Benar saja saat motor kembali berjalan memasuki kampus, menuju gedung fakultas hukum puluhan pasang mata mulai memperhatikan mereka. Selain karena motor mewah yang dikendarai oleh Rizky, penampilan macho pengemudinya juga turut andil menjadi pemicunya.
Kemarin pagi hidup Nafla masih baik-baik saja dan berjalan normal. Namun, sekali Rizky datang di siang harinya kehidupan Nafla seketika berubah total. Tak peduli dengan tatapan semua orang Nafla segera turun dari motor. Lalu melepaskan helm dari kepalanya dan memberikan kepada Rizky.
“Nanti bubar kelas WA Abang!” titah Rizky yang hanya membuka kaca helmnya. Rizky sedang tidak berniat meladeni para gadis yang kemungkinan besar akan mengajaknya berkenalan atau hanya sekadar berfoto. Jika sebelumnya Rizky merasa bangga karena memiliki wajah mirip dengan artis Korea kali ini tidak.
“Hmmm!” gumam Nafla acuh. Lalu berniat segera meninggalkan Rizky yang baru saja turun dari motornya.
“Bentar! Rambutnya dirapiin dulu dong!” cegah Rizky memegangi lengan Nafla.
Dan yang bisa Nafla lakukan hanya diam menatap tajam wajah Rizky yang tengah merapikan rambutnya. Nafla sudah bersikap masa bodoh dengan tatapan atau penilaian para mahasiswa yang saat ini tengah memperhatikan mereka berdua. Sekalian saja memberikan mereka tontonan gratis di halaman fakultas hukum. Kapan lagi mereka dapat menyaksikan adegan drama romantis ala drama-drama Korea seperti yang biasa Mami ceritakan padanya.
“Udah!” ucap Rizky dengan tersenyum lembut. Senyuman yang pastinya membuat meleleh hati para gadis yang mendapatkannya. Tapi tidak dengan Nafla yang jutru merasa mual.
“Udah cukup deramah menye-menyenya Bang?” sinis Nafla seraya memindai di sekitar mereka berdua.
“Sana masuk kelas, nanti telat!” ucap Rizky tak berniat menanggapi ucapan sinis Nafla. Sekeras apapun Nafla menguji kesabarannya Rizky tidak akan goyah kali ini. Usaha Nafla menyingkirkan dirinya pun Rizky pastikan tidak akan pernah berhasil. Karena sekarang Rizky telah yakin dengan perasaannya. Rizky telah jatuh cinta pada gadis yang dijulukinya Si Pahit Lidah tersebut.
“La ayo naik!” panggil Andra yang juga baru datang. Tadinya Andra ingin langsung naik ke ruang ujian tapi saat melihat keramaian di halaman fakultasnya membuat Andra penasaran.
“Eh Andra! Tunggu aku!” teriak Nafla lalu kembali menatap Rizky dengan ekspresi wajahnya yang telah berubah menjadi datar. Namun Nafla mana peduli. Meski begitu Nafla masih memegang asas kesopanan yang telah diajarkan oleh kedua orang tuanya untuk selalu bersikap sopan kepada orang lain. “Lala naik dulu ya Bang.” Setelah itu Nafla segera melenggang pergi menuju ke arah Andra yang sudah menunggunya di dasar tangga.
Dari kejauhan Rizky dan Andra saling melayangkan tatapan tak suka. Apalagi saat Nafla dengan santainya merangkul lengan Andra menaiki tangga. Rizky menahan napas sejenak. Menahannya di d**a demi menetralisir perasaan yang Rizky deskripsikan sebagai rasa cemburu. Rasa yang baru pertama kali Rizky rasakan hanya karena seorang perempuan. Dan itu sangat melukai ego Rizky yang begitu tinggi. Ini akan menjadi persangingan yang berat karena Rizky tahu posisi Andra dalam hidup Nafla selama ini. Andra lah yang selama ini selalu ada untuk Nafla, bukan dirinya.
“Tenang Ki, ingat tujuan utama kamu! Jangan membuat ulah sebelum tujuan utama kamu membuahkan hasil!” peringat hati Rizky sebelum emosi menguasai logikanya.
***
“Kamu langsung pulang La?” tanya Andra saat mereka ke luar dari ruang ujian.
Nafla mendengus seraya menatap Andra dengan cemberut sehingga membuat Andra merasa penasaran dengan perasaan Nafla terhadap Rizky. “Emang kamu nggak bisa nolak Rizky? Lagian itu kan hak kamu La,” sambung Andra merasa iba dengan nasib sahabat tercantiknya tersebut.
“Tergantung!” sahut Nafla singkat, ,membuat Andra semakin bingung. Nafla menarik tangan Andra menuju salah satu bangku kosong yang tersedia di halaman fakultas. Tepatnya di bawah pohon kersen. Sebelum Rizky menjemput, Nafla ingin lebih lama menghabiskan waktu di kampus karena mulai besok sudah tidak ada lagi kegiatan penting di fakultas mereka.
“Sebenarnya orang tuaku nggak maksa sih Ndra. Tapi gimana ya ngomongnya?” Nafla bingung sendiri mau menjelaskan hubungan antara keluarga mereka. Menolak Rizky tentu saja menjadi pilihan yang sangat berat. Menerima pun sama dengan bunuh diri. Semua tidak bisa dijabarkan secara sederhana.
“Ya udah tolak aja kan gampang!” cetus Andra meremahkan. Seketika pukulan mendarat di kepala Andra.
“Aduh… maen pukul aja!” kesal Andra yang merasa tidak melakukan kesalahan apapun.
“Nggak segampang itu dodol! Ini nggak segampang omongan kamu Andra!” timpal Nafla seraya menggaruk kepalanya yang mendadak terasa sangat gatal.
“Trus?” pungkas Andra yang mulai hilang kesabaran karena sejak tadi Nafla hanya menggantungkan rasa penasarannya.
“Umpama ya. Daripada aku pacaran sama tuh laki pohon kelapa mending aku pacaran dengan salah satu dari kalian bertiga. Secara kita sudah kenal luar dalam.” Ucapan Nafla seperti angin segar bagi Andra. Berarti dirinya masih memiliki kesempatan untuk memenangkan hati Nafla.
“Ya udah kita seriusan aja pacaran, gimana?” tawar Andra yang langsung mendapatkan cubitan di perutnya.
“Ya Allah, sakit banget tahu!” keluh Andra meringis kesakitan sembari memegangi perutnya.
“Ngomong itu pake otak. Jangan asal jeplak aja!” kesal Nafla dengan tatapan galak karena bukannya mendapatkan saran dan solusi Andra justru menambah masalah baru.
“Init tuh hanya umpama. Lagian nggak lucu klo kita nantinya menikah!” Tawa Nafla berderai. Nafla tak mampu membayangkan jika salah satu dari ketiga sabahatnya benar-benar menjadi suaminya. Akan seperti apa rumah tangga mereka nantinya. Bukannya menjadi keluarga yang samawa yang berarti sakinah mawaddah dan warohmah. Tapi malah menjadi keluarga yang sakinah mawaddah dan wah-ambyar.
Andra menggaruk belakang kepalanya dengan tersenyum kaku. Apa yang dikatakan Nafla memang benar. Tapi itu juga yang menjadi keinginannya selama ini. Bisa membuat Nafla jatuh cinta kepadanya. Memang usaha Andra selama bertahun-tahun belum menuai hasil. Karena rencana Andra ke depan nanti ia ingin segera lulus kuliah dan mencari pekerjaan barulah berani menyatakan cintanya. Memang saat ini ia sudah memiliki usaha sampingan sebagai pendisainer cover buku cetak maupun digital. Pelanggannya pun sudah lumayan banyak. Sebagian dari hasil usahanya tersebut juga sudah Andra tabungkan untuk bekal di masa depan.
“Emang lucu ya? Misalkan aku serius gimana?” Andra mencoba menuntut jawaban jujur dari Nafla. Mungkin inilah waktu yang tepat baginya untuk mengakui perasaan yang disimpannya sendiri selama ini.
“Eh bentar!” potong Nafla saat ponselnya berdering. “Umur panjang nih orang!” gerutu Nafla saat membaca nama Devil di layar ponselnya.
“Apa Bang?” sahut Nafla tanpa berniat menjawab salam dari Rizky. Perubahan sikap Rizky yang dramatis justru membuat Nafla merasa sangsi. Laki-laki itu benar-benar berubah atau hanya sandiwara saja dan nanti saat hubungan mereka telah membaik, kembali Rizky akan mematahkan hatinya.
“Udah selesai kelas kan? Ini Abang udah di depan kampus,” balas Rizky dari seberang sana.
“Udah. Masuk aja. Ini Lala lagi ngobrol bareng Andra,” balas Nafla dengan malas. Sejujurnya Nafla masih ingin mengobrol lebih lama bersama sahabatnya tersebut.
Selang beberapa detik sambungan telepon terputus. “Dasar resek, maen putus telpon aja!” gerutu Nafla lalu kembali menatap Andra yang sudah kembali dengan ekspresi seperti biasa.
“Yah Dimas dan Bobby datang!” Nafla membalas lambaian tangan kedua sahabatnya yang berjalan ke arah mereka berdua dengan perasaan kecewa. Menyesal karena tidak bisa hang out bareng mereka lagi.
Baru saja Nafla bercanda dengan ketiga sabahatnya Rizky datang dengan muka masam. Laki-laki berwajah oriental itu mematikan mesin motor lalu turun. Tampak Rizky memindai ketiga sabahat Nafla satu persatu dengan tatapan dingin.
“Kenalin Bang, ini Dimas dan Bobby.” Nafla memperkenalkan sebelum Rizky sempat membuka kata.
“Rizky!” Rizky mengulurkan tangan dengan terpaksa kala mengingat tujuan utamanya. Ya, Rizky harus bisa mengubah sikap di hadapan Nafla.
“Aku balik dulu ya? Bye semua. Nanti aku calling!” ucap Nafla lalu segera mengajak Rizky pergi meninggalkan kampus sebelum perdebatan terjadi.
Mereka bertiga memperhatikan bagaimana Rizky dengan lembut memasangkan helm di kepala Nafla. Pun ketika Rizky memasangkan resleting jaket sahabat mereka. Jika adegan romantis yang mereka saksikan adalah orang lain tentunya akan menjadi hal yang biasa dan tidak menarik. Tapi ini Nafla, gadis tomboy yang sekalipun belum pernah berpacaran apalagi berkencan.
“Aku balik dulu!” Andra menepuk bahu kedua sahabatnya yang masih terpaku pada adegan romansa antara Rizky dan Nafla yang sedang berlangsung di hadapan mereka lantas pergi begitu saja.
Dimas dan Bobby seketika tersadar lalu saling bersitatap. Kembali mereka berdua menatap punggung Andra yang mulai menjauh. “Duh ada yang patah hati ini Bob!” celetuk Dimas lalu menarik tangan Bobby untuk menyusul Andra.