Chapter 17

1252 Words
"Pria playboy itu hanya ber'oh ria Dev. Dia! Huh dia itu" Grace meremas tangannya sendiri. Ia ingin melampiaskan kemarahanya dengan mencabik atau menampar wajah Edward. "Ada apa dengannya? Biasanya dia akan memasang wajah sok tampan dan sok manisnya itu. Dan sekarang aku sudah sangat berbaik hati mengucapkan terimakasih. Tapi dia justru mendadak berubah menjadi dingin dan datar. Dasar playboy" Grace melampiaskan emosinya pada Devani. "Sudahlah, Grace. Ayo kita makan siang. Mungkin dia moodnya sedang buruk hari ini." jak Devani dengan menarik tangan Grace.  "Benar. Moodku juga sangat sedang buruk saat ini. Sepertinya menyantap sup kepala Edward akan sangat menyenangkan." geram Grace yang dibalas tawa oleh Devani. "Tapi kau sudah tahu kan bagaimana jika menjadi dia." ucap Devani kemudian. "Dia?" Grace mengerutkan keningnya  "Ya Edward. Sikapnya tadi itu sama percis seperti apa yang selama ini kau lakukan padanya. Ketus dan dingin." ujar Devani . "Benarkah?" tanya Grace. "Iya. Dan dia juga sampai datang kesini demi makan siang bersamamu Grace. Tetapi kau selalu mengacuhkannya. Ya begitulah Grace rasanya diabaikan." ucap Devani. "Terkadang kau harus menghargai orang lain Grace. Apalagi niat Edward selama ini baik. Kurasa dia ingin berteman denganmu." ucap Devani. "Tetapi dia orang asing." ujar Grace  "Dia bukan orang asing, Grace. Tapi kau yang tidak mau membuka diri dengannya."  "Dia playboy" "Tapi dia baik. Dan dia sangat romantis" "Dev, please ! Aku sedang kesal padanya. Jadi tolong berhenti membicarakan pria playboy itu. Dan kumohon jangan memujinya seolah dia itu malaikat!" ucap Grace dengan sedikit memekik. "Baiklah, Grace." ujar Devani. ----- eminggu telah berlalu. Semuanya tampak berjalan baik-baik saja. Namun tidak bagi Grace dan Edward. Edward terlalu sibuk untuk menjalankan kewajibannya sebagai CEO, begitu pula Grace. Seminggu adalah waktu yang cukup lama. Selama seminggu itulah, ketidakmunculan Edward berhasil mengobrak-abrik perasaan Grace. Rasa bersalah, malu, gelisah, dan penasaran bercampur jadi satu.  Grace memang belum pernah seperti ini sebelumnya. Ia hanya akan merasa bersalah sehari jika ia telah menolak pria yang menyatakan cinta ataupun yang langsung melamarnya . Kali ini, perasaannya berbeda. Ia sudah membicarakan keburukan pria itu yang justru secara langsung didengar oleh yang bersangkutan. "Jangan-jangan dia masih marah padaku, Dev" ucap Grace tiba-tiba ketika ia dan Devani sedang sibuk-sibuknya mengecek laporan. Devani menoleh dengan tampang seriusnya. Inilah kehebatan Grace. Ia akan membicarakan sesuatu yang berbeda disaat situasi tidak mendukung. Seperti membicarakan masalah percintaan ketika mereka sedang fokus membahas pekerjaan. Atau tiba-tiba membahas tentang anjing saat Devani membicarakan tentang tas keluaran terbaru atau hal yang berbau fashion. "Edward maksudmu?" tanya Devani lalu kembali terfokus pada laporan yang tadi dibacanya. "Iya. Sudah seminggu ini aku tidak melihatnya. Dan , maksudku. Ini aneh. Aku mengenalnya beberapa hari. Dan dia tiba-tiba sering menghampiriku saat makan siang. Lalu dia pergi ke Las Vegas dan tiba-tiba muncul saat aku sedang membicarakannya denganmu. Dia juga memberiku bunga mawar merah dan seekor anjing kesukaanku. Tapi sekarang. Lagi, dia menghilang. Oh bagaimana ini, Dev? Bagaimana jika ia dendam padaku?" ucap Grace dengan gelisah. Devani menutup laporannya. Sepertinya kali ini akan menjadi sesi curahan hati yang seru. "Kenapa kau terlihat begitu terganggu akan hal itu? Bukannya dulu kau tidak suka saat dia menghampirimu ketika makan siang?" tanya Devani. "Ya entahlah. Setiap malam aku selalu memikirkan kesalahanku. Maksudku, aku akan terbebani jika aku sedang memiliki masalah dengan seseorang. Aku akan selalu merasa tidak tenang jika ada orang membenciku." ujar Grace. "Jangan-jangan kau merindukan Edward." ledek Devani 'Iya sedikit' batin Grace. "Aku hanya merasa bersalah, Dev." Grace menghela napas. "Nah kalau begitu. Kau datangi saja dia. Kau temui Edward. Lalu minta maaf padanya." usul Devani. "Tidak akan semudah itu, Dev. Kau ingat, dia hanya menjawab 'oh' ketika aku berterima kasih. Bisa bisa dia menjawab 'eh' ketika aku meminta maaf." "Coba dulu, Grace. Kau belum mencobanya. Sudah kubilang bukan. Mungkin saja waktu itu moodnya sedang buruk." Grace menghela napas kembali. Menemui Edward? Yang benar saja.  Sangat tidak lucu jika seorang Grace Dominica yang terkenal sering menolak pria, datang menemui CEO muda tampan seperti Edward Jacob hanya untuk meminta maaf atas kesalahan konyol yang diperbuatnya. Tetapi apa salahnya meminta maaf?  Grace sudah sering meminta maaf jika ada permasalahan dengan orang lain, bahkan meskipun Grace tidak salah. Seperti saat SMA dulu. Ketika kakinya terinjak, Grace yang akan spontan meminta maaf meskipun ia yang merasakan sakit. Kakinya yang terinjak, dia tidak berbuat kesalahan. Tetapi Grace meminta maaf karena ia sadar, bukan hanya orang yang menginjak kakinya yang bersalah. Mungkin itu juga salah Grace yang memijakkan kakinya sembarangan sehingga dengan mudah dapat di injak oleh orang. Begitulah Grace. Ia akan sangat terganggu oleh masalah kecil. Ia akan selalu memikirkannya setiap malam. Termasuk hutang. Grace adalah tipe yang sangat berbalas budi. Hutang dalam bentuk apapun, akan selalu diusahakannya agar terbayar lunas. Termasuk hutang budi. Grace sangat ingin bebannya terlepas dengan meminta maaf.  Namun ia masih takut jika nanti perlakuan Edward akan sama seperti saat ia berterimakasih. Atau mungkin akan lebih buruk? Tetapi apa yang dikatakan Devani itu benar. Sepertinya Grace harus lebih membuka diri dan menghormati Edward. Biar bagaimanapun Edward adalah pria tampan yang mampu membuat Grace terkagum dalam diam. "Jadi bagaimana cara aku menemuinya?" tanya Grace  "Kau bisa mendatanginya kekantor. Atau mungkin saat makan siang . Seperti yang dia lakukan padamu." usul Devani . "Kekantornya? Ah tidak tidak. Aku tidak ingin menjadi bahan gosip para karyawannya nanti. Dan makan siang? Aku bahkan tidak tau dimana ia melaksanakan kegiatan makan siangnya itu." ucap Grace. Ucapannya itu membuat tersadar. Lalu bagaimana selama ini Edward bisa tahu tempat Grace biasa makan siang? "Lalu dimana lagi kau akan menemuinya. Di mansionnya? Atau dikamarnya?" ujar Devani yang membuat Grace melotot. "Mansion? Aku bisa dihadiahi berjuta pertanyaan jika aku datang kekediaman keluarga Jacob. Dan kamar? Oh ayolah, Dev. Tidakkah ada saran yang lebih buruk dari itu?" Devani memutar bola mata malas. Untuk urusan seperti ini, jangan pernah percayakan pada Grace. Karena Grace sebenarnya adalah perempuan pemalu. "Memangnya kau bisa menemui Edward dimana lagi. Dan kau juga tidak punya kontaknya bukan. Jadi kau datang saja ke kantornya. Tidak akan ada yang tau apa tujuan mu bertemu dengan Edward. Kau tinggal menjawab ada urusan bisnis jika ada yang bertanya." ucap Devani. "Ah iya. Kau benar juga, Dev." ucap Grace. Kontak? Benar. Grace tidak mempunyai kontak Edward. Dan berbeda dari banyak pria yang biasanya memulai pendekatan dengan lebih sering mengobrol lewat berkirim pesan. Edward justru tak pernah menghubungi Grace. "Jadi menurutmu kapan aku harus menemuinya?" tanya Grace. "Sepertinya kau harus menemuinya makan siang nanti,  Yang Mulia." jawab Devani. "Tidak bisa. Aku harus makan siang. Dan aku malas pergi ke perusahaan Jacob. Waktu tempuhnya lebih baik kumanfaatkan untuk bersantai sejenak." "Memangnya kapan lagi kau akan menemuinya? Jangan sampai sikap malasmu itu berdampak pada hubungan kerjasama perusahaan ini dengan perusahaan Edward." Benar, ini bisa mempengaruhi hubungan kerjanya dengan Edward. Grace melirik jam tangannya. Masih pukul 10.03. "Aku akan kesana sekarang" ucap Grace. Devani terkejut. "Kau serius?" tanya Devani yang tidak menyangka. "Ya tentu saja. Ini demi perusahaan. Jangan sampai Edward dendam padaku dan melampiaskannya pada urusan kerjasama perusahaan." Grace bergegas membereskan tasnya.  Sebenarnya ia tidak terlalu suka membawa tas . Tapi demi terlihat fashionable, membawa tas hanya agar ia terlihat anggun dan terkesan formal. Grace melangkah menuju pintu, namun saat ia hendak memutar knop pintu ia berbalik dan bertanya pada Devani. "Menurutmu ini tidak terlalu berlebihan kan jika aku kesana di jam segini?" "Tidak apa-apa. Kau yakin akan pergi? Perlu kutemani?" ucap Devani menawarkan diri. "Tidak usah. Kau lanjutkan saja memeriksa laporannya. Oh ya, dan doakan saja aku." Grace lalu membuka pintu dan menutupnya. Devani kemudian bergegas mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang. "Halo. Grace akan menemui Edward. Lakukanlah sesuatu!" ucapnya dengan panik.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD