Chapter 18

1061 Words
Dengan gelisah Grace mengendarai mobilnya menuju perusahaan Edward. Nekat, hanya itu yang membuatnya seberani ini. Sambil tetap fokus menyetir. Otaknya terus berpikir menyusun kata-kata.  Jantungnya berdegub dengan kencang. Ia hanya akan meminta maaf, namun membuatnya sangat gugup. Tidak perlu waktu lama untuk tiba di Jacob Company. Jalan sedang tidak terlalu ramai, sehingga Grace tiba dengan cepat. "Ya kau harus melakukannya Grace. Turunkan gengsimu sedikit saja. Ini demi perusahaan oke" ucap Grace menyemangati dirinya sendiri. Namun sepertinya ucapan hanya ucapan. Grace justru terdiam di dalam mobil dan tidak menunjukan gerakan akan keluar. "Tapi apa yang nanti akan kukatakan?" Grace mulai merasa bingung. "Ah sudahlah. Nanti akan kupikirkan." "Oh kau sudah berpikir sejak diperjalanan, Grace. Tapi otakmu tidak mendapatkan apapun" ucap Grace memaki dirinya sendiri. "Lalu apalagi. Aku sudah ada disini. Ah sudahlah." Akhirnya Grace memutuskan keluar. Dia melangkah dengan anggun menuju lobi.  ----- Grace disambut oleh tatapan nakal dari beberapa karyawan yang berlalu lalang. "Permisi. Aku ingin bertemu dengan Edward. Bisa kutahu ruangan Edward dimana?" tanya Grace sesopan mungkin pada resepsionis. Resepsionis itu pun menatap tidak suka kearah Grace. Seolah Grace adalah seorang jalang yang tanpa malunya menghampiri Edward kekantor. Hey, apa dia tidak mengenal Grace. "Permisi. Bisa kutahu dimana ruangan Edward?" tanya Grace sekali lagi. Resepsionis itu akhirnya tersadar dan menjawab tanpa ada unsur ramah sedikitpun. "Lantai 28" jawabnya singkat. "Terimakasih" ucap Grace dengan tersenyum. Bagaimanapun ia harus bersikap sopan. Grace melangkah menuju lift dengan gugup. Biasanya ia akan bangga jika di tatap dengan tatapan memuja dari para pria.  Namun kini ia merasa muak. Ditambah lagi tatapan beberapa karyawati yang menatap tajam padanya. Setelah tiba dilantai 28, Grace keluar dari lift.  Masih sama seperti sebelumnya saat Grace kemari. Hanya ada satu ruangan dilantai ini. "Permisi. Aku ingin bertemu dengan Edward. Apa dia ada?" tanya Grace pada sekretaris yang mejanya berada sebelum ruangan Edward. Lagi, Grace mendapat tatapan tak suka. "Apa anda sudah membuat janji?" Jlebb.. Grace lupa bahwa Edward bukan orang sembarangan yang bisa seenak jidat ingin ia temui kapanpun dimanapun. Ingin rasanya ia berbalik, namun langkahnya sudah sejauh ini. Ia hanya tinggal memasuki ruangan, bertemu Edward dan meminta maaf. "Em. Belum, tapi aku perlu bertemu dengannya." ujar Grace. "Maaf. Tapi anda harus membuat janji terlebih dahulu. Dan Mr.Edward juga sedang ada pertemuan penting diruangannya." ujar sang sekretaris. Grace merasa begitu bodoh sekarang. Ia akan sangat terlihat bodoh jika ia langsung berbalik pulang. Dan ia akan terlihat gila jika dengan lancangnya ia menerobos masuk keruangan Edward. Tapi Edward sedang ada pertemuan penting, itu artinya ia sedang sibuk.  "Ow. Kalau begitu terimakasih. Saya permisi" ucap Grace dengan senyum kikuk. Ia benar-benar merasa seperti orang bodoh saat ini. Grace lantas berbalik menuju lift, berniat pulang dengan sia-sia .  Namun suara bariton keras menghentikan langkahnya. "Grace, tunggu"  ---- Grace menoleh. Dan cukup terkejut ketika mendapati Alex mengejarnya. "Kau disini? Ada apa?" tanya Alex. Grace berusaha mengingat. Ia tak asing dengan pria tampan ini.  Ah iya. Dia adalah asisten Edward. Untungah Grace mudah mengingat orang. "Aku ingin bertemu dengan Edward. Tapi aku belum membuat janji." jawab Grace. "Kalau begitu ayo masuk." ajak Alex "Tapi kata sekretaris itu, Edward sedang ada pertemuan penting."  "Iya benar. Tidak apa-apa kau masuk saja. Ayo, kau juga tamu kehormatan. Tanpa membuat janji pun kau bisa bertemu dengan Edward" ujar Alex dengan tersenyum. 'tampannya' batin Grace. Tetapi bagi Grace senyuman tulus dari Alex tidak mampu mengalahkan seringaian Edward yang tampan. "Ayo." Alex kemudian mendampingi Grace melangkah menuju ruangan Edward.  "Lain kali jika ada tamu penting, kau harus mempersilahkanya masuk." ucap Alex dengan nada dingin pada sekretarisnya. Sehingga sang sekretaris hanya menunduk takut. Dan Grace hanya tersenyum. Setidaknya ia tidak jadi pulang dengan sia-sia seperti orang bodoh. ----- Alex membuka pintu. Debaran jantung Grace makin tidak menentu. Tidak terpikirkan sebelumnya jika ia akan menemui Edward saat Edward sedang menjamu tamu penting. "Edward, Grace ingin menemuimu." ucap Alex yang membuat Edward menoleh dengan sedikit terkejut. Namun beberapa detik kemudian raut wajahnya kembali datar dan terfokus pada laptop dihadapannya. Grace membulatkan matanya ketika ia melihat Ludwig sedang asik mengotak-atik laptop, begitu juga dengan Edward disofa khusus menerima tamu. Ini bahkan lebih mengerikan dari yang dibayangkannya. Apa yang harus ia katakan pada Ludwig. Dan tidak mungkin Grace mengusir secara halus sosok yang dikaguminya itu hanya karena ingin membicarakan hal konyol dengan Edward. Baru saja Grace berterimakasih dalam hati pada Alex. Baru saja Grace memuja Alex sebagai malaikat penolongnya. Baru saja Grace merasa berhutang budi pada Alex karena membantunya memasuki ruangan Edward. Kini Grace menyesal. Lebih baik tadi ia pulang dengan sia-sia, daripada ia harus mengarang indah dengan gugup dihadapan Ludwig.  Ini akan sangat menjatuhkan pencitraannya. Bagaiamana jika Edward menceritakan sikapnya pada Ludwig. Bagimana jika Ludwig menjadi marah dan berimbas besar pada perusahaannya. Pikiran Grace semakin kacau balau dan segala ekspetasi buruknya terhenti ketika terdengar suara dari Ludwig. "Selamat datang, Grace. Kemarilah" ucap Ludwig dengan santai dan mempersilahkan Grace untuk duduk disampingnya. Grace yang sedari tadi hanya mematung didekat pintu kini tersenyum kikuk dan melangkah dengan perlahan menuju Ludwig. Edward hanya menatapnya sekilas lalu kini menatap layar laptopnya. Berusaha menyembunyikan ekspresi terkejut akan kedatangan Grace. Dengan grogi setengah mati, Grace melangkah menuju sofa dan duduk disebelah Ludwig yang dengan otomatis kini Grace berhadapan dengan Edward. "Angin segar apa yang membawa wanita cantik sepertimu datang kemari untuk menemui putraku?" ujar Ludwig tersenyum hangat. "Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan dengan putra anda, Sir." ucap Grace. Jujur ia sangat gemetar. Bahkan Grace menggigit bibir bawahnya untuk meredakan rasa gugupnya. Ludwig tersenyum dan menatap Alex. "Baiklah, Ed. Kita lanjutkan itu nanti. Daddy harus pergi sekarang." ujar Ludwig beranjak dari duduknya. Edward menoleh dengan terkejut. Pasalnya baru beberapa menit Ludwig tiba disini dan berniat membicarakan proyek properti baru, tapi justru kini Ludwig ingin pergi. "Tapi Dad, ki-" Suara itu. Suara bariton seksi yang Grace rindukan. Ludwig menepuk pundak Edward. "Daddy sedang ada urusan. Sekarang kau selesaikan urusanmu dengan Grace. Sepertinya ada hal penting sampai ia datang kemari. Benar begitu, Grace?"  Grace hanya tersenyum. Ia tidak menyangka Ludwig akan sebaik itu mengerti tujuan Grace kemari. "Baiklah kalau begitu hati-hati, Dad." ucap Edward. Grace sangat merindukan suara itu. Akhirnya ia bisa mendengarnya lagi. "Saya akan mengantar anda, Mr.Ludwig" ujar Alex. Deg. Itu artinya Grace dan Edward hanya akan berdua diruangan ini. Dan itu sangat canggung.  Tetapi akan lebih canggung lagi jika ada Alex ataupun Ludwig disini.  Dan inilah saat yang tepat untuk berbicara. Meskipun Grace tidak siap, bahkan hanya untuk meminta maaf.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD