Ziya terus saja menatap punggung Reinan hingga menghilang dari pandangannya. Menekan rasa kesal dalam dirinya, mulai menghitung dalam hatinya untuk mengingat akun ini satu persatu. Sejak bertemu dengan pria itu, ada terlalu banyak hal yang membuat Ziya semakin memandang pria itu dari sisi negatifnya. Mengingat tidak ada satu pun sisi positif yang bisa dia temukan.
Beberapa wanita muda menatapnya dengan pandangan sengit. Jelas tidak menyukai kehadirannya saat datang bersama Reinan yang cukup menarik banyak perhatian. Ziya tidak merasa gentar sama sekali, terus berjalan dengan kepala tegap dan berkeliling untuk sekedar melihat-lihat. Sayangnya dia tidak mengenali siapa pun di sini. Membuatnya sulit untuk bisa memulai interaksi untuk mencari informasi yang berguna.
***
"Reinan, kudengar kamu datang bersama istrimu? Dimana dia sekarang?"
Edgar bertanya pada Reinan dengan tatapan mata meledek saat melihat Reinan datang bersama wanita lain saat menemui mereka. Alih-alih membawa istrinya Reinan malah bergandengan tangan dengan wanita lain dan meninggalkan istrinya di luar begitu saja.
"Dia ada di luar, biarkan saja." Reinan dengan santai duduk di sofa panjang. Tidak begitu banyak orang yang ada di ruang VIP ini. Hanya lima orang bersama dirinya.
"Kamu meninggalkannya di luar begitu saja?" Andre ikut menimpali. Siapa di antara mereka yang tidak mengetahui kalau selama ini Reinan tidak pernah menganggap serius wanita yang sudah dinikahinya selama lebih dari satu tahun itu.
Reinan tidak menjawab, memilih untuk menyesap gelas berisi sampanye dan menegaknya sedikit demi sedikit. "Dia bukan anak kecil."
Hanya Rendy yang sejak tadi diam dan tidak banyak bicara. Fokus mendengarkan dan menyesap cocktail di tangannya secara perlahan.
Kezia duduk di samping Reinan, mengabaikan setiap tatapan mata seolah meledeknya. Namun itu sudah biasa, dia tidak menghiraukannya dan tetap memfokuskan dirinya pada Reinan.
"Reinan, kapan kamu berencana untuk menceraikan istrimu?"
Pertanyaan lancang yang keluar dari bibir Kezia, membuat semua orang yang ada di dalam ruangan itu seketika menyipitkan matanya. Menatap Kezia dengan takjub. Melihat keberanian wanita ini, patut untuk diacungi jempol. Lagi pula di antara mereka semua juga paham, kalau selama ini Reinan hanya menikah hitam di atas putih. Pria itu bersikap seolah-olah Zea tidak pernah ada, bahkan lebih seperti orang asing.
"Mengenai hubunganku, kemu tidak berhak mempertanyakannya. Jangan melebihi batasanmu." Reinan menjawab dengan nada acuh tak acuh.
Kezia yang mendapatkan jawaban menohok dari Reinan hanya bisa menundukkan kepalanya. Kedua tangannya tanpa sadar telah mengepal. Sementara tiga orang lainnya di dalam ruangan tersebut hanya bisa menahan tawanya. Menertawakan Kezia yang langsung bungkam karena merasa malu. Hanya karena Reinan lebih memilih pergi bersamanya dari pada istrinya, dia menjadi terlalu besar kepala.
"Aku ke kamar mandi dulu." Kezia segera berjalan menjauh dari ruangan tempat keempat pria tampan itu berada.
Meski berada dalam suasana hati yang buruk, Kezia tidak berani dan tidak bisa melakukan apapun. Dari keempat orang itu, tidak ada satu pun yang berani dia singgung. Dia masih bisa berdiri dan berkeliaran di antara empat pria paling diminati di kalangan wanita sosialita kelas atas, sudah menjadi hal paling membanggakan baginya. Meski kenyataannya, dia hanya diterima karena Reinan. Tanpa pria itu, dia hanya bisa bermimpi bisa mendekati circle mereka.
Saat berjalan mendekati kamar mandi, dia menyipitkan kedua matanya. Melihat seseorang yang tidak asing di matanya. Wanita yang membuatnya menyimpan dendam sejak lama. Karena dia adalah seseorang yang seharusnya ada di sisi Reinan, bukan wanita liar itu.
Berjalan ke arah wastafel, dengan sengaja menyenggol bahu Ziya. Membuat Ziya yang tidak menyadarinya mundur dan berpegangan pada pinggiran wastafel.
"Maaf, aku tidak sengaja." Melanjutkan kegiatannya mencuci tangan dan bercermin seolah-olah apa yang baru saja dilakukannya tidak pernah terjadi.
Ziya yang ada di samping Kezia menatapnya dengan tatapan tajam. Melihat siapa yang telah menyinggungnya, sudut bibirnya naik ke atas. Rupanya ada orang yang dengan sengaja ingin mencari masalah dengannya. Maka dia dengan senang hati akan melayaninya. Persetan dengan hubungannya dengan Reinan, salahkan saja wanita ini karena telah mengusik hidupnya.
Ziya juga bersikap seolah-olah tidak terjadi sesuatu. Ingin melihat bagaimana reaksi wanita ini selanjutnya untuk memakan umpannya. Karena dia sedang menunggu momen yang pas untuk membalas dendam.
Benar saja, melihat sikap Ziya yang bersikap sama seolah tidak ada yang terjadi membuat Kezia berdecak kesal. Mengingat dia tidak bisa membalas kekesalannya pada teman-teman Reinan, dia akan menjadikan Ziya sebagai pelampiasannya.
"Kamu istri Reinan bukan?"
"Kamu berbicara denganku?" Ziya sedikit memiringkan kepalanya, bersikap polos seolah-olah tidak mengetahui apapun.
"Benar saja, kamu sangat jauh jika dibandingkan dengan Reinan. Kuharap kamu bisa lebih sadar diri dan segera menjauh darinya. Jangan sampai mempermalukannya, apa lagi di acara sebesar ini."
"Oh aku tidak pantas, lalu menurutmu siapa yang pantas? Kamu?"
Kezia menatap Ziya dari atas ke bawah dengan pandangan merendahkan. Dia cukup iri dengan wanita di depannya, yang terlalu beruntung bisa mendapatkan Reinan. Bahkan gaun yang dipakainya adalah kualitas terbaik, pastinya Reinan yang memberikan itu. Atas dasar apa wanita ini berhak memilikinya?
"Aku tidak mengatakannya, hanya saja aku dan Reinan adalah kekasih masa kecil. Dia bahkan tidak pernah menganggapmu ada. Cepat atau lambat kalian akan berpisah. Mungkin aku bisa sedikit membantumu."
Ziya tersenyum, dengan sengaja menyibakkan sebelah rambutnya. Menampilkan jejak kemerahan di lehernya akibat ulah Reinan pada malam itu. Meski dia tidak berniat menunjukkan tanda ini pada awalnya. Namun untuk wanita dengan niat buruk di depannya ini, sepertinya akan sedikit berguna.
"Kamu ...," Kezia terpaku selama beberapa saat, melihat jejak kemerahan di leher Ziya. Bukan hanya satu, bahkan ada dua yang terlihat. Entah berapa banyak yang tidak terlihat dan tertutup oleh bajunya.
Spontan tangan Kezia terulur hendak menampar pipi Ziya. Dia diliputi amarah. Selama ini dia hanya diam, karena tahu kalau hubungan suami istri mereka hanya ada di permukaan. Tapi apa yang dilihatnya sekarang membuat pikiran wanita ini kosong dan bertindak secara impulsif.
Suara gema tamparan yang cukup kencang menggema di dalam kamar mandi yang kebetulan sepi, hanya ada mereka berdua. Rasa panas langsung menjalar di pipinya yang kemerahan. Ziya menahannya, memegang sebelah pipinya, namun senyum tipis muncul di sudut bibirnya.
"Jalang, kamu pasti sudah menggoda Reinan."
Ziya memiringkan kepalanya sambil meludah ke arah wastafel. Terasa agak perih, namun ini saatnya dia membalas perbuatan wanita di depannya ini.
Tanpa banyak kata Ziya menarik belakang kepala Kezia dan membawanya masuk ke dalam bilik toilet. Tenaganya cukup kuat, tidak peduli seberapa kuat gerakan yang dilakukan oleh Kezia untuk memberontak dan melawannya, semua itu sia-sia di depan Ziya.
Ziya menarik kepala Kezia dan mendekatkannya ke arah closet duduk. Membuat kepala wanita itu bergerak-gerak semakin kuat untuk melepaskan cengkeraman Ziya pada rambutnya. Tidak peduli meski dia merasakan ada beberapa rambutnya yang rontok ataupun kusut, dia tidak ingin kepalanya dimasukkan ke dalam lubang toilet.
"Apa yang kamu lakukan? Cepat lepaskan aku, jangan berani-beraninya kamu!"
Ziya yang merasa kalau suara Kezia terlalu berisik segera memasukkan kepalanya ke dalam lubang toilet. Menahannya selama lebih dari satu menit sebelum menariknya kembali. Membuat wanita itu tampak membuka dan menutup bibirnya seperti ikan yang kehabisan oksigen. Namun itu semua tidak cukup, Ziya kembali melakukan hal itu selama lebih dari tiga kali berturut-turut. Dia menikmatinya, memberikan pelajaran pada orang-orang yang berniat buruk dan ingin menindasnya.
"Kezia?"
Suara pintu bilik kamar mandi yang ditendang dari luar secara tiba-tiba membuat Ziya yang ingin memasukkan kepala Kezia untuk kelima kalinya menjadi urung. Menoleh ke belakang dan melihat tatapan tajam dari Reinan tertuju padanya. Entah dari mana pria itu mengetahui keberadaannya, membuat Ziya berdecak kesal di dalam hatinya karena kurang puas.
"Apa yang sedang kamu lakukan?"
Reinan dengan sigap mendorong Ziya menjauh hingga tersungkur di lantai toilet yang dingin dan agak basah. Sudut dahinya bahkan sempat terantuk oleh ujung kloset akibat dorongan Reinan yang terlampau besar. Reinan dengan sigap menarik Kezia ke dalam pelukannya dan melepaskan jas miliknya untuk dikenakan di sekeliling tubuh Kezia. Segera membawa wanita itu keluar tanpa memedulikan Ziya yang masih memegangi dahinya.
Aroma amis sedikit tercium, rupanya dahinya berdarah meski tidak banyak. Itu semua karena Reinan yang spontan mendorongnya demi menyelamatkan kecantikannya. Hanya dengan mengingatnya, Ziya tertawa dengan miris. Nasib saudarinya selama ini pasti jauh lebih sulit dari pada yang dia alami, karena ulah b******n seperti Reinan.
Memberikan penjelasan pun percuma, saat dihadapkan pada pria buta.
"Apa kamu baik-baik saja?"