Ranjang Panas Semalam

1335 Words
Elora kembali tepat pada pukul 7 pagi. Ia sudah tak melihat kendaraan pribadi milik sang suami di depan, yang mana menunjukkan bahwa Stevan sudah pergi. Entah baru saja pergi, atau memang sudah pergi sejak ia keluar dari rumah semalam, Elora tidak tahu. Tapi pikirannya langsung ke arah negatif. “Ck! Aku yakin dia sudah pergi semalam.” Elora tertawa miris kali ini. “Menyusul selingkuhannya itu pasti. Ya, pasti menyusul wanita sialan itu!” Elora menutup matanya sejenak, ketika kepalanya kembali berdenyut. Pusing dan masih terasa berat sekali kepalanya saat ini. Tidak menabrak apapun dan selamat sampai tujuan saja, Elora sudah sangat bersyukur. “Nyonya Elora!” Salah seorang pelayan berlari menuju ke arah Elora yang hampir saja limbung. Kecepatannya membuat Elora terselamatkan, dan tak terjatuh ke lantai. “Hati-hati Nyonya, saya bantu.” ujarnya, sambil menahan bau menyengat yang berasal dari Elora. Ya, bau alkohol yang sangat pekat. Elora menepis tangan pelayan tersebut dengan angkuh. Dalam keadaan begini saja, ia masih tidak mau menerima bantuan dari siapapun. Kakinya melangkah dengan begitu pelan menuju ke sebuah kamar tamu yang letaknya dekat kolam renang, dan hal itu membuat sang pelayan berusaha untuk menghentikannya. “Nyonya, kamar utama bukan di sini jalannya. Kamar utama ada di—” Elora sontak menghentikan langkahnya, yang mana membuat sang pelayan tersebut langsung menghentikan langkah kakinya secara mendadak. Tatapan Elora terlihat sangat tajam. Sisi yang Elora tunjukkan saat ini jelas berbeda dengan Elora yang sebelum-sebelumnya. “Kau terus saja berisik sejak tadi. Aku tahu kamar utama ada di sebelah mana. Tapi kau pikir aku mau menempatinya lagi setelah dikotori oleh tuan mu yang b******k itu?” Elora pikir, ia akan lupa setelah membuang sprei, mengganti bantal, guling dan kasurnya. Tapi faktanya, hati Elora tak sekuat itu. Tetap saja bayangan pengkhianatan itu terus berputar dalam ingatannya. Sumpah demi Tuhan, Elora tak Sudi menempati kamar itu lagi. “Tidak usah sok kaget begitu. Semua orang yang ada di sini juga pasti sudah tahu kan bagaimana brengseknya dia? Aku heran, kalian semua di sini dibayar berapa olehnya untuk tutup mulut?” “Maaf Nyonya, tapi saya benar-benar tidak tahu.” Elora tertawa. Ia masih sangat terluka. Semua pekerja di rumah tersebut benar-benar sialan dan bermuka dua. Dari banyaknya pelayan, supir, bahkan keamanan yang mengetahui perselingkuhan Stevan, tidak ada satu pun yang berniat untuk memberitahunya. Semuanya benar-benar menyembunyikan perselingkuhan Stevan dan menikmati uang tutup mulut yang diberikan. Sakit hati Elora, saat mengetahui tak ada satu pun yang berpihak padanya. Lantas salahkah jika ia menjadi seperti ini? Sangat galak dan arogan? Bahkan rasanya ini tak seberapa dibandingkan apa yang sudah Elora rasakan dan terima. “Memang seharusnya tidak cuma Izza yang harus ku pecat. Tapi kau juga! Dan semuanya!” “Nyonya, saya mohon jangan pecat saya dan yang lainnya. Saya benar-benar bersumpah tidak mengetahui apapun soal perselingkuhan tuan Stevan. Sama sekali tidak, Nyonya. Tolong, kasihani kami yang tidak tahu apapun jika sampai terkena imbasnya.” “Berani juga kau bicara begitu padaku? Kau pikir aku akan peduli padamu dan yang lainnya? Kau pikir dengan kau bicara begitu aku akan merasa kasihan dan berbaik hati seperti malaikat? Jangan mimpi!” Kemarahan Elora terdengar begitu menggelegar. Sampai-sampai semua pelayan dan salah seorang keamanan berlari terburu-buru menuju ke asal suara. Elora yang melihat semua pelayan dan salah seorang petugas keamanan di mansion tersebut sontak menatap datar. “Bagus semuanya langsung datang kemari tanpa diminta.” ujarnya, lalu dengan angkuh ia melipat kedua tangannya di depan dadaa. “Angkat kaki kalian semua dari sini! Tanpa terkecuali!" “Nyonya—” “Beritahu yang tidak ada di sini untuk segera beberes meninggalkan tempat ini. Aku tidak mau melihat satu pun dari kalian yang masih ada di sini.” “Nyonya, kami mohon...” salah seorang bersujud memohon belas kasihan. Elora acuh. Sakit hatinya sudah tak terkira. “Nyonya, tolong pikirkan kembali. Kasihan kami yang benar-benar tidak tahu soal perselingkuhan tuan. Kami bahkan tidak tahu jika Izza yang—” “Kalau begitu minta saja pertanggungjawaban pada Izza! Karena dia, kalian semua aku pecat! Aku tidak sudi melihat kalian semua ada di sini. Mau kalian terlibat atau tidak, aku tidak peduli. Yang jelas, kalian yang tahu pun soal perselingkuhan Stevan sialan itu hanya diam saja! Sekarang, minta pertanggungjawaban pada Izza! Dan minta saja gaji terakhir kalian pada tuan yang selalu kalian agung-agungkan itu! Jangan berharap aku mau mengeluarkan uang secara cuma-cuma.” “Nyonya—” Elora semakin emosi saja saat mendengar para pelayan terus memohon dan memanggilnya. Kepalanya terasa mau meledak. “PERGI! AKU BILANG PERGI DARI SINI, YA PERGI!!” +++ Setelah berendam dan membersihkan diri, Elora keluar dari kamar tamu hanya dengan mengenakan bathrobe saja. Di atas kepalanya masih terdapat handuk kecil, untuk menutupi rambutnya yang basah. Ia berjalan santai dan begitu tenang menuju dapur bersih. Semuanya sudah kosong. Tidak ada lagi orang selain dirinya di mansion saat ini. Semuanya benar-benar sudah meninggalkan tempat tersebut sesuai dengan perintahnya. Rasanya begitu tenang, sebab Elora bisa bebas melakukan apapun. Langkah Elora mendadak terhenti, saat melihat punggung seorang pria yang tengah duduk di meja bar yang berada tepat di depan dapur bersih tersebut. Dari belakang saja, Elora sudah dapat menebak siapa gerangan pria tersebut. Elora mengepalkan kedua tangan tanpa sadar. Baru akan berbalik dan berniat untuk kembali saja ke kamar kamar, pria itu sudah keburu melihatnya lebih dulu. “Elora?” Sang pemilik nama tak menyahut. “Kau bilang tak akan menghindari ku, kenapa begitu melihatku kau sengaja—” “Siapa juga yang menghindar?” sela Elora dengan nada ketus. Puan itu lantas melanjutkan langkahnya menuju ke dapur dan mengambil minuman dingin yang ada di dalam kulkas, tanpa mempedulikan kehadiran pria tersebut. “Ke mana semua orang? Maksudku, pelayan, supir, penjaga keamanan di depan, kenapa tidak ada? Aku sudah seperti perampok saja yang masuk tanpa permisi.” “Ku usir.” “Apa?” “Aku usir, Damian. Semuanya aku pecat, paham?” Damian menaikkan sebelah alisnya. Bingung, karena tiba-tiba sekali Elora memecat semua pekerja yang ada di mansion tersebut secara bersamaan. Hal ini membuat Damian curiga, tentu saja. “Kenapa kau memecat semuanya? Apa Stevan tahu?” Elora menggeleng tanpa ragu. Ia meneguk minumannya kembali, lalu berjalan ke arah Damian dan berdiri bersandar pada meja bar. “Apa pentingnya untukmu? Dan aku tidak butuh persetujuan Stevan juga untuk memecat semua pekerja di mansion ini.” “Elora, jangan gila. Memangnya kau sanggup mengurus mansion ini sendirian? Aku benar-benar tidak mengerti denganmu.” “Tinggal rekrut lagi pekerja yang baru. Apa susahnya?” “Stevan pasti akan marah besar padamu jika semua pekerja kau pecat begini.” “Marah bukankah sudah menjadi hobinya sejak dulu?” sahut Elora, lalu terkekeh. Damian tersenyum. Ia lalu merogoh saku jaketnya untuk mengambil sesuatu yang sengaja ia simpan di dalam sana. Sebuah anting ia sodorkan ke arah Elora dengan tatapan mata yang tak pernah lepas dari manik cantik sang puan. “Ini...” Elora langsung menerimanya. “Aku menemukan sebelah antingmu tertinggal di atas kasur. Aku rasa, semalam saat kita bermain—” “Kau datang hanya untuk mengembalikan ini saja kan?” sela Elora berusaha mengalihkan. Namun, Damian justru diam dan memperhatikan Elora lebih dalam. Dan hal itu membuat Elora sedikit merasa canggung? “Kau bisa pergi setelah menghabiskan minumanmu. Aku tinggal—” “Kau benar-benar berusaha untuk menghindar lagi?” potong Damian dengan cepat. “Elora, kau bilang apa yang terjadi semalam tidak akan pernah mempengaruhi apapun. Tapi kenapa kau seperti...” Damian memilih untuk tidak melanjutkan perkataannya. Dia menunggu Elora untuk kembali bersuara. Namun, puan itu benar-benar diam. Damian terkekeh pelan, lalu memilih untuk bangkit dari tempat duduknya dan berdiri tepat di depan Elora. Puan itu juga sontak mendongakkan kepalanya, bertemu tatap dengan Damian yang lebih tinggi darinya membuat leher Elora sedikit pegal jika harus berlama-lama mengangkat wajahnya seperti saat ini. Dari jarak sedekat itu, Damian justru senang bukan main. Elora jadi terlihat sangat kecil jika berada di dekatnya. “Aku suka dengan jeritanmu yang semalam.” Damian tersenyum, lalu berbisik, “mau mengulang panasnya ranjang kita semalam, Elora?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD