Bab 3. A Different Side

1177 Words
Pagi ini gue terbangun, dengan pemandangan yang tidak biasa gue lihat di hari-hari sebelumnya. Menurut gue, ini pemandangan yang paling indah dan mampu membuat gue terhipnotis ketika memandangi wajahnya yang rupawan. Rasanya sayang jika untuk di lewatkan begitu saja. Bibir seksi, hidung mancung, alis tebal, bahkan bulu-bulu tipis di bagian rahang, dan dagunya mampu membuat gue merinding saat ingin menyentuhnya. Gue pun mendekap kedua pipi gue sendiri sembari membayangkan kembali kejadian semalam. Jujur saja, ciuman Alex seperti Wine yang memabukkan buat gue. Bahkhan sentuhan Alex yang lembut itu, mampu membuat gue ingin merasakannya lagi, dan lagi. Memang aneh, tapi ini kenyataanya. Jujur saja, ciuma Alex adalah yang paling lembut di bandingkan cowo yang pernah mencium gue sebelumnya. Biasanya mereka mencium gue berdasarkan napsu, tapi gue merasakan sensasi berbeda dari dirinya. "Argh, kenapa gue bisa nikah sama cowo ganteng begini, sih ...!" batin gue meronta saat menatapnya. Cukup lama gue menatap wajah polos Alex ketika dirinya tertidur. Sampai akhirnya Alex menggeliatkan tubuhnya, disusul mata yang terbuka secara perlahan. "Kamu sudah bangun!" kata Alex seolah terkejut saat melihat gue yang masih cengengesan saat menatapnya. Gue pun mengangguk singkat ke arahnya sambil memasang wajah manis gue. "Jam berapa ini?" kata Alex yang saat itu membangunkan tubuhnya seperti orang panik. "Delapan, tiga puluh,"jawab gue santai. Sekilas Alex menatap ke arah gue sebelum dirinya berjalan untuk mengambil sebuah handuk. "Kamu itu bangun duluan kenapa gak bangunin saya. Lain kali kalo bangun duluan bangunin saya," katanya ketus saat akan memasuki toilet. "Lah, saya mana tau kalo kamu minta di bangunin," jawab gue tanpa ada rasa bersalah. Lagian dia punya handphone yang bisa mengatur jam alarm kapan pun, dan di mana pun. Alex yang saat itu sudah masuk, tak lama membuka kembali pintu kamar mandi dan berkata, "Tolong siapkan saya makanan!" Dengan santai nya dia memerintah gue. Belum juga gue menjawab dia sudah menutup kembali pintu tersebut. "Tuh orang kalo udah ON, nyebelinnya kumat lagi. Ngeselin! Astaga, kok bisa yah sikapnya sangat tidak sesuai dengan tampangnya. Kenapa gue malah ngedumel begini." Gue yang saat itu harusnya bertanya dia mau makan apa, malah menggerutu kesal. Pasalnya gue juga enggak tau sarapan seperti apa yang dia mau makan dan selalu makan di pagi hari. Beberapa menit kemudian, Alex keluar dengan handuk yang  masih melingkar di pinggangnya. Sedangkan bagian dadanya di biarkan terekspos begitu saja membuat gue harus menelan ludah ketika melihat tubuhnya yang eksotis. "Mau saya carikan baju yang cocok, gak?" Kata gue memberi penawaran. "Tidak perlu," jawabnya datar saat membuka lemari. "Sebaiknya kamu buatkan saya teh s**u jahe merah." "Teh s**u jahe merah, minuman apa itu?" tanya gue bingung karena baru mendengarnya. Karena biasanya gue hanya mendengar kopi s**u, bukan teh s**u jahe merah. Alex pun menoleh ke arah gue dengan alis yang di naikkan sebelah. " kamu tau s**u kan?" tanya dia yang yang gue balas anggukan. "Jahe merah?" Gue pun kembali mengangguk. "Nah, kamu campurin  itu semua jadi satu terus kamu kasih teh dan gula merah bubuk yang sudah tersedia di meja makan semua." Perkataan Alex benar-benar membuat gue pusing saat memikirkannya. Jangankan memikirkannya membuatnya saja gue sebenarnya enggan. Jujur saja ini pertama kalinya untuk gue membuat teh s**u jahe merah di campur gula merah pula, dari namanya saja udah ribet apalagi membuatnya. Gue juga heran kenapa di jaman sekarang masih ada aja orang seribet dia. Minumannya aja udah ribet begini apalagi yang lainnya, membuat kepala gue terasa pengen meledak. "Jangan bilang kamu tidak bisa melakukan semua itu?"  tanya Alex seakan meremehkan kemampuan gue. "Bisa kok, siapa juga yang enggak bisa buat begituan," jawab gue mengelak, karena kebenarannya gue tidak yakin dengan apa yang barusan gue ucapkan. "Ya udah, tunggu apalagi. Atau, kamu mau tetap disini untuk melihat saya telanjang saat berganti baju," tanya Alex kembali menaikan sebelah alisnya. "PEDE," kata gue melangkah menjauh dan meninggalkan alex. "Baru jadi istri sehari aja gue udah pusing banget, suruh ini, suruh itu, emang dia fikir gue pembantu. Tapi kenapa juga dia tidak memakai pembantu," gerutu gue kesal. "Apa mungkin dia sengaja melakukan ini agar bisa menyiksa gue?" Gue benar-benar tidak menyangka kalo di hari pertama gue jadi istri, Mr Alexio akan berujung seperti ini. Bahkan orang tua gue saja tidak pernah menyuruh gue untuk memasak sarapan dan membuat minuman seribet Alex. Gue tidak tau gimana reaksi Alex saat dia tau kalo roti bakar yang gue buat sedikit hangus, begitu juga dengan omlet yang gue buat. Untuk minuman yang Alex minta gue lebih memilih menghubungi mamah, itu karena gue tidak mau di remehkan oleh Alex. Gue yakin banget kalo mamah bisa membantu gue meski hanya melalui panggilan telepon. Mengingat makanan yang gue buat saja sudah tidak layak dimakan, apalagi kalo gue membuat minuman ribet ini asal-asalan. Sejujurnya  gue itu benar-benar bingung dengan apa yang Alex perintahkan ke gue, saat dirinya memberi penjelasan terhadap gue tahap demi tahap cara pembuatan minuman itu, gue lebih tertarik menatap bibir Alex yang teramat seksi. Rasanya gue benar-benar kehilangan kendali saat membayangkan dirinya. Tidak lama mamah mengangkat panggilan gue, tanpa basa-basi gue langsung bertanya ke inti cerita, dengan sabarnya mamah memberi gue pengarahan tentang bagaimana cara membuat teh s**u jahe merah plus gula merah yang benar. "Mamah, makasih yah." kata gue yang saat itu sudah selesai membuat minuman yang Alex minta. "Lain kali kalo butuh bantuan jangan sungkan bilang sama mamah," kata mamah yang gue balas senyuman tipis. Setelah itu gue pun memutuskan panggilan dari mamah. "Telepon siapa?" tanya Alex yang ternyata sudah ada di belakang gue. Astaga .... dia ganteng banget pake baju dokter. "Mamah," kata gue tersenyum manis. Tapi sayangnya senyuman gue tidak pernah di balas, jangankan di balas di gubris aja tidak pernah. "Ini minuman yang kamu minta," kata gue gugup saat menyodorkan minuman tersebut ke depan Alex yang sudah duduk di meja makan. "Terus mana sarapannya?"tanya alex yang membuat gue bingung harus melakukan apa, bingung karena harus memberikannya atau tidak. "Mana?" Alex yang saat itu kembali mengulang pertanyaannya membuat gue merasa tersudut dan mengakui kesalahan. "Omlet nya gosong, roti panggang nya juga gosong," jawab gue malu dengan wajah yang sedikit di tekuk. Meski gue tidak bisa melihat ekspresi Alex saat ini seperti apa, tapi gue mendengar dia menghela napas panjang. "Sebaiknya kamu belajar buat jadi istri yang baik itu seperti apa, nanti saya akan carikan kamu tempat kursus masak." Perkataan Alex sontak membuat gue membulatkan kedua mata karena terkejut. Bagaimana bisa gue di suruh les masak, sedangkan masak bukan hobi gue. "Saya gak mau, lagian saya itu harus kuliah yang bener, bukan belajar masak," jawab gue  tidak terima. "Jadi dengan kamu tidak belajar masak, apa itu bisa merubah kamu buat jadi istri yang baik. Dan apa kamu juga akan membiarkan suami kamu kelaparan saat dia berangkat kerja," kata Alex dengan nada meninggi membuat gue sedikit ketakutan.   "Salah kamu sendiri kenapa juga tidak cari pembantu," kata gue asal. Mendengar ucapan gue yang asal, membuat Alex mendelik ke arah gue seakan tidak terima dengan apa yang gue lontarkan. Bahkan minuman yang tadinya hendak diminum pun, dia simpan kembali di atas meja. Alex juga pergi begitu saja tanpa berpamitan terlebih dulu sama gue.    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD