How This?!

2516 Words
“Hei Tuan bartender, bisa aku pesan satu gelas cosmopolitan?” sapaku pada Orion. Mengamati dirinya yang sedang meracik cooktail demi cooktail. Malam ini memang lebih ramai daripada biasanya, suasana diclub begitu hidup dan penuh dengan pengunjung. Itu artinya Orion akan sedikit lebih sibuk daripada malam-malam biasanya. Kemarin aku kemari berharap bertemu dengannya, tapi kurasa aku tidak bertuntung. Tapi hari ini aku diberi kesempatan untuk menyapa. Sebab hanya ditempat ini aku bisa lebih dekat dengan Orion. Karena Anfisa tidak tahu soal pekerjaan paruh waktu kekasihnya. melihatnya sedekat ini membuat segala macam pikiran yang ada dibenakku lebih sedikit terobati. Sejak ditinggal sendiri di apartmentku tanpa ketidakpastian yang sudah dibicarakan oleh Luther maupun Nesrin. Namun setelah jam demi jam berlalu kurasa Nesrin tidak akan menepati perkataannya sendiri yang katanya akan datang kembali dan membahas karyaku yang telah lama tidak kusetorkan pada dia. hingga petang kini aku tidak melakukan apapun selain berbaring seharian, lagipula hari ini aku tidak punya jadwal ke kampus, dan juga kurasa Adrien tidak akan datang ke studioku. Pada akhirnya aku tidak punya banyak hal untuk dilakukan, aku sendiri tidak tahu bagaimana cara yang tepat untuk membunuh waktu sampai akhirnya aku memutuskan untuk kemari. Setidaknya bicara dengan Orion akan membuatku merasa lebih hidup. Orion melirik kearahku, sedikit terkejut namun pria itu bisa menguasai ekspresi wajahnya dengan sangat mudah. “Segera, Gorgeous.” Ujarnya sambil tersenyum penuh arti. Aku sedikit dibuat terkesima, pria itu jadi lebih ceria daripada sebelumnya. Sampai tak lama dia menyajikan apa yang kuminta minus dengan billnya. “Sampai jam berapa kau bekerja?” “jam tiga pagi,” ujar Orion. “Wow, benarkah? Aku sedikit penasaran dengan jam tidurmu,” ujarku iseng padanya. Tapi kurasa Orion menyalahpahami ujaranku dengan menganggap bahwa itu sebuah ultimatum. Dan pria itu lantas menggunakan kesempatan itu untuk menggodaku lebih lanjut. “Bila kau ingin tahu kenapa kau tidak coba untuk tidur denganku malam ini?” alisku terangkat, pria ini terlalu berterus terang. Sejak aku berhenti dekat dengannya setelah beberapa kali tidur dengannya, dan aku mengetahui fakta bahwa Anfisa sahabatku adalah kekasihnya. aku berhenti melakukannya. Meski aku membutuhkan dia. aku hanya tidak ingin persahabatan antara aku dengan Anfisa berakhir dengan cara yang tidak menyenangkan. Namun setelah semua, aku malah menggali lubang yang sama dan malah menghampiri Orion karena aku sedang membutuhkan pelampiasan atas rasa sepi yang sedang aku rasakan. Terus terang aku agak merindukannya meskipun hal itu adalah hal paling keji yang bisa aku rasakan untuk pacar sahabatku. “Apa untungnya bagiku untuk tidur denganmu?” “Kurasa aku bisa membantu untuk menjawab rasa penasaranmu. Atau barang kali kau sedang membutuhkan sebuah kehangatan untuk memelukmu dan membawamu keluar dari rasa kesepian,” Aku tersenyum. Dia terlalu banyak tahu. “Akan aku pikirkan,” “Baiklah, kalau kau masih berminat dengan tawaranku. Tunggu aku sampai shiftku selesai.” “Billku?” aku baru tersadar atas sesuatu yang tidak ada dimejaku. Tagihanku tidak ada dan hal itu tentu saja harus aku pertanyakan. “Aku mentraktrimu malam ini,” Orion mengedipkan mata dan melanjutkan melayani pelayan yang lain. Aku hanya tersenyum dalamhati. Setelah itu, aku larut dalam sesuatu yang lain. Tiba-tiba saja aku di ajak berkenalan dengan banyak laki-laki yang mengerubungiku seperti kupu-kupu. Aku menari dan flirting dengan mereka semua tapi tentu saja semua itu kulakukan untuk membunuh waktu yang membosankan. Aku tidak pernah serius dengan mereka semua. *** Setelah semua berlalu dengan mudah, aku berdiri di samping pintu staff sambil melipat kedua tanganku didepan. Memutuskan menunggu Orion yang telah memberikannya sebuah penawaran yang lumayan sedang aku butuhkan. Pria itu nampak terkejut melihatku berdiri menunggunya disamping pintu. Kondisiku juga baik-baik saja, tidak mabuk sama sekali, karena aku memang sedang tidak butuh alcohol sekarang. “Jadi artinya kau setuju dengan tawaranku?” ujar Orion ketika memposisikan dirinya berdiri dihadapanku. Aku menatapnya lurus tidak sedikitpun memberikan clue tentang persetujuan ataupun tidak. “Jadi apa yang wanita cantik ini inginkan dariku malam ini? ups.. kurasa sudah masuk dini hari bukan malam lagi,” timpalnya lagi ketika aku tidak menjawab tanyanya dengan gamblang. “Mind blowing s*x?” ujarku sarkas. Sejujurnya aku hanya bercanda ketika berkata demikian. Tapi siapa sangka bahwa setelah kukatakan demikian Orion justru melangkah mendekat kearahku. Jarak yang ada diantara kami berdua terlampau dekat, tubuhku bergidik penuh antisipasi ketika Orion justru mendekatkan bibirnya ketelingaku untuk membisikan sesuatu disana. Terlampau seduktif. “Bagaimana kalau kita test dulu hm?” ujarnya parau. Tangan pria itu bahkan bergerak untuk membelai pipiku. Lalu berlanjut pada sesi yang lebih menantang dari itu. dia perlahan bergerak untuk mendaratkan kecupan demi kecupan pada leherku. Aku tidak bisa bereaksi lebih ketika dia melakukannya dengan penuh kelembutan seperti itu. sejauh ini perlakuan yang kuterima dari Orion memang selalu berkali-kali lipat lebih lembut ketimbang dia memperlakukan Anfisa. Aku tahu bahwa pria ini b*****t. Dan aku sama bangsatnya dengan dia karena bermain api dibelakang Anfisa. Dia bukan tipikal pria yang bodoh, sejauh ini dia adalah jenis pria yang paling mengetahui apa yang dia lakukan. Dan aku selalu bisa menikmati apa yang dia ciptakan lewat sensasi bibir pria itu di kulitku. Orion membuatku lupa dimana kami berada sekarang, sebab tanpa ragu dia malah mengeksplor lebih jauh daripada yang bisa aku terima. Dengan lidahnya dia membelai kulitku yang teramat sensitive. Bermain-main disana hingga aku tidak sadar merintih tertahan karena ulahnya. Merasa mulai limbung, aku langsung mengaitkan tanganku pada leher Orion. Tubuhku sudah diliputi oleh kabut nafsu, dan berkat pria itu dia sudah terlampau sensitive sekarang. “Tidak perlu banyak usaha, ternyata tubuhmu sudah terlampau rindu padaku rupanya,” ujar Orion. Dan meski malu untuk mengakuinya, apa yang dia katakan memang benar. Kurasa tubuhku sedang merindukannya. Aku menginginkan dia untuk menghangatkan ranjangku. “Shut up!” aku tidak pernah ingat pernah kalah padanya. Aku berhenti menjadi sosok pasif dalam permainan ini. aku melancarkan serangan pula padanya. Inisiatifku terlampau tinggi untuk memberi Orion kecupan balasan. Dan ketika bibir kami saling bersentuhan, aku bisa merasakan betapa menggairahkannya pria ini. aku bagai tersengat listrik. Dia memberiku balasan yang terlampau lembut yang tentu saja kubalas dengan sebuah ciuman kasar yang agresif. Aku merasa takjub lantaran ciuman pria itu selalu stabil dan seperti memperioritaskan keinginanku, kebutuhanku dibandingkan apa yang dia inginkan dariku. Aku biasanya tidak seperti ini, aku tidak pernah memperlihatkan betapa excitednya aku terhadap sesuatu maupun bermain agresif, tapi kurasa kali ini akan sedikit berbeda. Aku kehilangan ketenanganku saat bersama dengan Orion. Dan pria lain yang membuatku kehilangan kendali terakhir kali adalah Adrien. Aku tidak mengerti mengapa saat aku berada dalam pelukan Orion pikiranku malah tertambat pada si pria menyebalkan itu. apa karena kulitnya yang halus? Apa karena baunya yang tidak bisa kulupakan? Atau karena suara rintihannya terakhir kali ketika aku membuat karya di atas tubuhnya? Aku tidak tahu. Tapi saat ini Adrien tidak ada disisiku, dan yang membuatku mabuk saat ini adalah Orion. Kurasa aku sudah dibuat gila olehnya sampai aku begitu tidak sabar untuk melucuti pakaian Orion sekarang juga. Dan menikmati rasa dari Orion seperti yang ada didalam ingatannya. Namun Foreplay itu sangat penting, dan sepertinya Orion bermaksud untuk membuatku tidak karuan dengan segala macam permainan dan juga kesabaran yang dia gunakan saat menghadapiku. Apakah ini sejenis sebuah kesabaran akan membuahkan hasil yang manis? Tangan pria itu tanpa kusadari telah bermain dipahaku yang masih dibungkus oleh celana jeans. Dia melakukan gerakan membelai disana, sementara bibirnya masih setia memagut bibirku dengan mesra. Lalu tanpa bisa kucegah, tangannya sudah mengeksplorasi lebih jauh menuju pangkal pahaku. Menyelinap untuk barangkali melakukan sedikit pengecekan disana. Belaian yang Orion buat berhasil mematahkan akal sehatku, sentuhan ringan yang dia buat berhasil membuatku tersentak. Sejak kapan dirinya tiba disana? Tapi belum habis aku memberikan respon Orion justru malah makin berani bertindak lebih. Mengeksplorasi untuk menyelipkan satu atau mungkin beberapa jarinya disana. Memanipulasi rasaku sendiri dan merangsang area yang merupakan titik lemahku dengan sangat tenang. “You’re the feisty one,” gumamnya. Aku paham bahwa dia sedang mencoba mempermainkanku disituasi ini. terlebih posisi kami sesungguhnya sangat bahaya. Kemungkinan kami ketahuan juga sangat tinggi karena kami melakukannya diluar ruangan. Ini gila. Aku baru pertama kali berada dalam situasi semacam ini dan aku tidak mengira bahwa hasilnya akan sedemikian fantastis. Rasa khawatir, cemas, dan nikmat bersatu padu menjadi sebuah simfoni yang tidak bisa kuabaikan. Hingga aku menyerah untuk kemudian merintih sebab bibirku tak mampu lagi membisu setelah apa yang telah Orion lakukan terhadap tubuhku. aku merasa berada dalam kondisi terlemah. Jika saja aku tidak bersandar pada dinding dan tanganku tidak berpegangan pada Orion aku bisa memastikan diriku ambruk sejak tadi. Orion tersenyum melihat aku sudah begitu pasrah atas segala perlakuan yang telah dia buat. Dia seperti ingin menggodaku lebih jauh agar aku mau memohon padanya untuk menuntaskan permainan kami. Sesuatu yang tidak akan pernah aku lakukan. Aku adalah jenis perempuan yang tidak pernah memohon, aku seorang control freak yang akan berusaha selalu in charge. Mendominasi adalah gayaku. Dan pria itu sepertinya menentang sosok alamiah dalam diriku dengan caranya. Dia seperti tidak ingin membiarkan aku memimpin untuknya. “Apa sekarang kau butuh sesuatu yang lebih?” Orion berbisik ditelingaku. Aku sudah terlanjur jatuh dalam lubang hasratku sendiri. Memang benar sesuatu dalam diriku meronta untuk diisi. Sebab sejak tadi aku memang sedang ingin dipenuhi. “Ya,” Perkataanku dibalas oleh sebuah tindakan. Sebuah pergerakan dibawah sana tiba-tiba bergerak dengan tempo yang cepat. desah napasku kian memendek lantaran ulahnya. Dia sepertinya paham bahwa aku hampir klimaks hanya karena sentuhan jarinya saja. tapi belum pula kucapai itu untuk diriku sendiri, dia berhenti. Membuatku berada dalam ambang frustasi sebab hasratku tidak tertuntaskan. Dia sengaja. Dan itu menyebalkan. “Faster! Come on!” ujarku. Aku tidak memohon. Aku tahu bahwa kata-kataku lebih seperti perintah dan pria itu enggan memenuhinya. Aku bisa merasakan dibawah sana kehangatan merebak. Memang memenuhi tapi tidak melakukan pergerakan sedangkan aku membutuhkan sebuah dorongan. Dan aku merasakan kosong. Mataku melebar tak percaya,dia berhenti saat aku butuh dia menuntaskan apa yang dia mulai. “Kenapa berhenti?” aku tidak suka digantung. Paling benci diperlakukan tidak jelas seperti ini. “It should be on my term, masih mau lanjut?” ujar Orion. Dia memandangku dengan cara yang berbeda sekarang. Sangat lihai dalam mempermainkan perasaan. Tapi justru memang karena inilah aku suka bersamanya. Dia seorang manipulative ulung sama sepertiku. “Oke, fine.” Meski aku bukan orang yang dapat diatur seenak jidat sebab aku adalah penganut dari idelis kebebasan. Tapi pulang dengan kehampaan juga bukan pilihan yang aku inginkan. Aku butuh kepuasan. “kemana kita pergi?” “Apartmentku.” “Oke,” *** Aku mengikuti Orion ketika kami tiba di apartmentnya. Sama seperti yang ada dalam ingatanku, segalanya masih sama. Ketika dia membukakan pintunya untukku, aku menemukan beberapa hal yang sedikit berbeda. Kurasa karena campur tangan Anfisa dalam hal ini. ada banyak sekali barang pasangan dibeberapa tempat yang mengindikasikan bahwa apartment ini tidak dihuni oleh satu orang saja. semuanya jadi lebih teroganisir danmewah. “Masih sama seperti yang pernah kau lihat bukan? Tapi lebih rapi tentu saja.” “Karena Anfisa?” “Benar. Dia banyak memperbaiki aspek hidupku.” tuturnya tulus. Aku tidak tahu harus merespon apa sebab dalam sudut pandang manapun aku sudah masuk dalam ranah seorang p*****r yang tega pada sahabatnya sendiri. “Mau minum sesuatu?” “Wine bila kau punya.” Ujarku tenang. Dan sekali lagi pandanganku tertambat pada beberapa hal yang feminime didalam ruangan milik Orion. Sementara Orion memeriksa cabinetnya sendiri dari dapurnya dan pencariannya berbuah manis lantaran menemukan sebotol anggur disana. Tanpa buang waktu pria itu menghidangkannya dengan dua gelas sebagai sarana. Lalu menyerahkan salah satunya padaku. “Terimakasih,” ujarku. Sementara Orion menempatkan dirinya untuk duduk disebelahku. Dengan santai dia meraih helaian rambutku dan memainkan itu dengan jari-jarinya. “Apa sekarang kau sudah siap?” tanya Orion. Kesunyian memang sepertinya adalah hal yang paling dibenci oleh para pria disekitarku ketika aku tidak buka suara sama sekali. Mungkin mereka berpikir bahwa keheningan hanya akan menciptakan suasana yang aneh dan canggung meskipun aku sendiri tidak setuju dengan statement tersebut. Sepertinya aku sukses mengusir suasana panas yang sempat terjadi diantara kami lantaran pemandangan yang aku lihat di tempat ini. “Tentu, lantas apa yang sedang kau tunggu?” “Dengar aku menginginkan sesuatu yang berbeda untuk s*x kita kali ini. aku ingin kau menuruti aturanku, apa kau mau mencoba sesuatu yang baru bersamaku?” Aku mengak habis wine milikku dalam satu tegukan. Aku paham bagaimana cara otak pria ini bekerja. “Apa yang kau inginkan roleplay dan kau ingin aku sebagai pihak submissive mu begitu?” Pria itu mengangguk. Aku memang pernah mendengar soal hal ini. lagipula s*x bukanlah sebuah hal yang tabu. Hanya saja aku belum pernah melakukannya seumur hidupku. ini mungkin akan jadi jenis pengalaman baru bagiku. “Dalam pandanganku, aku sudah menjadi seorang dominatrix secara natural. Kau selalu merasa ingin mengontrol semua hal didalam hidupmu berdasarkan kehendakmu. Aku tidak bilang bahwa itu hal yang buruk. Tapi sesekali saja, aku ingin membuat kau memahami hal baru, bahwa kau perlu setidaknya sekali saja membiarkan oranglain untuk membuatkanmu sebuah keputusan. Mungkin saja kau bisa menyukainya. Dalam percobaan pertama ini aku tidak akan melakukan hal-hal ekstrim yang akan membuatmu terluka. Jadi kau tenang saja,” “Apa yang harus aku lakukan?” “Tidak ada, kau hanya perlu percaya padaku dan melakukan sesuatu yang aku minta. Dan kau tidak diberi hak untuk membantahku. Paham bukan?” “Itu mudah,” “Well, mari kita buktikan,” Orion tiba-tiba saja berdiri dan meraih tanganku dan membawaku begitu saja ke kamar tidurnya. Dikamar itu aku menemukan sebuah cermin besar yang menutupi salah satu sisi dinding. Entah mengapa dia meletakan cermin itu sejajar dengan kasurnya tepat dihadapan kami sekarang. “Lucuti!” perintah Orion. Jujur saja aku sedikit terkejut karena kondisinya sungguh sangat berbeda dengan Orion yang aku kenal. Dia selalu lembut tapi kali ini sorot matanya saja tak bisa kukenali. Seperti perjanjian diawal. Aku tidak berhak untuk menentang apa yang dia inginkan. Aku menuruti kemauan pria itu tanpa sedikitpun bersuara. Berdiri tanpa mengenakan apapun dihadapannya. Orion tidak melakukan apa-apa setelah itu. dia hanya mengamatiku lalu duduk diatas kursi yang tersedia di kamar tidur itu sambil menyesap wine miliknya sendiri yang entah sejak kapan telah berpindah tempat disana. Sepuluh menit berlalu aku berdiri menatap pantulan bayanganku sendiri dicermin. Orion sendiri hanya duduk diam disana tidak melakukan pergerakan apa-apa. Wajahnya terlihat datar tanpa menyiratkan emosi apapun. dan berkat hal itu tiba-tiba saja aku merasa aneh. Aku merasa malu karena aku dibiarkan begitu saja dalam kondisi tidak berbusana. Mengingatkanku pada sosok Adrien yang kerap kubuat seperti ini dalam setiap sesi lukis kami. Apakah pria itu merasakan ini ketika bersamaku? “Apa yang kau rasakan Zelda?” “Ini memalukan,” Orion lalu melangkah mendekatiku. “Aku sedang mengamati keindahanmu seperti yang biasa kau lakukan pada oranglain.” Orion menyusuri lekuk tubuhku dengan jari tangannya. Sial kondisi ini membuatku tidak bisa berpikir dengan jernih. Bagaimana bisa aku menyepakati kebalikan daripada hal yang selalu aku perbuat? Aku tidak melakukan apapun dan membiarkan tubuhku berada dalam genggaman pria itu. hingga kurasakan Orion yang bergerak memelukku dari belakang. Bibir pria itu sekali lagi menghujani leherku dengan cumbuan sedangkan tangannya sibuk dia gunakan untuk mengelus dan membelai apapun yang dia temukan. Dia seperti sangat menikmati rasa frustasiku. Dia benar-benar pria berbahaya. Aku tidak tahu sampai kapan bisa bertahan dalam kondisi ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD