Haii, Kak Maaiii
Assalammualaikum Kak Maira
Dua pesan langsung dari kotak masuk media sosialnya baru saja masuk. Ia sedang makan siang di tempat magang. Di sebuah warung padang seberang kantor magangnya. Yaa sebuah laboratorium dan tentu saja ada kantor di dalamnya.
"Maaai itu yang sering komen di postingan lo itu...."
Salah satu teman magangnya menyeletuk.
"Ketua BEM?"
Maira mengangguk-angguk. Ia sibuk membalas pesan dari dua orang asing yang ia tak begitu kenal. Tapi sepertinya mengenalinya.
Aku Prisa, Kak Mai. Sempet ketemu pas acara BEM kemarin-kemarin
Salam kenal, Kak Mai. Aku Allsya. Anggota baru di BEM
Maira tersenyum kecil. Yaa nama Prisa rasanya tak begitu asing. Jadi ia balas saja. Sebagai orang yang memang ramah.
"Ganteng banget sih Mai, ketua BEM kampus lo. Dari tahun ke tahun kayaknya kalo gak cakep, gak keren ya?"
Ia hanya terkekeh. Semua orang pasti akan mengagumi Agha. Terutama wajahnya. Ia juga mengakui kok kalau Agha memang good looking. Tapi ya hanya sebatas itu saja.
Pulang dari magang, ia melepas lelah dengan berbaring. Pesan-pesan itu masih terus datang. Kedua gadis itu tampak ingin dekat dengannya. Maira meladeninya tapi intensitas untuk membalasnya jelas berkurang karena kesibukannya. Kesibukan untuk beristirahat. Hingga menjelang hampir tidur, ia merebahkan tubuhnya dan kembali menatap layar ponselnya. Lalu mendapati Agha mengingatkan rapat perdana pertama mereka bersama anggota baru yang tentu saja diingatkan melalui pesan grup. Besok adalah hari sabtu dan tentu saja ia bisa datang.
Pagi-pagi ia sudah berangkat. Berpamitan pada ayahnya. Tak lupa ucapan agar ia berhati-hati. Ia mengiyakan kemudian naik ojek online karena memang lebih cepat. Sedang malas berjalan kaki untuk naik angkot dan menyambung dengan commuterline.
Sampai ketemu di rapat ya, kak.
Ia hanya tersenyum kecil ketika membaca pesan itu sebelum naik ke atas motor. Anak-anak baru yabg ingin dekat dengannya terhitung banyak. Yaa dari pengalaman sebagai anggota BEM di fakultas. Ada yang memang benar-benar ingin dekat. Ada yang karena mengincar sesuatu. Kala itu? Karena ia begitu dekat dengan Hanafi dan tentu saja banyak yang ingin meminta dicomblangkan secara tidak langsung melaluinya pada lelaki itu. Tapi apa hasilnya?
Kebanyakan dari mereka mundur. Setelah tahu kalau Hanafi menyukainya. Ada juga yang masih nekat. Tapi pada akhirnya kecewa karena Hanafi menolak. Lalu yang sekarang? Ia tak akan berpikir negatif atau apapun. Barangkali memang benar-benar ingin berteman.
Tiba di dekat gerbang, ia sudah disambut seseorang yang baru turun dari mobil mewahnya. Ya wajahnya pernah melihat. Tapi Maira tak ingat sama sekali kalau gadis ini berkirim pesan dengannya sejak kemarin.
"Prisa, Kak."
Ia menyebutkan namanya sembari menyodorkan satu kotak kue.
"Aku tadi beli. Hehe. Ambil ya, kak."
Maira mengangguk. Tentu saja ia berterima kasih. Sementara itu, beberapa anak baru lainnya tenru saja membicarakan aksi itu.
"Kayaknya mulai bergerak tuh."
Mereka tahu siapa yang gadis itu incar. Karena beberapa teman dekatnya terus meledek Prisa setiap sang ketua BEM terlihat. Sementara itu, gadis lain malah terdiam. Yaaa ia tak bisa seagresif itu.
@@@
Prisa Adhisty Nugroho.
Gadis cantik. Si anak hukum yang juga anak konglomerat. Ayahnya tentu saja mengenal keluarga Agha. Namun tak secara langsung berurusan. Begitu mencari tahu tentang sosok Agha yaaa masih termasuk salah satu sepupu dari Ando. Ayahnya hanya mengenal keluarga Feri. Ia juga mengenal sosok Anne. Walau tak biaa mendekatinya karena gadis itu jarang membalas pesan media sosial. Juga jarang meladeni komentar.
Dari interaksi Agha dan Maira, ia tahu kalau keduanya dekat. Jadi jalan satu-satunya memang hanya mendekati gadis itu. Ia menghela nafas. Pasalnya selama berbulan-bulan sering mengomentari, menyukai postingannya hingga mengirimi pesan, Agha tak pernah menggubrisnya. Padahal ia melihat cowok itu cukup aktif. Ya mungkin memang bukan tipe yang suka meladeni hal-hal semacam itu? Meaki dari perempuan-perempuan cantik?
Ya ia harusnya bersyukur. Namun dalam posisi ini tentu saja merugi.
"Enak gak, kak?"
Kembali pada waktu ini di mana ia duduk bersama Maira. Maira tentu saja mengangguk. Sangat senang mendapat makanan manis pagi-pagi. Walau ia sempat sarapan sedikit tadi sebelum berangkat ke sini. Della dan Ayu saling menyenggol lengan lalu tertawa tanpa suara. Mereka memang tukang gosip. Mumpung rapat belum dimulai karena Amri belum datang dan sang ketua BEM belum kelihatan padahal mobilnya sudah terparkir, mereka berjalan keluar dan duduk agak jauh dari ruang BEM.
"Yakin deh pasti bener deh. Tuh cewek emang mau deketin si Agha."
Ayu bahkan sampai menunjuk semua postingan Agha yang sengaja ia screenshot. Della terkekeh akan aksinya itu. Yaaa kalau urusan ini, Ayu memang luar biasa.
"Semua postingan Agha dikomenin sama dia."
"Yaa maklumin aja lah. Namanya juga orang suka."
"Iya sih."
Ayu paham. Bukan kah ia dulu juga begitu? Hanya agar bisa mengobrol banyak dengan Agha. Kalau sekarang jelas terasa berbeda. Walau tampaknya Agha juga sudah kembali biasa padanya. Namun ia kadang merasa Agha akan menjaga jarak. Ya mungkin untuk menjaga hatinya. Ia harusnya berterima kasih bukan?
"Cuma ya kalo kata gue, gak akan mempan. Selama.ini juga banyak banget cewek yang deketin Agha dengan cara itu. Gak bakal diladenin juga."
Della terkekeh. "Iya lah. Orang udah suka sama yang lain. Tuuh," Della menunjuk Maira dengan dagunya. Gadis itu masih mengobrol dengan Prisa. Ya gadis ramah bertemu dengan gadis ramah. Jadi banyak yang diobrolkan. "Eh, Agha mana sih? Mobilnya ada di parkiran tuh."
Ayu turut memutar kepalanya ke sekeliling Pusgiwa tapi tak menemukan cowok itu. Entah di mana ia berada. Padahal sesungguhnya Agha juga tak begitu jauh. Di mana cowok itu?
Di mushola dan sedang mendengkur. Hahaha. Ia baru pulang dari misi jam tiga pagi. Tak sempat tidur begitu tiba di rumah. Karena harus solat subuh lalu akhirnya sengaja datang ke sini pagi-pagi dan menumpang tidur di mushola. Saat Amri datang, semua orang tentu saja mencarinya bukan? Agar bisa segera memulai rapat. Tapi di telepon pun tak kunjung diangkat. Ia terlalu lelap tertidur.
"Mana dah tuh orang?"
Bani berkacak pinggang. Mobilnya ada. Tapi orangnya tak terlihat.
"Dhuha kali!" celetuk yang lain.
Bani menjentikkan jarinya. Ya mungkin ada benarnya. Jadi cowok itu pergi ke mushola. Sementara itu, Amanda menyenggol lengan temannya satu fakultas, Allsya. Ia baru menyadari kehadirannya. Padahal saat jurit malam, ia juga ikut tapi karena posisi sebagai panitia, Amanda tak terlalu memperhatikan.
"Kok lo di sini sih? Jadi anggota baru gitu?"
Ia mengangguk kecil.
"Harusnya lo kan bisa di posisi di atas kalo di BEM fakultas."
Yaaa iya tahu. Tapi ia tak punya misi di sana meski mendapat jabatan. Amanda di sini kan termasuk wakil ketua bidang. Padahal mereka sama-sama anak semester enam. Harusnya gadis ini tak lagi menjabat sebagai anggota baru BEM. Tapi yang lebih senior.
"Gak apa-apa. Biar keluar dari zona nyaman."
"Tumben."
Ia hanya tersenyum kecil lalu mata mereka sama-sama teralihkan ke arah Agha yang baru saja masuk dengan wajah basahnya. Prisa tampak ternganga. Ya separah itu pesona Agha sampai membuat senua orang akan langsung menatapnya.
"Biasa aja mukanya!" tukas Amri meledek. Agha hanya terkekeh. Mana tahu kakau semua orang ajdi memerhatikan. Ia meminta maaf karena tadi sempat tertidur di mushola. Andai Bani tak datang untuk membangunkannya maka bisa dipastikan, ia masih terlelap.
"Sebelumnya, saya ucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah menyempatkan diri untuk rapat perdana kita hari ini."
Semua bertepuk tangan mendengarnya. Termasuk Prisa yang senyumannya bahkan tampak benar-benar sumringah melihatnya. Sementara gadis lain bernama Allsya itu tak bisa berhenti melirik ke arah Prisa dan juga Agha.
@@@
"Oke. Ada saran dari yang lain?" tanyanya. Memang ia yang memimpin rapat perdana agar mereka bisa memulai untuk mengeksekusi berbagai program mereka. Beberapa program baru tentu saja diluncurkan. Beberapa program lama yang memang selalu diselenggarakan dan masih layak, terus dipertahankan. Selama sesuai dengan visi dan misi yang telah mereka tetapkan.
Maira mengangkat tangan kali ini dengan senyuman kecilnya. Bani, Della, dan Indra serta beberapa teman lain kompak berdeham-deham. Prisa tak merasa ini sebuah keganjilan. Menurutnya, mungkin orang-orang di BEM memang begini.
"Ya, Mai?"
Tentu saja senyuman Agha sumringah. Hampir satu minggu tak melihatnya bukan? Hahaha. Pasti rindu. Walau tak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata. Bisa berbahaya juga.
"Pak ketu, gue boleh ngasih saran juga gak?"
"Apa sih yang gak boleh, Mai? Pasti boleh lah."
Malah Bani yang menyahut. Yang lain terbahak. Terutama para anggota senior di BEM yang tentu sudah hapal. Maira hanya terkekeh saja. Ia sudah terbiasa menghadapi situasi ini. Maksudnya, diolok-olok dengan Agha. Tanpa tahu apa yang terjadi dibaliknya. Karena teman-temannya tak mungkin mendadak mengoloknya tanpa sebab bukan? Tapi Maira tak punya waktu untuk mencari tahu dan tak mau berpikir lebih dalam. Ada banyak urusan yang harus ia lakukan.
"Silahkan, Mai," ucap Agha usai geleng-geleng kepala. Setidaknya ia masih bisa bersikap biasa saja pada gadis itu. Walau jantung....ya jangan ditanya. Hahaha.
"Itu beleknya bisa dihapus dulu, Pak ketu?"
Semua orang tertawa. Agha juga. Ia bahkan tak menyadarinya. Della dan Ayu sesungguhnya sudah berbisik-bisik akan hal itu. Maira yang tersadar karena beberapa orang sudah menbicarakannya. Bani tertawa paling kencang bersama Indra. Agha? Ya usai ketawa langsung pamit sebentar saking terlalu malu. Ia jadi salah tingkah begini. Mungkin kalau perempuan lain yang menegur tak terlalu menjadi masalah. Lah ini? Maira. Hahaha.
Maira tersenyum kecil. Sesungguhnya kakau membciarakan hal ini, ia juga belum bisa menghilangkan rasa malunya akan kejadian terakhir ketika Agha membiarkannya tertidur di dalam mobilnya. Lalu dengan air hueekks ia tak mau mengingatnya lagi. Hahaha.
Begitu Agha masuk kembali ke dalam ruangan, ia tentu saja diledek habis-habisan. Walau setelahnya rapat kembali dilanjutkan dengan kondusif. Begitu selesai, masing-masing bergabung dengan bidang-bidangnya. Mereka mengadakan rapat secara terpisah antar bidang. Ada yang berada di dalam ruangan BEM dan ada yang tersebar di luar ruangan itu tapi masih dalam area gedung Pusgiwa.
Maira sibuk di depan laptop bersama bendahara 2, yaitu Amanda. Mereka tentu tak punya bidang sendiri karens perangkat atas. Ya sekretaris juga sedang berbicara dengan Amri. Agha?
Cowok itu baru hendak menghampiri Maira hingga tak sengaja ditabrak Prisa. Gadis itu baru berdiri dan hendak ke toilet tapi malah menabrak Agha.
"Maaf, kak."
"Ya-ya, gak apa-apa."
Kesempatan itu jelas langsung digunakan oleh gadis itu yang sedari awal memang sudah tertarik pada lelaki ini.
"Eung...Prisa, kak."
Ia mengulurkan tangannya. Agha tak membalasnya. Malah menelungkupkan tangan dengan senyuman sopan. Semua orang kecuali Maira dan Amanda tentu saja melihat aksi itu. Ya si cantik yang mendadak menjadi idaman anggota lelaki di sini.
"Sorry," ucapnya.
Prisa menarik tangannya. Ya paham sih. Walau kaget juga. Ia tahu kalau Agha itu hafiz tapi ia pikir pergaulannya sama seperti lelaki pada umumnya dan ini jelas membuatnya semakin kagum.
"Ah ya, aku yang minta maaf."
Agha hanya mengangguk-angguk. Lelaki itu hendak melanjutkan langkah tapi ditahan kagi karena gadis ini memanggil.
"Nanti boleh ngobrol gak, kak? Ada beberapa hal sih yang mau aku tanyain."
Agha tampak menimbang-nimbang. "Soal apa?"
Prisa menggigit bibirnya. Tampak berpikir keras. "Eung....nanti ya kak? Gimana?"
Ia sedang mencari celah. Agha hanya mengangguk saja. Ia terbuka kalau ada yang memang ingin didiskusikan. Gadis itu tentu saja sangat senang lalu ia berjalan menuju toilet dengan wajah girangnya. Sementara Agha melangkah menuju Maira. Ya gadis itu memang tujuannya bukan?
Dan Della menyenggol lengan Ayu usai melihat kejadian itu. Kini keduanya saling berbisik.
"Lihai banget ya?"
"Udah biasa kayaknya."
"Cakep, men. Agha bakal nolak gak tuh?"
Ayu terkekeh. Ia tersenyum dengan sangat percaya diri. Kini tatapannya tentu beralih ke arah Agha yang duduk di dekat Maira dan entah apa yang mereka bicarakan. Yaa ia cemburu tapi sekali lagi, ini seperti sesuatu yang sudah biasa ia lihat. Dan lagi, ia semakin banyak memahami Agha. Maksudnya sikap Agha yang selalu berubah ketika ada Maira di sekitarnya. Sikap yang seolah agak menjaga sesuatu. Menjaga jarak dengan perempuan lain dan juga menjaga diri untuk menghormati Maira.
"Kalo menurut Manda sih, kak, lebih baik masing-masing panitia eksekusi program yang nyari dana untuk masing-masing program mereka. Ya kayak yang tahun-tahun sebelumnya. Kita cukup fokus pada beberapa program inti yang memang hanya BEM yang laksanain dan gak bisa dilempar ke tender. Kecuali kalau gak ada yang bersedia untuk jadi tim eksekutor program itu. Baru kita turun tangan. Tapi Manda juga setuju sih kalau kita juga persiapkan dana secara maksimal dari sekarang."
Agha mengangguk-angguk begitu juga dengan Maira. Mereka saling berbagi ide untuk mengeksekusi persoalan dana BEM. Kucuran dana dari kampus tentu saja ada. Namun mereka perlu memperhitungkannya karena dana itu akan sangat lana baru bisa cair.
"Gitu amat lihatnya," ledek Bani. Ia bahkan baru saja beranjak dari Maira dan bergabung dengan Bani dan Indra. Pasalnya, mata Agha memang tak bisa berpaling sedikit pun dari Maira dan perasaan ini semakin mengkhawatirkannya.
"Cakep iya. Walau banyak juga yang cakep di sini. Pinter iya. Di sini juga banyak yang pinter. Ramah? Banyak juga yang ramah."
Agha terkekeh. Memang benar. Ada banyak yang seperti itu tapi yang bisa mencuri hatinya? Hanya Maira yang bisa melakukan itu. Dan ini semakin menhkhawatirkannya.
@@@