Chapter 9

1111 Words
Walcome back;') Sampai Chapter ini gimana nih:D hehe Kasih babang Kenzu Love(♡) :P ••• "Kenapa kau ikut masuk?" tanya Stella saat Kenzu dengan santainya memasuki kamar hotelnya tanpa izin. "Kenapa? Ini semua milikku jadi aku berhak keluar masuk, bahkan dirimu. " ucap Kenzu mengerling jahil. Mendengar ucapan terakhir Kenzu membuat pipi Stella memerah. Kotor sekali pikirannya! Dan juga kenapa mulut pria itu tidak bisa di jaga! Mereka pun memasuki lebih dalam kamar hotel itu. "Stella." Sang empu menoleh saat namanya di suarakan, menatap Kenzu yang tersenyum ke arahnya. Kenzu menunjuk kamar yang berada di sayap barat. "Itu kamarmu. " "Ohya, Aku harus pergi, pelayan akan segera datang untuk melayanimu." "Melayani?" Melayani dirinya? Yang benar saja, dia sudah dewasa, tidak perlu di layani segala. Macam putri saja di layani! Kenzu mengangguk. "Tapi-" "Semua keperluanmu akan di siapkan. Menurut saja dan ikuti aturannya." ucap Kenzu tanpa bantahan membuat Stella menggerutu. Selepas Kenzu pergi, Stella melangkah menuju kamar yang di tunjuk pria itu untuk dirinya, dia membuka knop pintu lalu memasukinya, berjalan dengan pandangan yang terus tertuju pada indahnya hiruk pirik di bawah, bangunan dari yang sedang sampai yang tinggi di lihat saling berhadapan. Dan dari matahari yang masih memunculkan sinarnya saja sudah memperlihatkan pemandangan indah apa lagi kalau nanti malam, cahaya-cahaya yang berkelap-kelip akan sangat indah di pandang. Tangan Stella menjulur, menempel pada tembok kaca transparan yang secara langsung menghubungkan pemandangan kota di hadapannya, binar di kedua kelopak matanya terlihat jelas. Wanita itu terlihat senang melihat pandangan di hadapannya, dengan gerakan perlahan tangannya membentuk kepalan ke depan, seolah tengah menggenggam sesuatu. "Bebas, aku bebas, akhirnya aku bisa melihat semua ini." Ucapnya dengan kepuasan yang di rasakan dadanya. "Nona, ternyata Anda di sini." suara seseorang dari arah belakang membuat Stella membalikkan tubuhnya dan mendapati seorang wanita paruh baya berseragam tengah tersenyum kearahnya. "Siapa?" "Saya yang akan melayani nona untuk sementara ini. " "Melayani?" ternyata perkataan lelaki itu benar-benar di laksanakan. "Tapi sepertinya aku tidak perlu-" ucapan Stella terpotong karena selaan pelayan itu. "Maaf bila saya memotong ucapan nona, tapi saya akan tetap melakukan tugas saja." Tidak bisa menolak Stella akhirnya mengangguk pasrah. "Siapa nama bibi?" tanyanya kemudian. "Panggil Irma saja nona." Stella mengangguk. "Stella, panggil aku Stella." Ucapnya ikut memperkenalkan diri dan Irma hanya tersenyum saja. Detik berikutnya, suara perut kelaparan terdengar pipi Stella langsung bersemu merah-Malu. Dia dari tadi malam belum makan-bukan pria itu tak memberikannya makan, tapi dirinya saja yang tidak mau makan. Irma tersenyum geli. "Sepertinya ada yang lapar, kalau begitu saya akan memasak untuk nona. " Saat Irma akan berbalik pergi, Stella menahannya. "Bibi. Aku ikut masak." Katanya. Irma terlihat ragu, membuat Stella langsung mendekati pelayan wanita itu dan dengan akrab merangkulnya keluar dari kamar. "Jangan khawatir, aku tak akan menghancurkan dapurnya kok. " kata Stella mengedipkan matanya. Sedangkan Irma, terbelalak dengan sikap nona barunya itu. Di pikirannya Stella mungkin gadis yang berkategori menyebalkan, ketus, dan seenaknya seperti kebanyakan nona-nona yang telah di layaninya, tapi dugaannya salah nona barunya ini terlihat tidak seperti itu. *** Sedangkan di lain tempat, Seorang pria yang merupakan ayah Stella tengah marah-marah pada bawahannya. "Kenapa kalian bodoh sekali, lusa nanti tepat gadis itu menikah dan kalian belum bisa menemukannya!" Para anak buahnya hanya diam saja tak berani merespons kemarahan sang tuan. "Sial rencanaku gagal total!" "Tenanglah honey. " suara seorang wanita terdengar di antara ketegangan dan kekesalan James itu. "Bagaimana aku bisa tenang sedangkan pernikahan yang aku rencanakan sejak lama harus gagal karena gadis itu pergi!" pekik James marah. "Yang aku dengar gadis bodoh itu di bantu seorang pria, aku hanya ingin tahu siapa pria itu?" ucap Dela. James terdiam sesaat dan sebuah ide melesat di kepalanya. Bodoh, kenapa tidak ke pikiran dari kemarin! Batinnya. "Kalian tahu wajah pria itu?" tanya James "Ini tuan, kami mendapatkannya dari kamera CCTV, " seorang dari anak buahnya menyerahkan sebuah ponsel hitam dan kemudian memperlihatkan sebuah foto Kenzu yang menarik Stella ke dalam mobilnya. "Hm, aku seperti pernah melihatnya." Dela-Istri kedua James yang ikut melihat langsung terbelalak saat ternyata dia mengenal pria yang ada di foto itu. "Sayang, dia Kenzu!" "Kenzu?" James terlihat berpikir. "Ya, Kenzu Maxwell, kau tahu Maxwell?!" Katanya tampak menggebu-gebu. "Maxwell-tidak mungkin, bagaimana bisa?" ucap James tidak percaya. "Ya tentu saja bisa, ada banyak kebetulan sayang. Kita ubah rencana." Pria paruh baya itu mengerutkan alisnya saat mendengar istrinya mengatakan ubah rencana. Apanya yang harus di ubah? "Kita gaet saja si Kenzu-Kenzu itu. Dia lebih wah dan istimewa. " ucap Dela dengan seringaian misteriusnya. "Tapi bagaimana bisa? Aku bisa mati di tangan Dominic sialan itu!" ucapnya. "Tenang saja, kita masih punya Sammy-anak lelaki kita dan si Dominic itu juga mempunyai keturunan perempuan kan?!" ucap Wanita itu. "Terserah kau saja, tapi bila semua hancur kau tahu akibatnya kan?" Wanita itu mengangguk pasti. "Tenang saja aku tahu." "Bagaimana dengan Stella?" "Kita biarkan saja dulu, saatnya tiba kita gaet mereka, rencananya akan ku beritahu nanti." ucap Dela. *** 10.15 AM. Kenzu mengendarai mobilnya di antara kerumunan pengendara lain, lelaki itu terlihat berbicara sambil menyetir-Ada sebuah handset kecil yang terpasang di telinganya. "Semua sudah beres." "Good. Aku tu-" Sahutan dari seberang yang ternyata Keniti-kakak dari Kenzu. "Wait wait!" Sebelum sambungan di putus sepihak, Kenzu lebih dulu menyela. "Apa lagi?" "Kapan kau pulang? Mom selalu-halo, halo?!" Kenzu menggeram kesal saat sambungan malah di putus sepihak. Dasar menyebalkan! Lima menit kemudian, tanpa terasa mobil yang di kendarai Kenzu sudah berhenti di depan hotel yang di datanginya dengan Stella. Hotel Zaisan-hotel yang di pimpinnya. Entah kenapa dia mengendarai mobilnya kesini-seperti ada magnet yang terus menariknya untuk kesini. Kenzu lalu turun, melangkah memasuki pintu masuk, terus berjalan menuju lift yang hanya terkhusus untuk dirinya-lift yang akan menghubungkannya dengan kamar yang selalu di tepatinya saat tidur dan beristirahat dan sekarang kamar itu di tempati oleh Stella Rayhana. Entah kenapa dia tidak memilih kamar lain untuk wanita itu dan malah mempergunakan kamarnya? Setelah menekan angka password-nya Kenzu memasuki kamar pribadinya itu-melangkahkan kakinya lebih dalam menuju kamar yang di tepati Stella. Saat dia membuka pintu kamar yang untungnya tidak di kunci, kedua matanya mendapati Stella telah tertidur pulas di ranjang dengan selimut tebal yang menutupi sampai batas lehernya. Kenzu melirik jam tangannya, dan wajar saja Stella sudah terlelap karena jarum jam sudah menunjukkan pukul sepuluh lebih. Sebesit ide menyeruak isi kepalanya, lelaki itu dengan langkah pasti mendekati ranjang Stella, membuka jasnya dan melemparnya sembarang arah, lalu duduk di dekat ranjang wanita itu, tangannya terulur membenarkan rambut Stella yang nakal menghalangi wajah cantiknya. "Good night." bisiknya di telinga Stella. Saat dia akan berniat mencium bibir menggoda wanita itu, dia urungkan niatnya dan berganti mengecup telapak tangan Stella dengan lembut. "Pilihanku benar-benar jatuh padamu, My beautifull eyes. " ••• Terima kasih telah membaca:)♡ Jaga kesehatannya ya:)
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD