Kenzu menyetir mobilnya dalam keheningan, di sebelahnya ada seorang pria yang tak lain Jordan. Seperti biasa pria itu akhir-akhir ini menumpang, dasar menyusahkan!
"Ah, berhenti di sini. " perintah Jordan.
Tapi Kenzu tak mendengar, pria itu malah melamun dengan pandangan yang tertuju pada jalanan di depannya.
"Kenzu stop!" Jordan memukul bahu Kenzu karena sahabatnya itu tak mendengar perintahnya untuk menghentikan mobil.
"Apa?" mobil sedikit berdecit karena Kenzu mengerem mobilnya secara mendadak.
"Kau melamun?" tanya Jordan.
Kenzu mendesah sambil melirik Jordan. "Katamu berhenti, aku sudah berhenti, jadi keluarlah!" Ketusnya membalas.
Jordan mendengus, "Aku mengatakan berhenti bukan berarti aku ingin pergi dari mobilmu sekarang, tadi aku melihat Mia sekilas bersama seseorang."
Kenzu mengangkat salah satu alisnya, "Jadi apa? Kau mau menemuinya untuk memastikan itu Mia?"
Jordan terdiam sejenak. "Ya, aku akan memastikannya, kalau memang Mia, aku juga ingin memberitahu hal penting, tunggu, awas saja kalau kau meninggalkanku lagi. " ucap Jordan dengan nada peringatan di akhir kalimatnya.
"Kau juga jangan macam-macam atau kau akan habis di tangan Katherine. " balas Kenzu memperingati.
Jordan hanya bergumam lalu keluar, tepat bersamaan kakinya menginjak tanah mobil langsung melesat pergi meninggalkan Jordan yang melongo kemudian mengumpat kasar.
"f**k you! Dasar sahabat kurang ajar!"
Teriakkan Jordan menggelegar sampai menjadi pusat perhatian orang yang berada di sekitarnya, tapi lelaki itu tak peduli, dengan menggerutu melangkahkan kakinya menuju tempat tujuannya yaitu—Mia, salah satu pegawai Zaisan hotel.
***
Kenzu melihat Jordan yang terus berteriak melalui kaca spion mobilnya, sampai akhirnya sahabatnya itu tak terlihat lagi karena mobilnya sudah jauh.
"Bocah!" dengus Kenzu.
Lelaki itu lalu teringat pada Stella, wanita yang baru beberapa jam yang lalu di temui dan berakhir dirinya tiduri.
Jujur peristiwa dirinya mengambil hal yang paling berharga wanita itu, bukanlah rencananya, entah saja saat melihat wajah wanita itu membuat gairahnya tiba-tiba bangkit dan semuanya terjadi.
Dan karena ada urget yang entah darurat atau tidak dari sang kanjeng ratu alias ibunya yang cerewet sedunia, terpaksa Kenzu meninggalkan wanita itu. Dan parahnya saat wanita itu ingin kabur dirinya Ia langsung menyuruh penjaga untuk menjaga wanita itu.
Of couse, tak akan Ia lepaskan wanita itu!
***
Di sebuah Kamar, tepat di sisi ranjang terlihat Stella tengah melamun, sesekali wanita itu mengembuskan nafasnya kesal.
Terkurung lagi! Itulah yang berada di pikirannya.
Setelah berhasil lolos dari rumahnya sendiri, kini malah dirinya yang terkurung di rumah mewah pria itu, bahkan lebih buruk, kehormatannya sebagai perempuan di ambil oleh pria itu, Ia semalam sudah berusaha memberontak keras tapi semua sia-sia, tenaganya sebagai wanita benar-benar kurang beruntung di banding pria, hingga akhirnya Ia menyerah akan perbuatan lelaki itu.
Marah, sedih, kesal semua ada di hatinya, marah dan sedih karena perlakuan pria itu, dan kesal pada tubuhnya sendiri karena ikut terbawa gairah akan perlakukan pria itu.
Beberapa menit yang lalu.
Flashback
Setelah Kenzu menutup sambungan Teleponnya. Lelaki itu mendekatinya yang berdiri di pojok samping ranjang, lalu menarik dagunya sehingga kedua manik mata biru tua dan laut itu saling bertabrakan.
Kenzu berkata penuh penekanan sambil mengelus lembut pipi wanita di hadapannyaa yang seketika merinding kaku. "Dengar, aku tak akan meminta maaf karena aku—tidak menyesalinya. "
Setelah itu Kenzu berjalan ke kamar mandi dan Stella langsung mengambil dalaman dan piyamanya yang tergeletak di lantai lalu memakainya.
Beberapa menit kemudian Kenzu keluar dengan pakaian rapi, celana hitam di pandu kemeja putih di sertai jas yang tersampir di tangannya.
Kenzu sesaat menatap Stella dan setelahnya beranjak mendekati pintu.
Stella langsung bangkit dari duduknya saat melihat pintu terbuka lalu melangkah mendekati pintu, tapi pria itu malah menahannya.
"Aku ingin pergi, biarkan aku pergi. " Stella mencoba mendorong Kenzu.
Kenzu terkekeh sinis. Menatap Stella. "No! Aku tidak akan melepaskanmu" ucapnya penuh penekanan.
"Kenapa? Kau sudah mendapatkan apa yang kau mau, jadi biarkan aku pergi!" pekik Stella kesal.
Tapi Kenzu malah mendorong Stella lebih masuk ke dalam kamar dan berkata. "Kau tidak bisa pergi dariku, sayang. kau memintaku menolongmu bukan dan risikonya kau tak akan mudah pergi dariku. Sayang sekali!"
Stella melotot. "Aku tidak mau, aku mau pergi berengsek!"
Stella mendorong keras tubuh Kenzu dan berhasil membuat pria itu sedikit menyingkir, tapi sayang baru juga melangkah tubuhnya malah melayang dan berakhir di gendongan pria itu.
"Lepas, turunkan aku!" pekik Stella meronta.
"Ah, s**t. " geraman Kenzu terdengar saat Stella menggigit bahunya dengan kuat.
Dan Stella langsung turun saat pria itu lengah karena gigitannya dan kakinya langsung melayang menendang dengan amat keras tulang kering pria itu.
"Doble s**t!"
Stella berlari menuju pintu. Tapi tepat dua langkah melewati pintu langkah Stella malah mundur kembali, karena sosok Jordan muncul di sana.
Wajah tampan Jordan terlihat santai menatap Stella di depannya, "Mau ke mana nona?" Tanyanya dengan senyum yang membuat Stella bergidik.
Stella merutuk dalam hati, Ia menoleh ke belakang dan mendapati seringai Kenzu terpanggang jelas di kedua sudut bibirnya.
Gagal sudah dirinya untuk pergi!
Flashback of
Mobil yang di kendarai Kenzu berhenti di parkiran khusus Mansion keluarganya. Lelaki itu kemudian keluar dari mobilnya dan melangkah memasuki Mansion keluarganya.
Dan tepat pria itu menginjakkan kakinya di ruang pertama, pekikan seorang wanita paruh baya yang tak lain ibunya—Dyandra, terdengar dan tanpa kata menyeretnya untuk duduk di sofa.
"Apa ini?" tanya Kenzu dengan kening mengerut saat sang ibu menyodorkan beberapa foto beserta beberapa berkas bermaf di hadapannya.
Dyandra mendengus. "Tentu saja sebuah foto."
"Ya aku tahu sebuah foto, tapi kenapa memberikan ini padaku?" Tanya Kenzu heran.
"Cantikkan?" tanya Dyandra mengalihkan pertanyaan sambil menyodorkan satu foto di tangannya.
Kenzu mengalihkan perhatiannya pada foto yang telah berada di tangannya itu dan menatap seorang perempuan berambut sebahu yang terpang-pang foto tersebut.
"Memang cantik, tapi wajahnya seperti jalang. " ucap Kenzu.
Dyandra menggelengkan kepalanya."Hafal sekali untukmu yang selalu memainkan seorang jalang ya." sindirnya ketus.
Dan Kenzu tampak santai saja tak merespons karena memang kenyataannya begitu, dirinya selalu bermain dengan jalang dan tentunya tahu karakter mereka seperti apa, terlebih perawakan wajahnya.
"Kalau ini?" Dyandra sekali lagi mengulurkan sebuah foto yang lain pada putra keduanya itu.
Kenzu langsung mengambilnya dan menggelengkan kepalanya tak percaya.
"Memang cantik, tapi Mom pikir aku akan menikah dengan gadis yang menurut perkiraanku—masih 17 tahun!" Kesalnya menolak sambil memperlihatkan foto di tangannya itu di hadapan wajah ibunya.
Kurang ajar sekali!
"Memang kenapa? 17 tahun menurutku baik dan dia juga cantik. " kilah Dyandra.
Kenzu mendengus, "Mom aku 25 tahun, aku tidak suka anak kecil di bawah 20 tahun!" ucapnya.
"Kalau begitu ini–" perkataan Dyandra lebih dulu di sela Kenzu, "Sudahlah Mom, aku bisa mencari pasanganku sendiri, toh aku sudah mendapatkannya dan dia milikku sekarang. " ucap Kenzu.
Dyandra memicingkan matanya mendengar itu.
"Benarkah, siapa wanita itu?" Dyandra terlihat berpikir keras. "Apakah? Dina, olla, Riky atau Mia atau -"
"Stop, dia tak ada di antara pemikiran dan tebakan mom, dia mainanku sekarang." ucap Kenzu tersenyum puas.
"Dasar! bila kau hanya bermain-main saja, lepaskan dia? Kau akan menghancurkannya." ucap Dyandra dingin, menatap tajam anak nakalnya itu.
"Mom tidak tahu dia? Aku sangat menginginkannya, dia sangat cantik dan—Aww Mom!" ucapan Kenzu berhenti karena setelahnya Ibunya itu menghajarnya dengan brutal.
"Mom, mom berhenti. " Kenzu terus menghindar dari kebrutalan ibunya itu,
sampai suara bariton menghentikan keributan di antara ibu dan anak itu.
Mereka menoleh bersamaan ke arah sumber suara dan mendapati Andre Maxwell–Ayahnya menatap mereka sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Kalian benar-benar!" Dengusnya.
"Mom yang mulai!" Kenzu membela diri dan meringis saat melihat pelototan menyeramkan ibunya.
"Ish! Aku tidak akan begini bila putramu itu tidak menuruni sikap berengsekmu dulu!" pekik Dyandra, detik selanjutnya Wanita paruh baya itu pergi ke arah panty entah mau apa?
"Kau juga Kenzu,"
Kenzu menoleh saat mendengar suara ayahnya itu. "Apa?"
"Kau benar-benar mewarisi ke berengsekku, tapi aku justru heran dengan kakakmu yang teramat dingin, dia tak seperti aku, bahkan ibumu." ucap Andre berjalan ke arah Sofa lalu mendudukkan dirinya disana.
"Karena dia mirip sepertiku, sedangkan kau mirip dengan ibumu, " ucapan seseorang terdengar membuat Andre menoleh saat mendengar suara yang sangat di kenalnya.
"Ayah. " ucapnya lalu berdiri membantu ayahnya yang sudah memasuki usia 92 tahun.
"Dia benar-benar mewarisi sifatku dan kakakmu, Alexandra. " ucap Graham.
"Aku jadi merindukannya. " ucap Andre mengingat kakaknya yang telah tiada sekitar 12 tahun yang lalu dan Alexandra ini adalah ibu dari Katherine Jhonson—sahabat Emily.
"Sudah lah, dia pasti sudah bahagia disana dengan orang di cintainya. " ucap Graham.
"Kita lupakan semuanya, mereka sudah bahagia dan kapan kau akan menikah dan memberikanku cicit Kenzu?" tanya Graham menoleh pada cucunya itu.
"Oh, C'mon, kenapa kalian selalu menyuruhku menikah, sedangkan kakakku saja ta -akh sudahlah!" ucap Kenzu dengan kesal.
"Apakah salah Grandfa dan ayah ibumu meminta seorang anak darimu?" Tanya Graham.
"Tidak salah juga, tapi masih ada kakak yang lebih tua dariku kenapa harus aku?" ucap Kenzu.
"Kau tahu kakakmu bagaimana? Pulang saja dia jarang. " ucap Andre malas.
Keniti– Putra pertamanya itu benar-benar membuatnya pusing dengan sikapnya yang tak bersahabat dan kalau di lihat perilaku anaknya lebih parah dari kakak dan ayahnya. Putranya itu pun jarang menampakkan diri pada keluarganya.
"Oke, tunggu kabarnya saja." ucap Kenzu akhirnya.
"Berarti kau bersedia untuk menikah, baguslah son." ucap Andre.
Kenzu mengangguk. "Kalau begitu aku pergi dulu." saat dirinya beranjak dan akan melangkah Dyandra dengan langkah cepatnya menghentikan Kenzu.
"No, no, no, kau mau kemana?" tanyanya.
"Aku mau menemuinya." jawab Kenzu ambigu.
Dyandra mengernyit. "Wanita itu?" Dan anggukan Kenzu sebagai balasan.
"Lepaskan dia." ucap Dyandra tiba-tiba, membuat Kenzu menatap tak percaya ibunya.
Sedangkan Andre dan Graham menatap tak mengerti mereka.