Bagian 4

1324 Words
Dylan keluar dari mobilnya, berjalan menuju Meiji Jingu yang tampak lebih sepi dari biasanya. Semenjak negara-negara di seluruh dunia memberlakukan lock down sekitar beberapa tahun lalu, kondisi tempat wisata yang biasanya dipenuhi wisatawan memang menjadi tidak seramai biasanya. Kebanyakan orang-orang memilih untuk tinggal di dalam rumah. Terlebih ada banyaknya kasus kejahatan maupun kekerasan yang tersebar karena orang-orang merasa tidak punya jalan lain lagi untuk mencukupi kehidupan mereka sehari-hari. Pun hal ini membuat Dylan yang selalu berkunjung ke Meiji Jingu jika datang ke Jepang, dapat merasakan perbedaan yang sangat besar di kuil ini. Di sisi lain, Antonia —dengan kamera di tangannya– sibuk memotret seluruh hal yang dirasanya indah di tempat yang sama. Sibuk berkeliling dan melihat-lihat keindahan Meiji Jingu. Sesekali dia juga akan menjumpai beberapa pengurus kuil yang sudah sangat tua dan berbincang bersama mereka dengan senyuman ramahnya. Kegemaran Antonia yang satu itu memang tidak pernah bisa di lepaskan olehnya. Maka ketika ada waktu luang mau dilarang bagaimana pun, dia akan berusaha untuk tetap menikmati hobinya sekaligus melepas penat dari seluruh kegaduhan yang terjadi di Istana. Tak jauh dari posisi Antonia, Dylan berjalan menuju tempat peribadatan untuk berdoa. Tujuan utamanya datang kemari, dan tak akan pernah ketinggalan jika dia hanya ke Jepang dalam waktu sehari. Entah kenapa, namun Dylan merasa dirinya seperti memiliki ikatan kuat dengan Meiji jingu. Memutuskan untuk kembali ke tempat itu untuk meluapkan segala keinginan pun keluh kesah yang dia simpan setiap hari. Menyerahkan diri sepenuhnya dan berharap bahwa apa yang dia jalani sudah cukup baik untuk dirinya maupun semua orang disekelilingnya. Antonia mengerutkan dahinya saat melihat bagaimana seorang pria tegap di sana sibuk berbicara dengan tuhannya. Sangat khusyuk. Membuat tangan Antonia yang masih menggenggam lensanya mengarahkan bidikannya ke objek yang menarik perhatiannya. Helaian rambut coklatnya yang tertiup angin tak sekali pun mematahkan niat Antonia untuk mengatur posisi maupun kecerahan gambarnya. Sangat fokus hingga dia tak menyadari bahwa ada dua orang yang merasa curiga dengan perbuatannya. Kedua bodyguard Dylan itu berjalan mendekati Antonia dan memutuskan untuk menepuk pelan pundak perempuan itu. "Nona, mungkin ini terdengar tidak sopan. Namun kau harus menghapus semua bidikan kamera mu barusan. Berikan kepada kami kameranya." yang lebih besar bersuara. Membuat Antonia yang terperanjat menoleh kepada suara itu—menatap mereka dengan tatapan menilai sembari menaikkan sebelah alisnya kebingungan. "Mohon maaf? Mengapa aku harus menghapusnya? Aku hanya memotret bagian kuil itu saja." Tentu saja Antonia berbohong. Tapi sungguh, lagipula untuk apa dia melakukan perintah orang-orang ini di saat dia sendiri tidak merasa merugikan seseorang dengan foto-fotonya. Toh dia hanya akan menyimpan hasil-hasil miliknya untuk koleksi pribadi. "Jika anda tidak melakukannya, maka jangan protes bila kami berdua melakukan tindak kekerasan kepada anda. Kami mencoba meminta dengan baik-baik, karena paparazi seperti anda sama sekali tidak diberikan izin untuk memotretnya seperti ini." "Maksud kalian? Aku paparazi?!" Antonia berdecak tak percaya. Menatap keduanya dengan sorot mata kesal, sebelum kemudian menyampirkan tali kameranya dan memasang kuda-kudanya dengan cepat. "Aku tidak akan menyerahkan kamera ku kepada kalian. Jadi kalian rebut saja sendiri." Tentu saja keributan tidak dapat dielakkan. Kedua bodyguard berbadan kekar itu sibuk melawan Antonia yang menguasai banyak kemampuan bela diri dengan sedikit kewalahan. Tentu saja. Tuan putri negeri sakura itu sudah mahir Judo, Karate, Kyudo, bahkan hingga Kendo karena dirinya di paksa mempelajari semua itu sejak masih kecil. Tinggal di dalam keluarga kerajaan yang memiliki banyak musuh tak terlihat dari segala arah, pun penyerangan-penyerangan yang dilakukan dari berbagai kelompok di luar sana, membuat semua keturunan kerjaan mahir dengan seni bela diri mereka. Taak.. Satu tepakan kaki di leher bodyguard terakhir yang kehilangan tenaganya di tanah membuat Antonia berdiri tegap dan menghembuskan nafasnya panjang. Perempuan itu sibuk mengusap keringat karena aksinya barusan, dan menatap kedua bodyguard yang tidak mampu berdiri itu lagi dengan tatapan remehnya. "Terima kasih untuk latihannya. Sudah lama aku tidak mengeluarkan tenaga sebanyak ini." "Kau akan dituntut, nona. Tunggu saja!" "Yak," Antonia menyenggol kaki salah satu bodyguard dengan berdecak pelan. "Kau mau menuntut ku di negara ku sendiri? Kau bercanda? Aku bisa saja melaporkan kalian kembali dengan alasan perlakuan tidak menyenangkan. Setelahnya kalian tidak akan mendapatkan izin lagi untuk masuk ke negara ini." "Dan ya. Aku bukan paparazi. Camkan itu!" Setelah mengatakan hal tersebut, Antonia pun berjalan meninggalkan mereka. Memilih untuk kembali ke istana atau berjalan-jalan ke tempat yang lain sebelum malam tiba. Tak menyadari bahwa sejak beberapa saat yang lalu seseorang memperhatikan semua hal yang dia lakukan kepada kedua bodyguard yang sudah terjatuh tak berdaya saat ini. Menatap dengan kerjapan tak percaya saat tubuh dan tulang-tulang kecilnya memukul mereka tanpa sedikit pun hambatan. Dylan Calder memperhatikan semua itu dengan tatapan takjubnya. *** Antonia menjalankan motornya ke sebuah bangunan gedung yang telah lama tidak dikerjakan. Bangunan yang ditinggalkan pekerjanya itu berlokasi tak jauh dari pusat kota dan kini digunakan sebagai tempat perkumpulan kelompok-kelompok kecil tak bernama. Kebanyakan yang bergabung di sini berasal dari latar belakang yang bukan sembarangan dan kebanyakan anggotanya sendiri menganggap bahwa tempat persembunyian ini adalah tempat yang bisa menunjukkan sisi lain dari mereka semua. Menunjukkan betapa berbahayanya mereka di samping pekerjaan penting mereka di luar sana. "Kau tahu bukan Calder Corp punya sistem keamanan berlapis-lapis? Mereka lumayan sulit di tembus bahkan oleh hacker hebat sekali pun. Aku benar-benar muak berkutat semalaman untuk menerobos sistem mereka." "Kau bercanda? Jika di luar ada banyak hacker hebat, maka di dalam gedung tinggi itu mereka mempunyai seorang dewa hacker, bodoh. Maka dari itu lah kenapa kau tak akan bisa melakukan apapun. Meretas kekuatan mereka sama saja kau ingin berduel dengan tuhan." "Ya, katakan saja semuanya. Ejek aku semau mu. Menyebalkan sekali. Aku kan hanya ingin mengetahui rahasia mereka dengan NASA. Lumayan untuk analisa ku karena para pengikut di blog ku sibuk meminta hal baru dari konspirasi yang ku buat beberapa waktu yang lalu. Ini akan menjadi sangat menyenangkan, karena semua orang di dunia akhirnya memiliki fikiran yang sama dengan ku. Dunia kita sebentar lagi akan hancur!" Pria berkaca-mata itu mengusak hidungnya setelah berkata dengan percaya diri. Billy namanya, seorang pengusaha multi nasional yang memiliki pekerjaan sampingan sebagai hacker dan penulis blog penuh konspirasi yang sangat terkenal. Tak ada yang mengetahui semua itu kecuali para pengguna gedung usang ini tentunya. "Benar-benar raja konspirasi. Kau tahu kan perbuatan mu dan orang-orang yang serupa dengan mu itu sama saja dengan membuat keadaan dunia yang sudah memanas ini menjadi semakin kacau? Dunia akan mengutuk mu karena membuat dirinya kewalahan karena melihat manusia kehilangan arah dengan tulisan-tulisan mu." Antonia yang baru saja datang tentu saja hanya hanya mendengarkan perdebatan kedua orang itu dalam diam. Billy dan Evander memang sedekat itu di antara anggota yang lainnya. Maka tak heran jika mereka ssmua menemukan keduanya sedang beradu argumen di salah satu sudut ruangan di gedung ini. Antonia sendiri memutuskan untuk duduk di sebuah sofa empuk yang ada di dalam tempat itu- kemudian membuka satu persatu gambar yang di ambilnya dengan kameranya hari ini. Suasana di tempat ini bisa terbilang cukup nyaman karena mereka semua mengubahnya seperti kebanyakan markas yang mempunyai segala hal yang mereka inginkan. Tak susah tentunya mengambil alih gedung ini, karena anggota di dalamnya berasal dari orang-orang kalangan menengah ke atas yang memiliki akses lebih. "Wah, apakah tuan puteri baru saja bersenang-senang hari ini?" Antonia mengacuhkan Dipta —Pradipta Gumalang yang merupakan seorang anak Indonesia dengan otak jeniusnya. Segala hal yang dimilikinya hingga bisa bekerja dengan baik di Jepang membuat laki-laki itu memilih untuk tidak kembali ke negaranya, karena dia merasa perjuangannya di sana tidak dihargai sama sekali. Pram lebih memilih untuk berpura-pura buta dan tuli dengan ibu pertiwinya. Betapa ironi. "Apa kau masih marah dengan ku karena kucing mu itu tidak sengaja menelan cairan kimia ku? Sungguh Nia? Aku kan tidak menyodorkan kepadanya sama sekali kepadanya. Dia yang menemukan itu sendiri." Dipta berdecak tak percaya di tempatnya. Menatap Antonia yang memilih menggeser menjauh darinya. "Baiklah-baiklah. Aku tidak akan mengganggu mu dulu. Berbicara lah dengan ku saat kau sudah baik-baik saja, mengerti?!" Setelah mengatakan hal itu Dipta memberikan kecupan singkat di pipi Antonia dan berlari dengan cepat dari sana sebelum mendengar teriakan kemurkaan dari perempuan itu. "Pradipta!!" ***TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD