Flashback on
Adhiti duduk diam di sofa panjang yang ada di ruang tamunya. Di hadapan gadis itu sudah duduk daddynya. Sedangkan di sofa sebelah kanan ada Revano. Sofa sebelah kiri ada pak Kardi. Supir pribadi khusus mengantarkan kemana Adhiti ingin pergi.
Adhiti sama bingungnya dengan pak Kardi. Setelah sarapan, Revano memintanya bertemu daddy.
"Ada apa, Dad?" Tanya Adhiti bingung.
Wajah daddynya tidak tampak marah atau apapun. Itulah yang membuatnya bingung. Kenapa mereka berkumpul berempat. Masalah apa yang telah dia kerjakan.
"Daddy minta kamu putus dengan Albian."
Adhiti nampak terkejut, dia sama sekali tidak pernah cerita masalah Albian kepada daddynya.
"Abang," bisik Adhiti di dalam hati.
Karena yang pernah bertemu dengan Albian adalah Revano. Itupun hanya sekali, rasanya mereka tidak pernah bertemu lagi.
"Kenapa?" Tanya Adhiti.
"Tidak perlu alasan apapun Adhiti! Daddy tidak setuju!"
"Adhiti juga butuh alasan dari daddy! Kenapa tidak dengan Albian. Padahal daddy belum pernah bertemu dengannya. Bagaimana mungkin orang yang tidak pernah bertemu sama sekali. Lalu tiba tiba saja tidak menyukainya! Adhiti tidak habis pikir."
"Masih banyak pria lain. Bahkan anak anak dari teman dan kolega daddy juga ada. Daddy bisa memperkenalkanmu dengan mereka."
Adhiti masih mempertahankan kesabarannya.
"Daddy sudah pernah berkali kali melakukan hal itu. Tapi tidak satupun yang Adhiti sukai. Cinta tidak bisa dipaksakan, dad. Adhiti tidak bisa mencintai pria yang daddy katakan itu. Adhiti mencintai Albian. Dan kami sudah cukup lama bersama. Tidak ada permasalahan apapun diantara kami. Lalu alasan apa Adhiti memutuskan hubungan ini."
"Belum cukup lama, dek. Kalian baru pacaran,kan. Masih baru, belum terlambat. Bagaimanapun juga abang dan daddy tidak setuju kamu dengannya. Dan tidak ada bantahan apapun! " Revano menyela.
Adhiti menantang wajah Revano."Tahu apa abang masalah perasaanku. Aku tidak pernah sekalipun ikut campur dengan urusan pribadi abang. Bahkan sekalipun Adhiti tidak pernah tidak setuju dengan teman kencan yang bang Revano kenalkan kepada Adhiti. Bukankah, kalian hanya sekali bertemu saat Albian mengantarkan Adhiti pulang. Dan saat itu kalian saling berkenalan dengan baik. Lalu kenapa sekarang tidak setuju,"ucap Adhiti dengan kesabaran mulai menipis.
Di saat hubungannya dengan Albian berantakan. Masalah datang lagi, saat keluarganya tidak setuju dengan Albian.
"Aku mencintainya, untuk pertama kalinya Adhiti jatuh cinta dengan seorang pria. Bagaiman bisa daddy meminta Adhiti mengakhiri hubungan dengan Bian." Suara Adhiti mulai serak.
"Adhiti mencintainya Bian, dad. Adhiti bahagia bersamanya. Adhiti mohon, bisakah masalah ini clear sampai di sini," ucap Adhiti menatap nanar Theo.
"Pak Kardi," Theo mengalihkan pandangannya kepada supir pribadi Adhiti.
"Saya tahu beberapa bulan ini bapak tidak banyak bersama Adhiti. Saya mohon, setelah ini saya tidak mengizinkan pak Kardi mengantarkan putri saya untuk bertemu dengan pria itu. Saya melarangnya, mulai hari ini Adhiti harus sampai di rumah jika urusan di kampusnya selesai. Saya akan mengontrol nya."
"Jangan salahkan pak Kardi. Adhiti yang memintanya."
"Dia yang selalu mengantarmu kesana tanpa sepengetahuan daddy."
"Adhiti tidak setuju!!!"ucap Adhiti keras.
"Kenapa daddy melarang hubungan Adhiti dengan Bian? Apa karena dia tidak sama seperti anak anak dari kolega daddy. Apa ini masalah uang dan sosial, dad?" Teriak Adhiti menangis.
"Adhiti," Revano mengingatkan Adhiti bersikap sopan.
"Tidak, nak." Ucap Theo lembut.
"Tidak sayang, daddy tidak mempermasalahkan status sosia. Tapi, daddy mohon jangan Albian. Siapa saja pria yang kami cintai. Tapi jangan Albian. Daddy mohon," Theo berkata dengan selembut mungkin.
"Lalu kenapa dengan Albian? Apa alasannya? Beritahu Adhiti, kenapa daddy tidak suka dengan Albian?"
Theo terdiam, begitu juga dengan Revano.
"Kenapa daddy dan abang diam! Kalian tidak mempunyai alasan apapun, bukan? Lalu kenapa? Beritahu Adhiti," teriak Adhiti keras.
"Daddy tidak bisa mengatakannya kepadamu. Hanya saja, daddy mohon menjauhlah dari Albian."
Adhiti semakin dibuat bingung dengan keputusan keluarganya. Tidak ingin perdebatan semakin panjang, dia memilih menuju ke kamarnya.
"Berjanjilah, nak!" Kata Theo menghentikan Adhiti.
"Berjanjilah kepada daddy untuk tidak bertemu dengan Albian,"lanjut Theo pelan.
Adhiti menghapus air matanya." Jika Adhiti meminta daddy untuk berhenti mencintai mommy. Apakah daddy akan melakukannya?"
Theo terdiam..
"Daddy tahu kan bagaimana rasanya berpisah dengan seseorang yang daddy cintai." Sahut Adhiti sambil menangis.
Dia melangkah menjauhi Theo.
***
Pembicaraan tadi pagi masih teringat jelas oleh Adhiti. Gadis itu melamun selama perjalan pulang dari kampus. Dia menangis, sampai suara tangisan itu terdengar oleh pak Kardi.
"Adhiti minta maaf, karena Adhiti bapak juga kena masalah," kata Adhiti sesegukan.
Pak Kardi menatap Adhiti hanya di balik spion tengah mobil.
"Tidak apa apa, non. Sungguh, saya tidak apa apa. Lagipula, tuan tidak memarahi saya. Tuan hanya menyampaikan apa yang tidak dia suka."
Lalu, suasana hening. Pak Kardi fokus kembali kepada kemudi.
"Pak Kardi, apakah Albian dan daddy pernah bertemu sebelumnya? Atau apakah ada sesuatu dahulunya diantara keluarga Kami?" Tanya Adhiti.
Pak Kardi nampak tergagap." Anu...non, bapak tidak tahu. Lagipula bapak sejak dulu tugasnya menemani nona Adhiti. Sedangkan daddy non Adhiti. Ada Pak Agung yang menjadi sopirnya." Jawab pak Kardi sedikit terbata bata.
Adhiti tidak bertanya apapun lagi. Dia memandang keluar jendela.
"Pasti ada sesuatu hal yang disembunyikan oleh daddy dan Albian. Rasanya semua masalah ini menguap bersamaan. Albian yang marah kepadaku tanpa alasan yang jelas. Daddy dan bang Revano yang tidak mengizinkanku menemui dan memiliki hubungan dengan Albian." Kata Adhiti berbicara pada dirinya sendiri.
"Non, bolehkah bapak menyampaikan sedikit pendapat?" Tanya pak Kardi sedikit ragu.
Dia sungkan banyak bicara dengan Adhiti. Karena tipikal Adhiti yang tenang.
"Apa pak?"
"Mungkin sepertinya Tuan menyembunyikan sesuatu dari non Adhiti. Tapi, jika orangtua berbicara akan sesuatu hal. Itu berarti demi kebaikan anaknya. Tuan bukanlah tipikal orangtua yang mengekang anaknya. Selama saya bekerja bersama keluarga non Adhiti. Bahkan, Mr Theo selalu mengutamakan non Adhiti dan Revano. Larangan ini bisa saja jalan terbaik untuk non Adhiti."
Adhiti tersenyum sedih." Pak, bapak yang paling tahu bagaimana perjuanganku mendapatkan hati Bian. Bapak juga tahu, aku tidak pernah pacaran ataupun dekat dengan pria. Aku susah untuk jatuh cinta. Dia adalah pria yang pertama berhasil memikat hatiku. Semua pria yang pernah dikenalkan daddy kepada Adhiti. Tidak satupun memiliki sifat seperti Albian."
Bibir Adhiti tersenyum lembut." Hati Adhiti sudah memilih Bian, pak. Mungkin terlihat sedikit berlebihan dan kekanak kanakan. Tapi, cinta tidak bisa dipaksa. Dia datang di hati dan perasaan. Walau Bian terlihat cuek, Adhiti yakin cintanya sama besar denganku.." ucapan adhiti tercekat.
"Walau sekarang aku tidak tahu alasan apa yang membuatnya marah kepadaku," lanjut Adhiti di dalam hati.
Pak Kardi hanya diam membisu. Memang betul dialah saksi bagaimana Adhiti jatuh cinta kepada Albian saat mereka pertama kali bertemu.
Dia juga pula yang menjadi saksi perjuangan Adhiti untuk mendapatkan Albian.
Pak Kardi mencuri pandangan melihat Adhiti di balik kaca spion.
Dengan senyuman lembut pak Kardi berucap di dalam hatinya." Sudah banyak yang berubah dari non Adhiti. Saya juga tahu kalian saling mencintai. Tapi jika rahasia yang selama ini ditutupi oleh keluarga non Adhiti menguap. Saya yakin, non Adhiti yang nantinya akan tersakiti. Maka dari itu, Tuan berusaha melindungi non Adhiti. Jika peristiwa itu tidak terjadi. Pastilah semua akan berjalan penuh kebahagian."
***