"Apakah kamu masih marah? Masih tidak mau berbicara dan bertemu denganku? Bian, jika hanya diam, masalah ini tidak akan selesai. Izinkan aku bertemu denganmu sekali saja. Aku merindukanmu."
Pesan singkat untuk sekian kalinya yang dikirim Adhiti kepada Albian. Dia membaca pesan itu, tapi tidak pernah sekalipun membalasnya.
Adhiti masih terpaku menatap ke layar handphone nya. Setiap lima menit sekali, dia menyakin hatinya Albian akan membalas satu saja dari sekian pesan yang telah dia kirim.
Helaan nafas pasrah terdengar."Dengan cara apa agar aku bisa bertemu denganmu?" Bisik Adhiti pelan.
Gadis itu sekarang sedang duduk di salah satu kursi. Yang berada di perkarangan kampusnya. Dia menunggu kedatangan Shania. Mereka telah berjanji akan pergi bersama.
Adhiti memandangi langit yang sangat cerahh siang itu. Memikirkan kenangannya saat pertama kali dia bertemu dengan Albian.
Flashback on
Memejamkan mata dan merasakan hembusan angin dari sela jendela mobil membuat mata Adhiti mengantuk. Entah berapa kali hentakan kepala yang menandakan matanya sempat terpejam. Setiap 5 menit mulutnya tidak berhenti menguap. Dia lelah pastinya, karena hampir 4 jam ada perkuliahan yang membuatnya bosan setengah mati.
Tidak lupa juga cacing di perutnya memberontak minta diberi makan. Dia hanya minum segelas s**u dan sereal tadi pagi karena takut ketinggalan kelas pertama dengan dosen killer. Di pertengahan perjalanan tadi dia sempat membeli makanan cepat saji. Entah kenapa setelahnya Adhiti begitu malas makan. Mungkin karena mata yang mengantuk.
Dia menyerah, dia akhirnya tertidur sepenuhnya.
Bunyi decitan ban dan mobil yang rem mendadak.
"Auchhh"
Mobil yang berhenti mendadak membuat tubuh Adhiti terdorong ke depan. Kepalanya membentur kursi bagian depan, benturan yang tidak keras tapi mampu membuat dia mengernyit kesakitan sambil meraba kepalanya.
"Maaf Non, bapak tidak tahu kenapa mobilnya berhenti mendadak. Tiba tiba mesin mobilnya mati." Jelas supirnya merasa bersalah.
"Apakah kepala Non terluka? Maafkan bapak." Sekali lagi sopir pribadi Adhiti meminta maaf dan menyesal.
Adhiti mengernyit.
"Kita menabrak sesuatu, Pak?" tanya Adhiti cemas.
"Tidak,Non."
Adhiti menghembuskan nafas lega. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Cukup membawa mobilnya ke bengkel terdekat.
"Adakah bengkel yang dekat dengan kita saat ini? Bapak tahu?"
"Bapak sudah menghubungi bantuan untuk menderek mobil kita. Ada bengkel langganan bapak di dekat sini. Non Adhiti perlu bapak carikan taxi?"
Adhiti nampak berfikir sebentar.
"Adhiti ikut bapak saja. Lagipula kalau di rumah saat ini daddy dan kakak tidak di rumah."
"Apa tidak masalah? Sepertinya non Adhiti mengantuk. Perbaikannya mungkin perlu waktu cukup lama."
"Adhiti ikut bapak saja. Adhiti janji tidak akan nakal." Sahutnya bercanda membuat Pak Kardi tersenyum.
Bantuan yang ditunggu mereka akhirnya sampai dan membawa mobil Adhiti ke bengkel. Saat sampai di sana, Adhiti hanya membawa keluar makanan yang tadi dia beli. Makanan itu cukup banyak yang bisa dimakan oleh 3 orang atau lebih. Dia begitu kalap memesan 1 bucket ayam goreng isi 9pieces dengan membeli 3 porsi nasi serta tidak lupa dengan kentang goreng kesukaannya. Karena tadi terlalu lapar, Adhiti merasa yakin bisa menghabiskan semua yang telah dia pesan.
Awalnya dia juga tidak akan makan sendiri. Setiap dia membeli makanan, Adhiti pasti melebihkan untuk pak Kardi dan beberapa pekerja di rumah nya. Pak Kardi sedang berbicara dengan pekerja di bengkel ini. Sedangkan Adhiti sibuk mencari tempat duduk yang kosong yang disediakan bengkel untuk customer. Bengkel yang dimaksud sopirnya begitu besar dan luas. Selain service dan memperbaiki kerusakan disebelahnya juga ada untuk cucian mobil serta yang paling ujung juga menyediakan layanan memasang stiker mobil. Di sini serba lengkap, pantas saja bengkel ini begitu luas. Jarang jarang ada tempat selengkap ini.
Siang ini, bengkel tersebut hanya ada mobil adhiti. Tapi cukup ramai di area "car wash".
"Hah," helaan nafas lega dari mulut Adhiti." Untunglah di sini tidak terlalu ramai seperti di sebelah."
Beberapa tahun ini entah mengapa Adhiti tidak terlalu suka dengan keramaian. Bukan berarti dia adalah pribadi yang tertutup. Di kampus dia mempunyai banyak teman dan bisa berbaur dengan Mahasiswa lainnya. Cuman kadangkala dia sesekali tidak terlalu suka dengan kebisingan dan keramaian. Dia begitu nyaman di tempat yang sunyi.
Setelah menemukan tempat duduk yang nyaman menurut hatinya. Adhiti meletakkan semua makanan di atas meja bersiap untuk menyantap sambil menunggu mobil selesai.
"Pak Kardi," panggil Adhiti.
"Nitip makanan Adhiti sebentar ya. Mau beli minuman di minimarket depan."
Pak Kardi langsung menghampiri Adhiti.
"Biar bapak yang belikan Non. Non Adhiti tunggu di sini saja."
"Tidak usah,Pak. Lagipula tinggal nyebrang di depan."
Pak Kardi melirik ke arah jalanan lalu menatap Adhiti. Dia melakukan gerakan beberapa kali dan terlihat cemas.
"Bukannya bapak harus menjelaskan kerusakan mobil kepada montir di sini. Adhiti saja."
Mereka masih berdebat siapa yang pergi untuk membeli minuman sampai mereka tak menyadari seorang montir berdiri di dekat mereka.
"Non Adhiti duduk di sini saja biar bapak yang belikan sebentar."
Pak Kardi berlari menuju minimarket dan meninggalkan Adhiti yang terlihat kebingungan.
"Ada yang bisa saya bantu?" Suara berat di dekatnya membuat Adhiti kaget.
Adhiti menoleh ke sumber suara. Tatapan mata Adhiti langsung mengenai mata sang sumber suara. Adhiti menatap tanpa berkedip menghadap pria yang tegap berdiri di depannya. Sempat sempatnya Adhiti menerka tinggi pria tersebut. Adhiti yakin pria di depannya saat ini memeliki tinggi 180 cm, bahunya cukup lebar. Adhiti juga yakin ada roti sobek di balik baju yang dia kenakan saat ini. Keyakinannya semakin kuat saat melirik ke arah urat yang menyembul di tangan berotot pria ini. Walau dia memakai celana panjang dan baju lengan panjang. Tapi dia menggulung kedua lengan bajunya sampai di atas siku.
Tatapan Adhiti kembali menuju mata pria tersebut. Matanya tidak berhenti melihat bola mata pria itu yang berwarna coklat.
"Permisi,"
Panggilan itu memecahkan lamunan Adhiti.
"Heh..., yah.." gugupnya salah tingkah.
Adhiti yakin pipinya saat ini memerah karena malu kedapatan menatap tanpa berkedip. Dia juga malu salah tingkah di hadapan pria itu.
"Saya yang akan menangani mobil kakak," lanjutnya.
Adhiti mengangguk cepat.
"Hmm...itu..itu Pak Kardi sedang membeli minuman di depan. Dia yang tahu ada apa dengan mobilnya."
"Albian,"
Panggil seseorang di belakang mereka. Ternyata yang memanggil adalah pria yang berbicara dengan Pak Kardi tadi.
"Albian,"lirih Adhiti mengingat nama itu.
Setelahnya Adhiti tidak memperhatikan apa yang disampaikan pria itu kepada Albian. Adhiti hanya sibuk menenangkan detak jantungnya yang cukup cepat dan terdengar keras. Sesekali dia menghela nafas dan menghembuskan pelan upaya untuk membuat jantungnya kembali normal. Yang pasti saat ini pria yang dipanggil Albian tadi sedang menuju ke arah mobilnya. Mungkin dia sudah tahu apa yang harus dikerjakan.
"Ini non,"
Lagi lagi Adhiti dibuat terkejut dengan panggilan tiba tiba dari pak Kardi.
"Bapakkk," teriak Adhiti. "Bapak bikin kaget saja,"
Adhiti mengambil 2 botol air mineral dengan ukuran menengah yang disodorkan kepadanya.
"Maaf bapak tidak sengaja,"pak Kardi cengengasan.
"Sudah waktunya non Adhiti makan. Tadi pagi kan tidak sempat sarapan. Sekarang sudah mau sore, bapak takut perutnya Non sakit. Non Adhiti duduk tenang di sini saja ya. Bapak mau kesana dulu."
Adhiti mengangguk setuju, Pak Kardi benar dia harus makan secepatnya. Kalau tidak, bisa bisa asam lambungnya bakalan kumat kalau dia tidak memasukan satu makananpun saat ini. Padahal dia juga tidak punya riwayat asam lambung.
Dengan tenang Adhiti menghabiskan 2 porsi paha ayam, 1 porsi nasi dan 1 pack kentang goreng. Dia merasa sudah memelankan cara makannya, berharap selesai makan, mobilnya pun selesai diperbaiki. Tapi sepertinya belum ada tanda tanda mobilnya pulih. Walau bosan dia terlihat senang karena bisa berlama lama menatap Albian yang berhasil memacu kencang debaran jantungnya.
Tidak dipungkiri, pria yang bernama Albian itu cukup menarik hatinya. Dia tersenyum malu malu disaat mengingat tatapan mata yang mengingat wajah Albian. Dia yakin, dia sudah jatuh ke dalam pesona Albian.
Dalam hati, Adhiti mengatakan kepada diri sendiri. Dia harus mengisi tenaganya sebelum mencari tahu pria yang telah membuat hatinya berdegup tidak karuan. Kalau perut sudah isi,maka disitu rencana akan singgah di otak nya. Setiap menyuap makanan dia selalu tersenyum memandang ke arah Albian.
"Bagaimanapun caranya aku harus bisa cari tahu dia tinggal dimana. Tidak mungkin kan aku harus ke bengkel setiap hari."pikirnya.
Dia celengak celenguk melihat kesekeliling bengkel berusaha mencari apa saja yang bisa memberi informasi tentang Albian.
"Atau suruh Pak Kardi saja yang jadi mata mata," lanjutnya
"Tidak..tidak..tidak. itu ide yang tidak bagus sama sekali. Yakin deh bakalan sampai ke telinga daddy dan kakak. Bakalan jadi bulan bulanan."
Keningnya berkerut memikirkan jika daddy dan kakak nya tahu. Habis sudah dia diolok. Secara selama ini para pria lah yang selalu mengejarnya. Sudah tak terhitung lagi kolega daddy nya menjodohkan dia dengan anak lelaki mereka. Selama ini Adhiti selalu menolak. Dia hanya ingin fokus kuliah saja. Lagi, kepalanya berputar mencari sesuatu.
"Kalau hanya duduk diam di sini tidak akan mendapat info apapun. Bergerak Adhiti, ayo putar juga otak mu" Sahutnya kepada diri sendiri.
Adhiti menyipitkan agar matanya bisa fokus melihat satu benda. Ada satu benda yang cukup menarik perhatiannya. Berhati hati dia berjalan pelan ke arah benda tersebut. Tidak lupa sesekali melihat keberadaan orang lain yang mungkin menyaksikan aksinya.
Matanya membola besar menemukan sesuatu yang sangat begitu penting untuk menjalankan misinya. Tersenyum penuh kemenangan Adhiti mencari informasi dari benda yang ada di dekatnya saat ini.
Adhiti benar benar tersenyum senang. "Albian Danish Suwardi", Adhiti membaca nama itu seperti mantra kemenangannya sekarang.
Nama yang tertera pada kartu mahasiswa yang terletak di dalam map bening dan berwarna biru muda dipinggir map tersebut. Yang membuat senyum Adhiti mengembang adalah Albian ternyata 1 kampus dengannya hanya berbeda fakultas.
"Kamu kemana saja selama ini,"pikir Adhiti menyalahkan diri sendiri.
"Ya..iyalah tidak pernah bertemu walaupun satu kampus. Lah kampus mereka begitu besar jurusan mereka juga berbeda. Yang jelas jurusan Albian lumayan jauh dari gedung kampusnya."
Lagi, Adhiti berfikir keras. Kampus mereka adalah kampus swasta yang cukup ternama dan biaya kuliahnya lumayan mahal. Melihat pekerjaan Albian saat ini. Tidak mungkin dia hidup dari keluarga yang berada. Mana mungkin anak orang kaya mau bekerja di bengkel. Bukan berarti Adhiti meremehkan pekerjaan ini. Walaupun jurusan kuliah yang diambil Albian berhubungan dengan mesin dan mobil. Apa mungkin orangtuanya membiarkan dia bekerja paruh waktu disini. Jika dia kuliah di kampus itu, bisa jadi orangtuanya mampu memberikan dia showroom mobil.
Adhiti tidak mau berfikir lebih jauh lagi. Yang jelas dia telah menemukan identitas Albian. Hanya satu yang belum didapat yaitu nomor ponselnya.
Jika kalian menganggap Adhiti terlalu agresif. Bukankah cinta harus diperjuangkan (hasyekk). Kalau hanya berdiam diri menunggu, kamu harus bisa menerima suatu saat orang yang kau cintai direbut orang.
Setelah mendapatkan apa yang dia mau, segera dia kembali ke tempat duduknya. Untuk saat ini cukup sampai disini saja pencariannya. Nanti sampai di rumah Adhiti akan mencari ide untuk langkah selanjutnya.
"Mobilnya sudah selesai,Non."
"Oh..sudah selesai," balas Adhiti "cepat sekali," lirihnya pelan.
"Berapaan Pak biaya perbaikannya?"
Albian menyodorkan kertas bill nya kepada Adhiti."Semuanya tertera di sini kak. Apa saja yang diganti dan diperbaiki."
Sekali lagi, Adhiti memandang takjub ke arah Albian. Mendengar suaranya saja sudah terasa menyenangkan hati Adhiti.
"Non," panggil Pak Kardi memecahkan lamunan Adhiti.
"Astagfirullah," Adhiti menggeleng kepala cepat merutuki kebodohannya.
Adhiti meyerahkan uang biaya perbaikan kepada sopirnya. Setelah semuanya selesai,Pak Kardi sudah masuk ke dalam mobil menanti Adhiti yang membereskan sisa makanan yang dia bawa.
Sebelum berjalan cepat menuju mobilnya. Adhiti menatap Albian yang berdiri tegap menanti dengan sabar kepergian Adhiti.
Saat sudah berada di dalam mobil. Dia menurunkan kaca jendela melambaikan tangan kepada Albian yang sedang berdiri bersebelahan dengan temannya tadi.
"Terima kasih, sampai jumpa lagi Bian. Senang berjumpa dengan kamu."
Wajahnya memerah dan makin memerah saat teman Albian menggoda Albian.
Setelah kepergian Adhiti, Albian tidak merespon godaan dari Luke temannya. Dia menuju meja tempat buku dan perlatan kampusnya. Di atas mejanya ada 1 kotak KFC lengkap dengan 1 botol minuman. Ada 1 lembar kertas A4
Albian membuka lipatan kertas itu. Yang ternyata sketsa dirinya. Posisi yang sama saat dia sedang memperbaiki mobil Adhiti.
"Cieeee," Luke bersorak menggoda.
" Paket lengkap untukmu Albian. Bikankah gadis itu sangat cantik, berbakat dan manis."
Albian tidak memperdulikan ocehan luke. Selain itu, ada satu kertas kecil yang dilletkan di atas kotak makana tersebut.
" Ini bukan makanan sisa!!! Selamat makan siang menjelang sore. Terima kasih atas bantuannya. Suatu saat kita pasti bertemu lagi ~_~
Adhiti
Flashback End
Adhiti tersenyum kecil mengingat pertemuannya dengan Albian." Ternyata jatuh cinta pada pandangan pertama itu memanglah ada. Aku tidak pernah menyangka akan mendapatkan perasaan itu kepadamu. Bian, aku benar benar merindukanmu." Lirih Adhiti.
Dalam diamnya, tanpa sengaja Adhiti melihat Albian di depan mata. Jarak mereka cukup jauh. Awalnya, dia cukup ragu. Memaksakan matanya fokus menghadap ke depan. Setelah yakin kalau itu benar Albian. Segera ia berdiri dari duduk. Berlari mengejar pria tersebut.
"Apapun hasilnya, aku ingin kepastian hari ini," pikir Adhiti sambil berlari kecil.
"Bian," panggil Adhiti ngos ngosan.
***