Begitu bel pulang sekolah Feby langsung cepat-cepat menuju ke parkiran motor.
Entah apa yang membuat ia bergerak sendiri. Seperti ada batin yang menyuruhnya untuk cepat-cepat. Seperti impulse.
Tapi Feby biasanya tidak seperti ini. Ia bukan tipe orang yang melakukan sesuatu dari hati.
Kalau disuruh baru gerak, di umpan baru dapat, dan dibentak baru tergertak, itu Feby.
Tapi seperti biasa ada yang meneriakinya,
"Feb! Resletingkan dulu tas kau benar-benar, baru ngegas lagi,"
Langsung saja Feby membenarkan dulu resleting tasnya dan meneriaki orang tersebut dengan kata terimakasih.
Hampir sepuluh menit, setelah mengebut cukup cepat, Feby sudah bisa melihat rumah Elang, dan mulai memasuki pekarangan rumah itu setelah klakson dua kali dan dibukakan oleh bapak penjaga.
Begitu Feby mematikan mesin motornya dan melepaskan sarung tangan serta masker mulut yang ia pakai, tiba-tiba Elang sudah berlari dari arah pintu dan melompati tangga-tangga itu untuk dapat memeluk Feby.
"Ibu..."
Feby langsung saja juga menyambut pelukan Elang.
Walaupun ia sendiri cukup bingung, kenapa anak ini tiba-tiba memeluknya.
Tapi itu tidak penting, karena Feby rasa ia hanya perlu menemani anak ini agar tidak sendirian.
Ia hanya memiliki hati nurani sehingga membuatnya merasa ingin menjaga anak ini.
"Elang kok bisa sendirian sih? Elang sering begini?"
Tanya Feby sambil menaikkan salah satu alisnya.
"Iya, Elang suka cuma sendirian gini, ibu baru pulang sekolah?"
Kata Elang.
"Iya. Kebetulan ibu ga bimbel hari ini, jadi bisa mampir, ibu masih punya waktu 2 jam-an lagi buat main sama Elang, atau El mau belajar?"
Feby memberikan opsi kepada Elang, ia ingin tahu, apa yang akan dipilih oleh anak sepintar El.
"Gimana kalau kita nonton film, El suka baymax, tapi El juga suka hotel transylvania."
Feby tersenyum mendengar jawaban El, ternyata memang benar bahwa fakta anak pintar itu malas, kayak aku wkwkwkw.
Mereka pun menuju ruang tengah untuk menonton bersama.
Elang dengan ligat menyetel dan mengatur semuanya.
Ia juga menyuruh bibi rumah, Yanti untuk menyiapkan cemilan dan minuman dingin.
Setelah film dimulai dan diatur dengan subtitle(terjemahan) Indonesia, Elang langsung membawa remot itu bersamanya dan duduk di sebelah Feby.
Awalnya Feby bingung, apa yang dilakukan oleh Elang.
Tapi begitu ada percakapan atau tulisan berjalan di televisi itu.
Elang langsung memencet tombol pause di remot dan mengejanya pelan.
Feby langsung tercengang,
Bagaimana bisa anak kecil se kreatif ini...
Kalau biasanya anak kecil akan membaca buku hingga bosan untuk belajar membaca.
Berbeda dengan Elang, ia menonton film animasi yang memiliki terjemahan indonesia hingga bosan untuk belajar membaca.
...
"Kakak pulang dulu ya?"
Ya, kalimat panggilannya sudah berganti sekarang, biasalah, anak kecil kalau ada maunya pasti keinginan orang tua dituruti.
Tapi, Feby kan bukan orang tua El?
Aish, sudahlah anggap saja begitu.
"Iya, El juga sebentar lagi mau les musik, kakak hati-hati ya,"
Elang tersenyum manis sangat mengatakan hal itu dan mengantar Feby menuju ke motor sambil tetap menggenggam tangan Feby.
Feby pun memakai sarung tangan dan maskernya, ya walaupun masker itu sudah ia ganti dengan masker lainnya, karena ia takut ketika Leindra atau siapapun yang akan melihatnya sebagai gadis pengincar pembalut yang suka berkelahi.
Lalu, Feby melambaikan tangannya kepada Elang sebelum menjalankan motornya.
Pas saat Feby keluar dari pekarangan melalui kiri bundaran taman pribadi yang ada di depan rumah Elang, pas dari sebelah kanan ada mobil mewah yang masuk.
Orang yang berada di mobil itu pun turun melihat anaknya sedang berada di luar sambil melambai-lambaikan tangan sendirian.
"Elang, ngomong sama siapa kamu?"
Tanya Leindra kepada anak semata wayang nya itu.
"Dadahin kak Feby,"
Jawab Elang dengan santai.
"Kak Feby?"
Beo Leindra.
"Iya Dad, tadi Elang telepon kak Feby biar kak Feby nemenin El disini."
Jelas Elang dengan nada yang membuat Leindra gemas, dengan segera Leindra menggendong anaknya.
"Lain kali kamu ga boleh gitu ya, Nak. Kan kak Feby juga punya kerjaan yang lain,"
Elang hanya menanggukkan kepalanya seakan-akan ia akan menuruti perkataan Leindra.
...
Sehabis mengajar dari rumah anak didiknya, Feby sebenarnya ingin membeli es krim di minimarket rumahnya, tapi ia sangsi, ia takut bertemu lagi dengan Leindra.
Jadi, ia pergi ke minimarket dekat rumah anak didiknya yang barusan ia ajar.
Ia pun memakan es krim di depan tempat duduk yang di sediakan minimarket itu, ia pasti selalu membeli ice cream yang berbentuk cone.
Tolong jangan paksa Feby untuk menyebut mereknya, karena cerita ini tidak di endorse.
Baru saja ia membuka bungkusan es krimnya, dan ingin melahapnya, tapi begitu ia melihat ada seseorang yang berdiri tepat di depannya, bibirnya pun kembali mengatup.
...
Leindra hanya pulang sebentar karena ada beberapa barang yang harus ia ambil untuk melanjutkan rancangan pembangunannya yang berada di luar provinsi Jambi.
Saat perjalanan ke bandara untuk berangkat malam ini, ia melihat seorang gadis sedang keluar dari minimarket dan duduk di kursi yang ada di depan minimarket itu dari kaca mobilnya, langsung saja Leindra meminta supir untuk menhentikan mobilnya.
Lalu ia turun dari mobil dan menghampiri gadis itu.
Pikir Leindra sangat lucu melihat guru les anaknya menatap es krim dengan tatapan tamak, tapi begitu gadis itu melihat Leindra, Gadis itu langsung mengatup bibirnya rapat-rapat.
Lalu berdiri sambil memegangi es krimnya.
"Malam, pak."
Leindra pun langsung berdeham dan menyapanya balik.
"Malam,bu."
Seketika hening bergantian menyapa mereka berdua, entah mengapa ini terlalu formal dan seharusnya tidak boleh begini.
Leindra duduk di kursi sebelah, dan menyuruh Feby untuk duduk kembali di tempatnya.
"Saya dengar dari Elang, ibu menemaninya tadi?"
Tanya Leindra to the point, yang membuat Feby cemas.
Padahal ia berbuat baik, tapi nada yang Leindra keluarkan seperti menyidik.
"Benar, El nelpon saya, dia bilang dia sendirian, daddynya sedang keluar kota, oma nya sedang jalan-jalan dan pekerja dirumahnya butuh istirahat. Saya tidak tega menolak ajakan El untuk main dengannya, saya pikir..."
Feby menatap mata Leindra dan langsung terdiam sebentar dan melanjutkan pembicaraannya lagi.
"Dia butuh saya, karena dia sendirian,"
Leindra masih diam dengan tatapan tak berarti, yang membuat Feby semakin tidak karuan.
Omong-omong soal tidak karuan, bukan hanya tatapan Leindra saja yang membuat Feby merasa seperti itu.
Bahkan wajah lelah, harum yang bercampur dengan aroma tubuh dan pakaian santai Leindra malam ini membuat Feby semakin terpesona dengan Leindra.
Tapi tetap saja Feby gugup.
Kenapa juga ia harus terpesona dengan suami dan bapak orang lain?
"Terimakasih,"
Ucap Leindra tiba-tiba yang membuat Feby mengedipkan matanya beberapa kali.
"Untuk?"
Tanya gadis ini dengan singkat.
"For taking care of my son,"
Ah, ya... Your son.