Aku sudah berada di dalam kampus sekarang. Aku datang kemari dengan diantar oleh ojek online yang biasa aku pesan saat berada di wilayah yang jauh. Aku merasakan nyeri-nyeri di badan sekarang, di tambah lagi karena apa yang sudah dilakukan oleh kakakku saat kemarin aku pulang. Saat tiba di kampus, aku langsung saja pergi ke kamar mandi. Mencoba untuk menutupi luka dan juga benjol di mukaku dengan dempulan bedak.
Aku tidak mungkin datang ke kelas dengan keadaan separah ini, karena kemungkinan besar aku akan menjadi bahan obrolan dan gosip lagi. Walaupun saat aku berjalan dari gerbang kampus menuju ke kantin, aku sudah dipandang dengan tatapan tidak mengenakkan oleh beberapa anak. Aku hanya bisa tertunduk menyembunyikan mukaku saat mereka melihatku seperti itu.
Untung saja, bajuku tidak kotor ataupun lusuh terlalu banyak. Walaupun memang aku bisa melihat beberapa daki dan juga kotoran menempel di dalam tubuhku. Aku masih bisa menjaga agar kotoran-kotoran itu pergi dari sini. Tapi yang aku khawatirkan sebenarnya Andin, aku takut dia menganggap sama seperti diriku yang dulu. Kalau aku adalah seorang berandalan yang suka berantem dengan banyak orang. Sepertinya melepas citra seorang berandalan sangat susah untuk aku lepaskan meskipun aku sudah berusaha untuk mencobanya berkali-kali.
Hingga akhirnya tiba-tiba Andin datang ke kamar mandi, dia memergokiku masuk ke dalam kamar mandi sambil mengusap bedak yang aku pakai dengan pelan-pelan. Aku langsung saja buru-buru untuk memasukkan bedakku lagi ke dalam tas.
“Loh Kill, kamu sejak kapan ada di kamar mandi ini?” tanya Andin kepadaku. Dia benar-benar terlihat heran kenap aku tidak bersamanya tadi.
“Aku terlambat Din. Maaf yah, tapi kayaknya aku sudah gak bisa punya kesempatan untuk masuk ke dalam kelas nggak sih? Katanya kan memang kalau kelas hari ini sudah cukup singkat. Aku berusaha cukup giat untuk bangun pagi, namun ternyata gagal” ucapku kepada Andin berbohong. Aku tidak mungkin berkata kepadanya apa yang sebenarnya terjadi kepadaku dan juga Beno.
“Ya ampun Kill. bisa-bisanya kamu gak bisa bangun pagi. Padahal hari ini ada pelajaran penting loh. Matkulnya pak Harry, apa kamu lupa?” balas Andin lagi kepadaku. Aku benar-benar lupa soal itu, tidak hanya soal pelajaran, namun juga siapa Pak Harry yang dia maksud. Orang bernama Harry yang aku kenal hanyalah seorang murid penyihir digadang-gadang sebagai anak terpilih. Itu saja.
“Memangnya sepenting apa sih sampai kamu panik begitu? Bukannya kita masih di minggu-minggu awal pelajaran?” tanyaku kepada Andin bingung. Aku memang tipikal orang yang jarang mengecek jadwal pelajaran ataupun tugas. Karena jika ada tugas yang diberikan padaku di hari itu, aku akan langsung mengerjakannya saat pulang. Itu membantuku agar tidak menunda-nunda pekerjaan dan melakukan semua hal dengan cara yang cepat.
“Pak Harry tadi melakukan sebuah Kuis. Dia melakukannya di ruangan multimedia. Kalau kamu gak tahu kuis itu apa. Itu sama seperti ujian, hanya saja bersifat ringan. Namun jika kamu melewatkannya, maka nilaimu nanti tidak akan menjadi baik” jelas Andin bersamaku. Pikiranku yang kemana-mana akhir ini benar-benar membuatku tidak fokus sampai informasi sepenting itu bisa aku lewatkan. Mungkin aku memang tidak begitu niat untuk mengubah hidup dan juga pelajaran di kampus ini.
Aku pun langsung saja lemas. Memandang ke bawah, aku melewatkan satu kesempatan untuk bisa mendapatkan nilai baik. Tapi tidak masalah sebenarnya, karena itu hanyalah satu pelajaran. Aku mungkin bisa mendapatkan nilai bagus di pelajaran lain. Tapi tetap saja, jika saja aku tidak terlibat di antara perseteruan antara Beno dan Ketua Hima tadi, mungkin nilai pelajaran kampusku akan berjalan dengan normal tanpa hambatan, Mungkin di suatu saat aku akan mengulang semester dan mempelajari pelajaran yang aku lewatkan tadi selama kuliah. Aku benar-benar merasa bodoh akhir-akhir ini.
“Kill. tanganmu kenapa” Andin melihat sebuah luka benjol di siku kiriku. Aku pun langsung menyembunyikannya dengan menarik lengan bajuku kebawah. Aku tidak akan menceritakan masalahku ini kepada Andin. Aku akan terus memendamnya meskipun suatu saat aku akan benar-benar membutuhkan bantuan Andin untuk membantuku.
“Ah bukan apa-apa kok Din. Ini tadi saat aku berjalan di jalan trotoar. Tiba-tiba ada pengemudi motor menabrakku dari belakang. Untung saja aku tidak bernasib fatal dan hanya mendapatkan luka kecil seperti ini. Sementara orang yang menabrakku tadi terlempar jauh ke jalanan dan motornya rusak. Aku sudah damai dengannya karena aku tidak mendapat luka yang cukup parah. Di masa-masa seperti ini, orang-orang mungkin sangat mudah untuk melakukan kesalahan kan din?” Aku berbohong lagi kepada Andin. Aku tak tahu berapa lama aku bisa menumpuk kebohongan-kebohongan itu kepadanya sampai kepercayaannya bisa benar-benar pulih kembali seperti semula. Tapi aku merasa kalau hal itu adalah hal yang wajib untuk dilakukan, mengingat Andin memang tidak boleh mengetahui masalah yang sedang membebaniku sekarang.
“Oh ya ampun. Syukurlah kalau begitu. Sekarang, ayo kita ke Ruang guru, menemui pak Harry” Andin langsung saja menggandeng tanganku, aku tak tahu dimana lokasi ruang guru berada. Dan kenapa pula dia mengajakku kesana. Apa mungkin dia akan melaporkanku karena bolos di jam pelajarannya?
“Kenapa kamu mau mengajakku ke ruang guru din? Aku tidak masalah kok bila harus tidak mengikuti pelajaran Pak Harry” ucapku panik. Aku tidak bisa begitu saja menghempaskan tangan Andin yang menarikku dengan erat. Andin kemudian membuka pintu kamar mandi lebar-lebar dan kami keluar dari kamar mandi tersebut.
“Aku mau kamu dapat kelas tambahan Pak Harry. Karena yang kutahu, dia mengatakan kalau akan memberikan kelas tambahan kepada anak-anak yang tak bisa mengikuti kuis hari ini kapanpun dia mau. Dan ini kesempatan emas. Kamu tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini dan bersedih hati Kill!” sepertinya Andin tahu kalau aku sempat bersedih saat mengetahui melewatkan pelajaran pak Harry tadi. Untung saja aku masih punya kesempatan kedua untuk memperbaiki itu.
Aku benar-benar mengira kalau Andin akan mengirimku tempat Pak Harry untuk melaporkanku yang bolos sekolah. Karena jika dia benar-benar melakukannya, aku tak tahu lagi harus beralasan apa untuk menyangkalnya. Dari yang kutahu, lingkungan di perkuliahan benar-benar berbeda saat di sekolah. Ada hukum rimba di sini, tapi bedanya siapa yang memiliki perhatian paling banyak, dialah pemenangnya. Hal itu juga merupakan aturan kenapa Ketua Hima benar-benar berkuasa di tempat ini. Aku masih tak bisa memaafkan dengan apa yang dia lakukan kepadaku dan Beno tadi. Dan suatu saat, dia pasti akan mendapatkan balasan yang setimpal atas perbuatannya.
Kami berada di depan ruang dosen sekarang. Tampak semua orang sedang sibuk mengerjakan tugas mereka masing-masing. Aku cukup sungkan untuk masuk ke dalam ruangan dan bertanya kemana pak Harry, karena semua orang benar-benar sibuk. Aku takut mengganggu mereka melakukan pekerjaan yang penting. Sampai akhirnya Andinlah yang masuk mendahuluiku, aku pun mengikutinya dari belakang.
Dia bertanya kepada salah satu ibu-ibu dengan rambut bondol dan berkacamata. Mungkin dia adalah salah satu orang yang mengurus administrasi di sini terlihat dari banyaknya kertas dan juga coret-coretan berisi daftar nama di atas mejanya. Andin pun menanyakan perihal di mana pak Harry kepada ibu itu.
“Bu, kemana pak Harry ya? Saya mau melakukan jam pelajaran tambahan” ibu itu melihat Andin dari bawah sampai atas. Penampilan Andin benar-benar sopan hari ini, tidak ada satu hal yang menarik perhatian atau apapun darinya. Tapi entah kenapa dia malah memandang Andin dengan tatapan sinis. Saat aku sadar ibu itu melihat Andin dengan begitu judes, aku langsung saja mengalihkan pandanganku darinya. Aku takut aku juga mendapat lirikan maut dari ibu-ibu itu yang notabene penampilanku tak kalah buruk daripada dirinya.
“Pak Harry ada di ruangan multimedia sekarang. Kalau kamu memang ingin untuk melakukan kelas tambahan. Langsung saja menghubungi pihak yang bersangkutan. Saya tidak memiliki urusan dengannya, terima kasih” balas ibu itu kepada Andin dengan pandangan judes. Andin pun langsung berterima kasih karena ibu itu membalas pertanyaan Andin sampai cukup jelas. Kami pun langsung keluar dari ruangan dosen itu.
“Din, kayaknya aku pergi sendiri ya ke ruangan multimedia. Aku nggak enak kalau kamu bantuin kamu terus. Kamu pasti laper kan sekarang? Kamu ke kantin saja dulu, nanti aku menyusul kok santai saja” ucapku kepada Andin. Namun Andin malah memicingkan matanya seperti khawatir kepaaku. Padahal tidak ada sesuatu yang dia perlu kasihani atau prihatinkan kepadaku.
“Beneran ini Kill? kamu gak apa apa kan kalau aku tinggal sendirian? Ya sudah deh kalau kamu memaksa. Aku pergi ke kantin duluan ya” Andin melambaikan tangannya seraya berjalan keluar dari gedung melalui lorong koridor. Aku sejujurnya tidak tahu dimana lokasi ruang multimedia berada. Namun aku masih memiliki waktu untuk berkeliling di seluruh gedung ini untuk mencari tahu dimana lokasi ruangan itu. Aku yakin Pak Harry juga akan masih berada di ruangan itu
***
Aku berhasil menemukan ruangan multimedia. Ruangan ini tampak tak asing bagiku, mengingatkanku dengan ruang komputer saat masih berada di sekolah. Namun bedanya, komputer yang ada di sekolahku dulu masih sangat jadul dan cenderung tidak bisa digunakan dengan benar. Berbeda dengan sekarang yang benar-benar canggih bahkan ada beberapa alat yang aku tak tahu apa fungsi dan kegunaannya. Bisa dikatakan meskipun aku anak kelahiran baru, tapi aku tak bisa mengikuti kemajuan teknologi di zaman sekarang.
Aku melihat seseorang duduk di depan ruangan sambil asyik menonton sesuatu di layar monitornya. Aku bisa menduga kalau itu adalah pak Harry. Aku langsung saja menyapanya dengan sopan agar dia tahu kalau aku berada di ruangan ini. “Halo pak. Nama saya Dewi Aquilla. Saya tadi belum melakukan kuis di jam pelajaran bapak. Tapi sepertinya bapak bersedia untuk melakukan kelas tambahan. Apakah bapak mau?”
Pak Harry terlihat kaget saat menyadari kedatanganku di ruangan itu. Dia dengan terburu-buru mengklik sesuatu dengan mousenya seperti hendak menyembunyikan sesuatu. “Ah ya baik silahkan masuk. Lepas sepatumu juga. Saya tidak ingin ruangan ini kotor. Para pembersih kampus tidak mau untuk membersihkan ruangan ini”
Saat Pak Harry melihatku, dia menatap dari bawah sampai ke atas. Aku benci untuk mengatakannya, namun tatapan itu adalah sebuah tatapan m***m yang seringkali aku lihat dari laki-laki lain pada umumnya. Tapi aku mencoba untuk menghapus pikiran buruk itu dari sana. Pak Harry tidak mungkin berpikiran seperti itu, dia adalah dosenku sendiri. “Tutup pintunya ya. Monitor gak boleh terkena matahari secara langsung”
Aku pun menuruti perintah pak Harry. Dan langsung saja duduk di salah satu kursi komputer di depan. Komputer yang aku duduki ini benar-benar nampak sangat canggih. Namun aku tidak tahu bagaimana cara menyalakannya. Pak Harry sepertinya sadar kalau aku kesulitan untuk mencari tombol daya komputer ini.
Karena kasihan, pak Harry menghampiriku sambil membawa sebuah buku. Dia menunduk ke bawah komputer. Benci kuakui, namun tangannya hampir saja menyentuh payudaraku aku mencoba untuk menghindar sebisa mungkin agar dia tidak bisa menyentuhku. Akan menjadi sangat canggung bagiku bila dia tak sengaja menyentuhnya.
Tapi tiba-tiba ada yang aneh. Meskipun jarak antara komputer dan juga aku yang duduk cukup jauh, kepala pak Harry terus saja mencoba untuk dia lekatkan ke arah Payudaraku. Benar-benar sangat aneh, sampai-sampai aku harus berdiri dan menghindar darinya. Dia sadar akan tingkahku yang tiba-tiba bertingkah tidak biasa. Dia menatapku dan melihatku berdiri. Tapi tak terjadi apa-apa. Dan akhirnya komputer sudah menyala.
“Ini sudah menyala. Silahkan duduk kembali. Saya akan memberikan kamu soal di dalam komputer ini. Soalnya hanyalah pilihan ganda, jadi kamu tinggal mengklik-klik saja jawaban yang kamu anggap benar” ujar pak Harry memecah situasi canggung diantara kami berdua.
Tapi meskipun aku komputer sudah menyala, dia tak kunjung pergi dari mejaku. Benar-benar ada yang aneh. Aku yang duduk kembali langsung saja mencoba untuk menyentuh mouse di komputer itu.
Dan tiba-tiba sesuatu yang sudah kuduga terjadi dan aku tak menyangka terjadi hari ini datang-datang juga. Pak Harry tiba-tiba meremas kedua payudaraku dengan kencang. Tatapannya benar-benar menjijikkan dan membuatku ingin muntah. Cengkramannya sangat kuat sampai-sampai aku tak bisa melepaskannya. Merasakan aku mulai memberontak, Pak Harry langsung saja melempar tubuhku ke lantai. Aku berada di bawah sedankan dia berada di atas. Dia terus saja meremas payudaraku dengan tatapan m***m. Dia mulai menjulurkan lidahnya.
“Kamu tahu nggak apa yang bapak tonton tadi sebelum kamu datang. Saya tadi nonton film jepang. Dan adegan yang saya tonton benar-benar mirip seperti yang kita lakukan sekarang. Saya tak menyangka akan seberuntung ini mendapati kamu datang secara tiba-tiba di ruangan ini. Karena sudah begini, kenapa kita tidak lanjutkan saja ke bagian intinya?” dengan tangan panjang tentakelnya, dia mencoba untuk menyentuh tubuh bagian bawahku
“TIDAK PAK JANGAN!!! TOLONGG!!” Teriakku dengan sangat keras sampai berdengung ke seluruh ruangan. Namun Pak Harry tidak mendengarkan ucapanku.
Tapi tiba-tiba. Sosok yang kupikirkan dalam keadaan terjepit seperti ini kembali datang. Dia adalah Beno. Bocah itu langsung saja memukul dan membanting pak Harry ke samping sampai-sampai menjatuhkan komputer dari mejanya.
“Jangan berani macam-macam dengan gebetanku!”