Terjadi adu pukul yang hebat antara Pak Harry dan juga Beno. Namun kebanyakan, Beno lah yang selalu unggul dalam pertarungan ini. Dia beberapa kali membanting tubuh Pak Harry dan membuatnya menabrak beberapa meja komputer di ruangan ini. Dia benar-benar tidak peduli dengan barang-barang mewah ini. Bahkan, Beno melakukan komputer-komputer di dekatnya sebagai senjata untuk memukul pak Harry. Dia mencabut monitor dari mejanya, dan langsung saja menghantam kepala Pak Harry sampai berdarah dan bengkak.
Tapi Pak Harry tak hanya diam saja, dia juga melakukan perlawanan dengan membanting tubuh Beno kesamping dan mengunci dirinya sampai tak bisa lepas. Aku berpikir mungkin Pak Harry sering sekali menonton laga gulat atau semacamnya, pitingan Pak Harry benar-benar membuat Beno terjerat tak bisa bergerak untuk sementara waktu. Walaupun pada akhirnya Beno berhasil lolos dan berdiri menghadapi Pak Harry lagi.
Sementara aku, diam membisu melihat dua orang ini bertengkar di hadapanku. Aku masih tak bisa membayangkan, kalau aku mengalami pele-cehan untuk yang kedua kalinya. Bahkan kali ini lebih parah, oleh dosenku sendiri. Aku merasa benar-benar kotor, tak suci, dan juga seperti kiriman dari neraka. Apakah aku memang berhak mendapatkan nasib seperti ini sepanjang hidupku. Aku benar-benar tak bisa berpikiran hal yang jernih. Sampai-sampai aku tiba-tiba menangis sesenggukan dan membasuhnya dengan tanganku sendiri.
Aku mulai berandai-andai. Andai saja aku tidak menyuruh Andin pergi dan menemaniku sampai ke dalam ruangan, mungkin saja aku masih berada dalam kondisi aman dan Pak Harry tidak akan berani menyentuhku. Tapi apa yang terjadi bila Pak Harry melihat ini sebagai kesempatan emas dan menggarap kami berdua. Aku hanya bisa bersyukur tidak mengajak Andin bersamaku di tempat ini, cukup aku saja yang ternodai oleh orang-orang di kampus ini.
Kemudian, aku berandai-andai lagi. Bila saja aku berkuliah di kampus lain, apa mungkin aku akan mendapat perlakuan seperti ini? karena jika iya, aku akan benar-benar bersedia untuk pindah dari kampus ini. Aku tak peduli berapa biaya yang harus kukeluarkan untuk bisa pindah dari tempat ini sejauh mungkin, aku akan berusaha dan bekerja semaksimal mungkin dan sebisaku untuk bisa keluar dari tempat ini. Namun pengandaianku itu tiba-tiba berakhir lagi, apa mungkin ini semua dari awal adalah salahku?
Kalau itu memang semua salahku, apa yang sudah kuperbuat sehingga mendapatkan hukuman sekeji ini dari Tuhan? Apakah aku memang manusia buangan yang tidak diinginkan sehingga hanya menjadi bahan tertawaan dan juga caci makian orang-orang yang berada di atas sana. Namun saat aku berpikir ulang, aku merasa benar-benar lelah untuk menjalani hidup. Serasa aku benar-benar tidak ada artinya untuk bisa terus bertahan di dunia yang fana ini.
Dan pengandaianku yang terakhir berhenti saat aku memikirkan senyuman yang Andin berikan padaku, kerja keras Beno yang kerap kali menolongku di saat susah payah, dan juga orang-orang yang mungkin mengenalku tapi enggan untuk berbicara buruk tentangku. Mereka adalah alasan kenapa aku harus hidup di dunia. Dan jika pun aku memang hanya seorang makhluk yang menjadi cemoohan, aku akan berusaha untuk membuktikan kepada semua orang yang berada di atas bahwa anggapan mereka tentang diriku adalah kesalahan, dan mereka sedang berurusan dengan wanita yang salah.
Mendengar kegaduhan yang sangat keras di dalam ruangan, beberapa orang satpam dan juga cleaning service kampus datang dan memisahkan Beno dan juga Pak Harry. Kondisi mereka benar-benar parah kali ini, seperti seseorang yang tersengat lebah madu dan bengkak di sekujur mukanya. Sedangkan, mereka membantuku berdiri dan memberiku segelas air minum. Aku sesungguhnya tidak haus, aku masih merasa syok atas apa yang terjadi denganku.
“Sudah mas, pak tenang. Jangan bertengkar di tempat ini!” ucap pak satpam mencoba untuk memisahkan Beno dan juga Pak Harry. Tapi meskipun dengan kondisi bengkak, Beno terus saja mencoba untuk melepaskan tahanan itu dan ingin lanjut untuk memukuli kepala Pak Harry. Satu orang satpam tidak cukup untuk menahan Beno, butuh 3 orang satpam yang menahan Beno dengan memegang i lutut dan juga lengannya agar tak bisa bergerak.
Sementara Pak Harry diam saja di sana. Aku bisa melihatnya bernafas ngos-ngosan tanda kalau ia benar-benar kelelahan setelah bertarung dengan Beno. Dia kemungkinan besar sudah tidak memiliki stamina sebesar Beno untuk bisa lanjut bertarung. Dilihat dari kondisinya, Pak Harry terlihat lebih kacau dan juga mengerikan dengan sebuah benjolan sangat besar di kedua kepalanya membuatnya mirip seperti tanduk Iblis. Satpam-satpam itu memberikan Pak Harry segelas air putih agar beliau bisa berpikir dengan jernih, mereka juga merasa lebih hormat kepada Pak Harry karena dia adalah dosen di kampus ini.
“Dengar b******n tengik. Kau tidak akan bisa lolos dari cengkeramanku. Aku akan memastikan kalau kau akan benar-benar tersiksa di sini. Kau tidak akan bisa menjalani hidup berkuliah dengan normal” Ancam Pak Harry sambil mencoba mengeluarkan beberapa gigi yang tanggal dan juga dar-ah di mulutnya. Namun Beno tak terlihat takut ataupun gentar dengan ancaman itu.
“Apakah hanya itu yang bisa kau lakukan? Mengancam seorang mahasiswa karena telah membela kebenaran. Aku tak peduli ancaman apa yang kau berikan kepadaku. Karena Tuhan pun tahu siapa orang yang pantas mendapat hukuman di sini!” bentak Beno dengan sangat keras. Aku tidak bisa bereaksi apa=apa dengan ucapan Beno tadi selain ekspresi kagum dan juga senang.
Beno mungkin sudah menjadi sosok pahlawan dalam hidupku, dia menyelamatkan hidupku berkali-kali. Aku jadi berpikir, apa mungkin Beno menyelamatkanku juga saat aku tidak tahu kalau aku sendiri berada dalam ancaman. Jika itu memang benar, aku tak tahu harus bagaimana caranya untuk berterima kasih kepadanya.
Keadaan Beno dan juga Pak Harry yang membuat gaduh terdengar sampai luar ruangan, sampai-sampai semua mahasiswa mengintip kami di dalam ruangan lewat jendela di sana. Aku bisa mendengar bisikan dan gumaman mereka mirip seperti hewan-hewan serangga berdesis di tengah-tengah sawah. Namun aku tidak lagi peduli dengan mereka, omongan mereka tidak akan berpengaruh apa-apa dalam hidupku. Aku hanya harus terus berusaha untuk bertahan hidup dan menghadapi semua masalah yang ada di depanku sekarang tanpa memperdulikan mereka.
Tak lama kemudian, sosok orang dengan jas rapi dan berambut silver dengan penampilan yang sedikit tak sesuai dengan zaman datang di ruangan ini. Dia memasang muka serius dan juga tegang. Tak lupa, ia menyuruh beberapa orang yang mengikutinya dari belakang untuk menutup pintu rapat-rapat dan juga selambu jendela agar tidak ada yang tahu dengan kondisi di dalam ruangan. Selanjutnya orang-orang itu menyalakan saklar lampunya karena kondisi ruangan benar-benar gelap sekarang.
Dia hanya duduk di meja yang sempat diduduki pak Harry tadi. Dengan wajah tertunduk, dia memakai kaca mata hitam yang biasa digunakan untuk bepergian. Untuk sekilas aku benar-benar familiar dengan orang ini, aku merasa pernah menemuinya di suatu tempat. Dan benar saja, saat orang itu membuka kacamata hitamnya dan melihat lurus ke arah kami, dia adalah Pak Dekan.
“Jadi Beno. Masalah apa lagi yang kau buat hari ini hah?” ucap Pak Dekan dengan nada meremehkan yang sangat mengganggu. Aku tidak tahu kenapa dia tiba-tiba menuduh Ben olah yang menjadi penyebab masalah hari ini karena jelas-jelas Pak Harry lah yang telah melecehkanku.
“Saya tidak melakukan apa-apa yang melanggar hukum pak. Saya hanya mencoba untuk menerapkan ketertiban di kampus ini. Saya melihat sebuah ketimpangan moral di kampus ini. Sama seperti yang bapak ingin terapkan kepada kami, Dosen ini, melakukan pelecehan seksual kepada Killa pak!” ucap Beno dengan lantang dan juga nada yang sangat keras. Aku yakin orang-orang yang menunggu di luar ruangan bisa mendengar apa yang baru saja Beno ucapkan karena mereka tiba-tiba bersuara kaget saat mendengar pengakuan Beno.
“Tidak pak. Saya tidak melakukan apapun yang telah mencoreng nama baik saya sendiri pak. Bapak tahu sendiri kan, saya adalah salah satu dosen teladan yang beberapa kali mewakili kampus ini untuk ikut dalam lomba dan mengharumkan namanya di kalangan pendidikan seluruh Indonesia. Saya mana mungkin melakukan hal sekeji itu kepada mahasiswa saya sendiri pak!” ucap Pak Harry menyangkal perbuatan yang jelas-jelas sudah dilakukannya padaku.
Pak Dekan kemudian berdiri dari tempat duduknya, dia mencoba menghampiriku. Namun kemudian dia menghentikan langkahnya. Dia sepertinya sadar kalau aku berada di dalam titik paling rendah kesedihan. Menangis tanpa bisa mengeluarkan air mata, marah tanpa berteriak, dan juga kecewa tanpa mengeluh. Dari kejauhan, dia bertanya kepadaku, “Statement mana dari kedua orang ini yang merupakan suatu kebenaran?” tanyanya dengan tenang.
Aku masih tidak bisa berbicara untuk mengatakan kesaksian mana yang merupakan kejadian yang sesungguhnya. Namun aku hanya bisa menunjuk, dan telunjukku ku arahkan ke arah Beno. Pak Harry benar-benar panik dengan apa yang kulakukan. Dia langsung saja membantah dan berusaha untuk meyakinkan Pak Dekan kalau dia adalah korban dalam kejadian ini.
“Dengarkan saya pak, mereka berdua ini bersekongkol. Mereka hanya ingin menghancurkan saya dan menyelamatkan diri mereka sendiri. Karena asal bapak tahu, mereka berdua adalah sepasang kekasih. Mana mungkin mereka menuduh pasangan mereka sendiri bukan? Kumohon dengarkan perkataan saya pak!” Teriak Pak Harry sampai berusaha untuk berdiri dan menghampiri Pak Dekan sendiri. Namun tubuh Pak Harry tertahan oleh dua orang satpam yang sejak tadi menahan badannya agar tak bergerak terlalu banyak. Dia benar-benar seperti kerasukan sekarang.
“Sebuah alasan yang bodoh. Lagipula jika tuduhanmu itu benar, mengapa kami harus mengalahkanmu dan bekerja sama? Tidak ada alasan bagi kami untuk melakukannya pada Anda Pak. Kami baru saja kuliah di tempat ini, kami bahkan tak terlalu mengenal siapa saja Dosen di tempat ini, namun Anda berkata kalau kami berdua menaruh dendam kepada Anda atas hal yang Anda lakukan di masa lalu. Tch, benar-benar konyol” bantah Beno yang langsung saja membuat Pak Harry bergerak dengan panik lagi.
Namun Pak Dekan tidak mendengarkan mereka berdua. Dia berkeliling-keliling ke dalam ruangan, melihat barang-barang di dalam ruangan ini yang sudah hancur dan sebagian berantakan. Dia menghitung barang-barang itu dengan jarinya. Seperti menghitung berapa jumlah kerugian yang sudah Beno dan juga Pak Harry lakukan kepada kampus.
Namun telunjuk Pak Harry berhenti saat ia melihat di atas pojok dinding. Dia melihat empat buah CCTV yang terpasang di sana. Pak Harry pun langsung saja melihat kabel yang mengaliri CCTV itu siapa tahu kalau itu menyala sepanjang waktu. “Benar sekali pak. Kalau Anda tidak percaya dengan apa yang saya katakan, periksa saja CCTV itu karena bisa menjadi bukti kebobrokan mereka berdua pak!” ucap Beno menyentak. Sementara Pak Harry membantah dan terus saja berkata kalau Pak Dekan tak seharusnya mengecek CCTV di sana
Pak Dekan memanggil salah satu satpam yang berada di dekatku. Dia menarik telunjuknya ke arahnya seakan-akan memanggilku untuk duduk di sampingnya. Aku yang masih berdiri dan gemetaran saat itu cukup sulit untuk berjalan akhirnya dibantu oleh satpam agar bisa duduk bersama Pak Dekan. Pak Dekan menyalakan komputer itu, dan untungnya masih bisa dihidupkan dengan normal setelah semua kejadian dan kekacauan yang dilakukan oleh Beno bersama Pak Harry.
Ternyata Pak Dekan adalah orang yang cukup melek teknologi, dia bisa mengetahui dimana file direktori tempat penyimpanan rekaman CCTV itu berada. Karena kejadiannya baru beberapa menit terakhir, ia langusng saja mengklik folder yang berisi jam-jam kemungkinan saat aku dianiaya olehnya.
Ada sebuah proyektor di belakangku, Pak Dekan sudah menyambungkan komputer itu dengan proyektor. Ia langsung saja menyetel salah satu video rekaman di CCTV tadi. Aku menutup mataku, tak mau melihat apa yang ditampilkan di dalam layar. Namun semua kejadian yang disebutkan oleh Beno benar-benar akurat sampai titik dimana aku dibanting ke bawah oleh Pak Harry.
Aku masih menutup mukaku, untung saja rekaman itu tidak merekam suara, karena aku mungkin akan terus mengingatnya seumur hidupku. Aku menoleh ke arah Pak Dekan, dia mengusap dahinya yang berkeringat dan bercucuran dengan sangat deras. Dia mungkin tidak percaya dengan kejadian yang dia lihat saat ini. Orang yang dia percayai sebagai seorang Dosen mengajar para mahasiswanya ternyata berbuat c***l dan tidak bermoral.
“Pak Harry, sedih saya untuk mengungkapkan ini. Namun mulai hari ini saya akan memecat Anda dan menghentikan semua tugas dan tanggung jawab Anda sebagai dosen di kampus ini secara tidak hormat. Anda boleh mengemas barang-barang Anda sekarang di meja dan langsung pergi dari tempat ini. Saya tidak ingin melihat muka Anda di sini lagi” Tegas Pak Dekan kepada Pak Harry. Dia sempat berkata dan protes saat itu, namun kemudian satpam menyeretnya keluar dari ruangan secara paksa karena dia tidak bertindak dengan kooperatif saat ini.
“Sedangkan kau Beno. Jujur, aku salut dengan apa yang kau lakukan. Namun kau sudah memberikan kerugian kepada kami. Jadi terpaksa agar semua kejadian ini terasa adil dan tidak memihak siapapun. Aku juga akan memberikan hukuman kepadamu. Yaitu kau akan diskors selama 2 minggu selama perkuliahan”,