Aku mengira dengan kami melewati kereta dengan sangat keren seperti film-film hollywood tadi bisa menghilangkan kejaran para berandalan bermotor. Namun ternyata itu percuma saja, mereka tetap bisa mengejar kami dari belakang dengan memutar ke jalur yang berlawanan. Kejadian hari ini benar-benar mirip seperti kejadian dahulu dimana Beno menyelamatkan gerombolanku oleh serangan kelompok lain. Tapi bedanya, Beno tidak membawa gerombolannya kali ini.
“Beno, dimana gerombolanmu berada? Bukankah kau seharusnya meminta bala bantuan kepada mereka!” teriakku kencang-kencang mencoba untuk melawan suara knalpot yang benar-benar berisik. Beno menoleh kepadaku, lalu melihat lagi ke depan seperti tidak mendengar apa yang baru saja kuucapkan.
“Hei, apa kau tuli? Dimana mereka? Kau seharusnya mempunyai geng-geng yang bisa kau andalkan bukan?” tanyaku sekali lagi. Namun Beno masih tidak menjawab. Dalam hati aku berpikir, apa mungkin gerombolan Beno sudah tidak akur dan membubarkan diri mereka masing-masing? Sama seperti geng yang aku ciptakan dengan Namira?
Jika itu memang terjadi, itu juga menjawab kenapa Beno menolak untuk melawan gerombolan geng yang mengejarnya sekarang dengan berani. Kemungkinan mereka tahu atas kegagalan Geng Beno dan mengincar Beno yang sendirian seperti sekarang. Benar-benar pengecut, aku sering melihat kejadian seperti itu. Para Rival geng lain tidak senang jika musuh yang menjadi obsesi mereka harus bubar tanpa ada pemberitahuan, seperti ditinggal oleh kekasih di waktu masih sangat sayang.
Tapi aku tak bisa berpikir terlalu lama. Saat ini ada dua orang pengendara motor berkepala botak yang memepet kami dari dua arah. Kiri dan kanan. Mereka tidak memakai helm maupun penutup kepala, sehingga bila mereka terjatuh, akan langsung dikirim ke dunia lain. Mereka menggunakan motor matic, berbeda dengan Beno yang menggunakan motor koplingan, tangan kiri mereka masing-masing membawa senjata. Di kiri membawa katana, dan di sebelah kanan membawa gear motor yang terikat dengan rantai.
Orang di sebelah kanan mulai mengayun-ayunkan gearnya ke atas mencari momentum agar langsung ia sabit ke arah Beno. Sementara orang di sisi kiri, juga bersiap-siap untuk menusuk katananya ke arah kami. Beno benar-benar terdesak sekarang, di kanan, kiri, belakang dikepung oleh musuh, sementara di depan ada sebuah truk dan kendaraan beroda empat menghalangi dan tidak memberikan Beno celah untuk melau di antaranya. Andai saja truk itu memberikan celah, mungkin Beno akan bisa melaju dengan cepat dan melampaui orang-orang yang ingin menjepitnya ini.
Hingga akhirnya tiba saatnya musuh seseorang di kanannya melempar rantainya ke arah kami, untung saja Beno yang melihat ke arah spion dan aku yang berada di belakang bisa menghindarinya dengan mudah. Ayunan rantainya benar-benar lamban seperti seorang anak bayi yang baru bisa memegang sesuatu. Dan juga untuk meraih momentum membuatnya sedikit menjauh dari kami, aku langsung saja menendang motor di sebelah kanan itu agar dia oleng dan mengurangi kecepatannya.
Namun tidak berhasil, kakiku tidak sampai mengenai sepeda itu dan motor itu juga tahu aku akan melakukannya sampai-sampai bergerak mundur. Benar-benar sebuah kesialan yang bertubi-tubi, jika aku berhasil melakukannya waktu itu dia pasti terjatuh dan tidak akan berani mengejar kami lagi.
Sementara seseorang di kanan, meringis menjijikkan memperlihatkan giginya yang hitam zigzag hampir terlihat seperti papan catur. Jika saja aku bisa menaruh batu ataupun makanan pedas di mulutnya itu mungkin saja aku bisa mengalahkannya dengan mudah. Hingga aku mempunyai ide, aku mencoba untuk membuka tasku. Melihat apa saja sesuatu yang aku punya mungkin bisa aku lakukan untuk mengalahkan orang itu. Aku menemukan sebuah sisir kayu, aku pun langsung saja melemparnya dengan sisir itu,
Tapi dia dengan mudahnya menghindari lemparanku, bila pun memang itu terkena, pasti tidak akan berdampak banyak padanya karena sisir kayu itu sangatlah tidak sakit bila dilempar seperti itu. Di sebelah kirinya merupakan jalanan yang sangat lenggang sehingga dia dengan mudah mengambil posisi menghindar membelok ke kiri untuk menghindari setiap seranganku. Kami pun benar-benar kembali terjebak kali ini.
Pengemudi di sebelah kiriku itu kemudian mencoba untuk menusukkan pedangnya ke arah badan Beno. Beno sudah beberapa kali menghindarinya, namun akhirnya ia terkena sedikit sayatan di bagian pinggang melukainya sampai keluar darah cukup banyak. Dia mengerang kesakitan di jalanan itu sampai-sampai aku harus membantunya menutupi luka itu dengan tanganku. Dia tidak bisa terluka dan terjatuh begitu saja saat ini, karena jika Beno tumbang. Maka kami berdua juga otomatis akan tumbang, nyawa kami akan benar-benar tamat.
“Killa. Apa kau bisa menyetir motor ini sebentar saja untukku?” tanya Beno secara tiba-tiba.
“Tidak, aku tidak bisa. Apa yang akan kau rencanakan?” balasku kebingungan. Aku tidak ingin Beno mengusulkan suatu ide yang konyol ataupun bodoh. Dikejar-kejar oleh gerombolan seperti ini saja pun sebenarnya juga sebuah ide yang sangat bodoh untuk dilakukan.
“Aku mempunyai ide. Aku akan melawan mereka berdua secara sekaligus. Namun aku tidak bisa melawan mereka jika aku tidak menyetir motor ini. Jika kau mau untuk melakukan ide bodoh ini, aku akan mengajarimu dengan cepat. Tidak sulit kok” ujar Beno. Benar-benar bodoh, bagaimana mungkin aku bisa mengendarai motor ini dalam sekejap? Menaiki sepeda saja aku tidak bisa, apalagi mengendarai motor tua butut seperti ini.
Tapi kemudian, Beno langsung saja melepas kemudi motornya dan bergegas untuk berdiri di atas jok motor sambil menjaga keseimbangannya agar tak terjatuh. Aku tidak mempunyai pilihan lain, antara aku menolak untuk mengemudikan motor ini atau aku harus jatuh dan terperosok bersama-sama dengannya. Aku langsung saja memegang kendali dua buah pegangan di motor itu. Ada dua macam tuas yang bisa aku tarik, namun aku belum menariknya sekarang. Aku masih harus menunggu komandao dari Beno.
“APA YANG KULAKUKAN SEKARANG!” teriakku dengan sangat panik. “Tarik tuas di sebelah kiri, dan juga putar pegangan di sebelah kanan. Namun jangan terlalu banyak” aku pun melakukan perintah Beno sesuai instruksinya. Tapi tiba-tiba motor malah bergerak dengan sangat kencang. Sampai-sampai aku hampir menabrak bagian belakang mobil di depanku. “Tarik tuas di sebelah kanan! Itu remnya!” aku melakukan instruksi yang diperintah oleh Beno lagi. Dan kami berjalan menjadi sangat pelan.
“Baik, pertahankan kecepatan seperti ini. Jangan menarik gas di pegangan sebelah kanan terlalu banyak, karena itu berfungsi untuk menambah kecepatan, mengerti!” ucap Beno memberikanku sebuah instruksi sekali lagi. Percaya atau tidak, aku mengendarai kuda besi ini sekarang. Namun aku benar-benar tidak merasa senang ataupun bahagia. Hanya panik dan ketakutan yang melandaku sekarang. Aku benar-benar tidak bermimpi untuk belajar mengendarai motor dengan cara seperti ini. Tapi setidaknya menjaga keseimbangan agar kecepatan stabil sudah cukup bagiku.
Pengendara motor di bagian kananku mulai memutar rantai gearnya kembali. Sedangkan di bagian kanan juga memutar katananya mengikuti rekan di sebelah kanannya. Sepertinya aku tahu apa yang akan Beno lakukan. Dan itu merupakan perbuatan yang sangat bodoh jika dia benar-benar melakukannya. Orang di sebelah kanan mulai mengayunkan rantai gearnya ke arah kami, dan di sebelah kiri juga mulai menusukkan katananya. Beno yang berdiri di atas jok sekarang mulai untuk melakukan aksi ekstrimnya.
Saat orang di sebelah kanan mulai melemparkan Gearnya, dia langsung saja menarik rantai tersebut dan berhasil menjatuhkan pengendara motor itu kehilangan keseimbangan sehingga terjatuh dari motor. Dia berhasil merebut rantai itu dari musuhnya. Sementara orang di sebelah kiri yang panik karena rekannya terjatuh, mulai menyerang kami dengan membabi buta. Benar-benar terlihat seperti sebuah film aksi, Beno dengan kecekatannya berhasil melilit katana itu dari tangan orang di sebelah kiri dan membuangnya ke jalanan. Sekarang, dia tak memiliki senjata apa-apa untuk melawan kami. Linglung karena satu-satunya alat untuk melukai kami hilang, ia berniat untuk bergerak mundur mencari bala bantuan.
Namun naasnya, usaha orang tersebut sia-sia. Beno mengayun-ayunkan rantai itu dan melemparnya ke arah mesin motor orang tersebut. Lemparannya tepat sasaran sampai membuat motornya terlilit dengan rantai dan kehilangan keseimbangan. Dia pun akhirnya terjatuh dan terlempar di pinggir sawah tanpa adanya luka sedikitpun di badannya. Sementara katananya yang terjatuh berhasil membuat sebagian orang yang mengejar di belakang kami panik dan berusaha bermanuver untuk menghindar dengan cepat.
Aku pun langsung saja mundur dari jokku. Membiarkan Beno kembali memegang kemudi motornya sendiri. “Maaf ya jika aku tidak benar mengendarai motor ini. Baru kali ini aku mengendarai motor. Bahkan kendaraan sekalipun” ucapku meminta maaf. Jika saja aku bisa mengendarai motor dengan benar tadi, mungkin aku akan dapat menghindari semua kejaran ini dan kabur ke tempat yang tak bisa mereka kejar.
“Tidak apa-apa. Justru untuk ukuran seorang pemula. Kau sangat hebat. Lebih baik dari aku dahulu yang benar-benar bodoh saat mengendarai sepeda motor. Kau berhasil melakukannya dengan baik Killa” ucap Beno membuatku sedikit tersanjung. Aku menoleh ke belakang, katana yang terjatuh tadi membuat kami mempunyai jarak yang sedikit jauh dari mereka sehingga kami bisa menemukan rute yang tepat untuk lari dan bersembunyi.
Beno yang sadar kalau mobil-mobil beroda empat di depan kami tidak kunjung pergi untuk membersihkan jalan, Akhirnya dia pun pergi menukik ke sebelah kanan masuk ke dalam sebuah gang. Di sana dia masuk ke dalam sampai hampir saja menubruk banyak sekali warga lokal yang sedang beraktivitas. Gang itu sangat sempit sampai-sampai gerombolan motor tersebut tidak akan mungkin bisa mengikuti kami dari belakang. Aku tak tahu apakah Beno tahu akan jalan yang ia lalui ini, namun dia terlihat benar-benar linglung saat itu. Benar-benar tidak kuduga, Beno berjalan dan menemui jalan buntu di sana.
Sementara orang-orang yang mengejar kami ternyata berhasil menyusul kami. Namun karena gang yang sangat sempit, jumlah mereka menjadi sedikit berkurang daripada sebelumnya. Kami berdua pun turun dari motor, dan aku melihat Beno sedang bersiap-siap untuk melawan mereka sendirian “Beno, apa yang akan kau lakukan” ucapku mencoba mengetahui rencana gila apalagi yang akan Beno lakukan.
“Killa, pergilah. Di sana ada jalan tikus. Dengan ukuranmu kau mungkin bisa kabur dan selamat dari kejaran mereka. Sementara aku akan melawan mereka di sini” Beno mencoba menjadi sok pahlawan lagi sekarang ini.
“Apa yang kau katakan? Jumlah mereka sangat banyak. Kau tidak akan mungkin bisa menyelamatkan mereka!” teriakku mencoba untuk mencari dimana letak masuk akal dari apa yang baru saja diucapkan oleh Beno tadi. Namun Beno malah menoleh ke arahku, dia tersenyum dan mengedipkan sebelah matanya. “Memang tidak mungkin, tapi kau bisa percaya padaku”
Aku tidak memiliki waktu, mereka benar-benar berencana untuk mengejar dan menghadapiku. Aku terlihat seperti seorang pengecut jika aku kabur dari Beno dan membiarkannya sendiri. Aku akhirnya memutuskan untuk tinggal dan melawan mereka bersama Beno. Aku berharap kemampuan bertarungku saat menjadi berandalan masih ada. Karena aku yakin sendi-sendi dan juga ototku masih tersimpan sekarang ini.
“Hah? Aku Killa Wakil dari Iron Queen kabur? Mana mungkin aku akan melakukan itu. Itu hanya akan mencoreng nama baikku” Kami bersama-sama melawan musuh yang mencoba menghalangi kami hidup dengan normal. Mereka datang kepada kami. Aku ternyata masih belum kehilangan refleks dan juga kemampuan bela diriku, aku memberikan mereka tendangan dan pukulan ke titik-titik dimana para pria pasti tak akan berkutik setelah aku menyentuh mereka di bagian itu.
Hingga akhirnya beberapa menit pertarungan terjadi, jumlah mereka masih banyak. Dan kami benar-benar babak belur kewalahan akibat mereka. Aku duduk lemas sambil memegang perutku yang berkali-kali menjadi target pukulan, sementara Beno dengan lemas juga duduk bersender di motornya. Kami berdua sudah tak memiliki daya lagi untuk bertarung bersama-sama.
Tapi anehnya, gerombolan itu tidak berniat menghabisi kami di saat kami benar-benar lemah seperti ini. Mereka hanya memandangi kami dengan rendah seraya seperti menatap kecoa yang berusaha membalik badannya sendiri. Aku juga melihat seseorang yang sudah berhasil kami kalahkan berhasil berdiri dan ditandu oleh rekan-rekan lainnya. Selama pertarungan berlangsung, kuakui memang Beno lah yang memegang rekor terbanyak saat mengalahkan musuh.
Kemudian seseorang datang dari gerombolan itu. Mereka memberikannya jalan, seperti seorang Boss di tengah-tengah kumpulan karyawan memberikan hadiahnya kepada Sang Boss tersebut. Itu adalah wajah yang sangat kukenali, bahkan, Wajah orang yang tidak akan pernah kumaafkans seumur hidupku. Ketua Hima.
“Wah wah wah... pasangan berandalan ini ternyata kuat juga bisa mengalahkan sebagian pasukanku. Tapi sayangnya jumlah tenaga kalian benar-benar terbatas. Kalian tidak mungkin bisa mengalahkan mereka bukan?” Ucap Sang Ketua Hima dengan nada liciknya. Dia kemudian menghampiri kami berdua dan menunduk memandang rendah.
“KAU!!” Gumam Beno sambil mulut penuh dengan darah di mulutnya.
“Dengar, kalian bukanlah pahlawan. Kalian tidak mempunyai kekuatan super ataupun stamina tak terbatas. Kalian boleh-boleh saja memiliki moralitas yang tinggi dan ingin menolong seseorang. Tapi sayangnya aku perlu mengingatkan, kalau kalian hanyalah manusia biasa. Aku ingin menjadikan kalian hari ini sebagai pengingat. Pengingat kalau Kejadian tempo hari di warung saat aku menampar Kaila, tidak pernah terjadi. Jika kalian berusaha untuk melakukan hal konyol kepadaku. Mudah saja, ingat apa yang terjadi dengan hari ini kepada kalian”