Beberapa mobil berisi orang-orang penting sedang melaju menuju gedung tempat pernikahan Tasya dan Indra. Hari yang dinanti-nantikan oleh keluarga Mahardika dan Kusuma. Tapi tidak untuk Tasya.
Gadis cantik berkulit sawo matang itu hanya diam tak berkutik. Rencana kaburnya gagal semuanya. Sejak acara makan malam bersama keluarga Tora Nawawi beberapa hari lalu, rumah yang dihuni Hanung sekeluarga dijaga ketat oleh banyak sekali bodyguard bayaran Hanung.
Pernah Tasya menuruni kamar menggunakan gorden kamarnya yang ditalikan pada pagar kamar, tapi gadis itu ketahuan oleh beberapa bodyguard yang berjaga. Semua lelaki yang bertubuh kekar nan berbalut jas itu sulit dibodohi atau dibohongi. Mereka selalu bilang, bahwa mereka bekerja untuk Hanung. Bukan untuk Tasya.
Tak hanya itu, Tasya juga pernah memberikan obat pencuci perut untuk beberapa bodyguard yang berjaga di setiap penjuru. Namun lagi-lagi Tasya kalah. Hanung tidak memperkerjakan hanya sepuluh atau dua puluh lelaki jago gulat. Melainkan lima puluh dikerahkan untuk menjaga rumah dan bergantian shift. Karena Hanung sudah hafal bagaimana Tasya dan dia sudah ada firasat bahwa Tasya tidak akan tinggal diam.
Semua rencana Tasya gagal. Hingga akhirnya dia kalah dan berada di dalam mobil bersama kedua orang tuanya dengan kawalan bodyguard lebih banyak lagi seperti sekarang ini.
Rasa sesak mulai melanda, padahal ini baru awal. Acara masih akan berlangsung sampai nanti sore walaupun ini hanya sekedar akad nikah biasa. Karena nanti Farhan akan berencana membuat pesta pernikahan mereka dan meresmikan pernikahan Tasya juga Indra kepada semua rekan bisnisnya dari dalam atau luar negeri. Kali ini hanya sanak saudara dan para penghuni kantor serta kerabat kedua mempelai saja yang diundang. Terlebih, mereka menikah di saat bulan puasa.
Mobil berhenti, Tasya melihat beberapa pekerja Hanung membukakan pintu mobil untuknya dan kedua orang tua. Ini masih terlalu pagi dan memang belum ada tamu berdatangan. Acara baru akan dimulai nanti sekitar lima belas menit lagi.
"Awas, hati-hati." Vidya membantu putrinya keluar dari mobil sambil memegangi tangannya.
Kebaya pernikahannya terasa berat, ditambah hiasan di kepalanya yang juga tak main-main. Tasya harus menahannya. Dia juga mengembangkan senyum supaya semua tamu undangan tidak mengetahui bahwa dia dipaksa menikah.
Di meja akad nikah sudah ada Indra beserta wali dan saksi. Secara pelan, Tasya berjalan menyusul dan duduk di sebelah Indra. Para tamu undangan sudah berdatangan satu persatu. Kursi-kursi di gedung pun mulai terisi.
"Ini asli gue mau nikah?" Tanya Tasya masih tak percaya.
Kepalanya menoleh ke samping kanan, di sana ada Indra yang terlihat santai. Lelaki itu mengenakan jas putih senada dengan kebaya di tubuhnya.
Pandangan Tasya berpindah ke arah kursi tamu undangan. Tak sengaja, gadis itu menemukan sosok Virgo yang datang bersama Bebby. Melihat wajah mantan kekasih yang masih dia sayangi, membuat jiwa Tasya meronta-ronta ingin berlari dari samping Indra lalu menghampiri Virgo.
"Enggak. Jangan bodoh jadi orang, Sya. Jangan mempermalukan diri lo sendiri sama keluarga lo. Masa depan nama baik keluarga bergantung pada lo sekarang." Hati Tasya mencoba mengingatkan.
Mereka tinggal menunggu penghulu datang, padahal seharusnya sudah datang dari beberapa menit yang lalu.
Tasya tidak berhenti menatap Virgo. Senyumnya, candanya, tatapannya, semuanya yang ada di Virgo dirindukan oleh Tasya. Andaikan waktu bisa berputar, Tasya ingin mengulangnya dan tidak akan meninggalkan Virgo begitu saja seperti waktu dulu.
"Kalau pun gue berlari ke arah lo, apa lo masih mau nerima gue?" Hati kecil Tasya saja tidak percaya kalau Virgo masih mau menerimanya.
Di hari pernikahannya, Tasya bukannya bahagia tapi malah merasa sakit. Melihat Virgo hidup dengan baik-baik saja dan bahagia, membuat Tasya menyesal. Ditambah, lelaki itu tegar di hari pernikahannya. Hal itulah yang membuat d**a Tasya semakin terasa sesak.
"Lo beneran sudah enggak cinta sama gue lagi, Go? Buktinya lo kuat hadir di hari pernikahan gue sama cowok lain." Kata hatinya yang terasa sedikit sesak.
Ingin rasanya Tasya menangis, tapi dia tidak bisa. Gadis itu harus menahannya.
Indra tahu kalau sedari tadi Tasya tidak berhenti menatap Virgo. Hanya saja, lelaki itu membiarkan Tasya berbuat sesukanya.
"Gue pastikan, lo enggak akan bisa merebut Virgo dari Bebby." Tekad Indra dalam hati.
"Bagaimana calon mempelai? Sudah siap?"
Tasya terkesiap mendapat senggolan tangan dari Indra saat penghulu bertanya. Saking sibuknya memandangi Virgo, Tasya jadi tidak sadar kapan penghulu itu datang di hadapan mereka.
"Siap." jawab Indra tegas, sedangkan Tasya hanya ikut saja sambil menganggukkan kepalanya.
Pikiran Tasya blank, dia hanya mengikuti apa yang diucapkan oleh penghulu. Mencium punggung tangan Indra, memakaikan cincin kawin dan menandatangani buku nikah. Semuanya sudah Tasya lakukan. Dan kini dia digiring berjalan ke kursi pelaminan bersama Indra.
Gadis itu tidak tahu apa yang sebenarnya dia alami. Tasya seolah berjalan di awan, melayang dan tak tentu arah.
"Lo bisa berhenti ngeliatin Virgo, enggak?" bisik Indra pelan di samping telinga Tasya.
"Heh? Apa?" Tasya malah balik bertanya karena pikirannya masih blank.
Bibir tipis Tasya terkatup, dia menatap Indra yang malah mengerutkan keningnya seolah lelaki itu juga bingung.
"Lo sadar enggak sih kalau kita sudah resmi nikah?" bisik Indra lagi untuk memastikan kalau jiwa Tasya memang tidak sedang disewa oleh jin.
"Sadar, itu cincin di jari lo tadi yang masangin gue." angguk Tasya berulang kali sambil menunjuk cincin di jari manis Indra menggunakan dagunya.
Sekarang malah Indra yang heran. Tasya tidak seperti biasanya dan lebih tenang hari ini.
"Apa mungkin Tasya sudah menerima kenyataan ini?" Tanya hati Indra yang terheran-heran.
Beberapa tamu undangan sudah bergantian mengucapkan selamat. Dengan ramah, Indra dan Tasya membalas ucapan mereka. Karena bulan puasa, jadi di pernikahan mereka tidak ada hidangan untuk para tamu. Hanya saja, mereka mendapatkan berkat makanan untuk dibawa pulang.
"Lo enggak boleh lemah, Sya. Pokoknya, lo harus bisa lepas dari jeratan Indra. Enggak apa-apa sekarang lo nikah dulu sama dia. Lo masih bisa deketin Virgo kok." Sisi hati lain Tasya meronta, tak terima akan adanya hari ini.
Tak dinyana, Virgo dan Bebby sekarang berjalan ke arah pelaminan ingin memberikan selamat. Indra melirik ke arah Tasya, istri barunya itu tersenyum sinis.
"Dasar cewek gila, tadi kayak orang oon. Sekarang sifat aslinya kembali." Desah Indra di dalam hati kecilnya.
Pesona Virgo masih mampu membuat Tasya klepek-klepek. Jantungnya masih berdisko ria saat melihat lelaki berkulit putih itu. Hanya saja, Tasya tidak suka dengan perempuan yang mendampingi Virgo sekarang.
"Selamat ya..." Virgo datang bersama Bebby untuk memberikan ucapan selamat kepada Tasya dan Indra.
Tasya mendengarkan saja doa demi doa yang dipanjatkan Virgo. Gadis itu hanya terlena dengan suara bass milik lelaki berwajah lonjong di depannya.
"Suaranya, gue kangen banget bercanda sama lo. Gue mau kita kayak dulu lagi, Go." Jerit Tasya hanya mampu di dalam d**a.
Mendengar doa yang dipanjatkan Virgo barusan, membuat Indra menganggukkan kepalanya beberapa kali.
"Padahal gue mimpinya nikah sama lo tahu, Go." ujar Tasya blak-blakan.
Virgo dan Bebby jelas kaget mendengar apa yang dikatakan Tasya barusan. Mereka tidak mengerti kenapa Tasya bisa berkata demikian di samping suaminya sendiri dan di depan Bebby yang jelas-jelas adalah istri dari Virgo.
Begitu pula dengan Indra, dia tidak menyangka kalau Tasya akan berani berkata seperti itu. Bukan karena ada dirinya, tapi karena ini masih di tempat umum. Takutnya nanti ada yang mendengar selain mereka berempat dan tentunya Sang Maha Kuasa.
"Ini cewek gila kali ya, gimana kalau ortu gue dengar apa yang barusan dia katakan." Gerutu Indra.
"Kamu kan sudah menikah dan sah menjadi istrinya Indra. Artinya kamu harus belajar untuk menjadi istri yang baik buat Indra, Sya. Kisah kita sudah berakhir dari lama, dan kita memiliki jalan hidup masing-masing. Jadilah istri sholehah untuk suamimu, Sya. Insyaallah rumah tangga kalian akan diberkahi oleh Allah SWT." tanpa ragu, Virgo mengatakan hal itu di depan Bebby dan Indra sekalian agar tidak ada salah paham di antara mereka nantinya.
Tasya sudah banyak mendengar bahwa Virgo telah hijrah dari beberapa tahun lalu sebelum menikah dengan Bebby. Tapi dia tidak menyangka kalau Virgo benar-benar berubah. Sangat jauh berbeda dengan dulu.
Indra tersenyum mendengar jawaban Virgo. Dia merasa menang dari Tasya karena Virgo sama sekali tidak tergoda lagi dengannya.
"Ridho Allah ada pada suami, Mbak. Semoga Mbak Tasya bisa menjadi istri yang selalu mendapat ridho dari suami. Insyaallah kalau Mbak Tasya ikhlas menjalani takdir Allah dan berusaha menjadi istri yang sholehah, Allah akan menjanjikan surga untuk Mbak Tasya." sambung Bebby menatap manis ke arah Tasya.
Jujur saja, namanya juga istri pasti cemburu jika suaminya digoda oleh wanita lain. Tapi Bebby berusaha agar tidak cemburu buta pada orang lain. Apalagi Virgo selalu meyakinkan dirinya jika di hati Virgo sudah tidak ada Tasya.
"Berani banget nih cewek ingusan bilang begitu ke gue. Dia pikir, dia orang yang paling baik apa? Awas saja kalau suatu saat nanti lo nangis-nangis karena Virgo lebih memilih gue dari pada lo." Ucap hati kecil Tasya secara sinis.
"Thanks ya doanya, thanks juga kalian sudah datang." ucap Indra untuk Virgo dan Bebby.
Virgo hanya mengangguk, mereka berdua langsung pamit ke bawah untuk bergabung dengan teman lainnya.
"Dengerin tuh apa kata Virgo sama Bebby, mending lo terima saja jadi istri gue. Enggak rugi-rugi amat kok jadi istri gue, lo akan tetap merasakan hidup enak dan nyaman." bisik Indra pada telinga Tasya.
Ekor mata Tasya melirik Indra, rasanya muak mendengar suara Indra.
"Gue akan bertanggung jawab atas kehidupan lo, menafkahi lo secara lahir dan bathin." lanjut Indra lagi.
Tasya tak suka akan kata-kata Indra dan sepasang suami istri itu tadi. Terlebih perkataan Bebby yang seolah-olah sedang mengguruinya. Padahal jelas-jelas jika Tasya lebih tua dari Bebby. Mana rela dia digurui oleh perempuan yang lebih muda darinya.
"Gue tidak akan tinggal diam begitu saja. Bagaimanapun caranya, gue akan cari cara buat merebut Virgo dari Bebby." Tekad hati Tasya belum juga luntur.
Tak berselang lama, Helen bersama suaminya juga datang memberi selamat atas pernikahan Indra dan Tasya. Mereka turut berbahagia atas pernikahan mereka.
"Makasih ya kalian sudah datang." ucap Indra ramah.
"Sama-sama, kalau begitu gue ke bawah dulu ya." pamit Helen sopan.
Tasya hanya mengangguk biasa seraya melengkungkan kedua sudut bibirnya membentuk sebuah senyuman. Kakinya terasa pegal, padahal ini hanya acara biasa. Belum dengan resepsi sampai malam, tapi sudah selelah ini.
"Lama banget sih beresnya." desah Tasya kepada angin yang melewat.
"Lo duduk saja kalau capek." Indra mendengar keluhan Tasya barusan, dia juga tidak tega melihat Tasya kelelahan.
Memang tidak selalu berdiri, tapi masalahnya yang memberi selamat tidak berhenti-berhenti sampai detik ini. Masih saja ada dan tidak ada waktu duduk meski hanya satu menit.
"Datang sendirian lo?" goda Indra saat Rama berjalan sendiri ke arahnya.
"Iyalah, mau sama siapa memangnya?" kekeh Rama.
"Rama. Iya, dia yang bisa bantu gue buat mendapatkan Virgo lagi. Pokoknya, gue harus bisa mengajak Rama buat kerja sama." Hati Tasya seolah mendapat pencerahan.
Lagi-lagi, Tasya mendengar ucapan selamat terucap atas pelepasan masa lajangnya. Padahal, Tasya sendiri tidak ingin memberikan selamat untuk dirinya sendiri.
"Cepat nyusul lo." Indra menepuk bahu Rama pelan beberapa kali.
"Nantilah kalau sudah ada calonnya. By the way, kalian honeymoon ke mana? Mau gue bantu buat carikan tempat romantis?" goda Rama tak main-main.
Ingin sekali rasanya Tasya muntah mendengar Rama menanyakan tentang honeymoon dan romantis. Membayangkannya saja sudah membuat Tasya mual, apalagi kalau memang dia pergi berbulan madu dengan Indra.
"Saat ini sih belum kepikiran buat honeymoon, nanti mungkin habis lebaran." balas Indra yang semakin membuat Tasya muak.
Usai perbincangan mereka, Rama pamit ke bawah menyusul Virgo dan beberapa teman lainnya yang memang dikenal. Raut wajah Tasya sudah tidak terbaca lagi.
"Lo mau honeymoon ke mana, Sya?" tanya Indra iseng, sengaja ingin membuat Tasya mual.
"Enggak usah macem-macem lo, honeymoon apaan? Dikira kita nikah karena saling suka apa." dengus Tasya sambil melirik kesal ke arah Indra.
"Ya kan meskipun enggak karena suka sama suka, honeymoon juga enggak ada salahnya kali."
Sekuat mungkin Indra menahan tawanya. Dia hanya ingin melihat Tasya semakin kesal saja. Indra juga tidak benar-benar untuk menawarkan honeymoon.
Beberapa jam berikutnya, acara pernikahan sudah selesai. Seperti yang dijanjikan oleh Indra, lelaki itu akan memboyong Tasya ke rumah baru yang dibeli oleh lelaki itu menggunakan uang tabungannya sendiri.
"Jaga Tasya baik-baik ya, Ndra. Dia memang cewek manja, tapi Tasya baik kok." Vidya tak kuasa menahan tangis karena harus berpisah dengan anak gadisnya.
"Iya Ma, aku pasti bakal menjaga istriku kok." panggilan Indra pada Vidya pun sudah berubah menjadi mama seperti Tasya saat memanggil Vidya.
Awalnya, Farhan ingin Indra dan Tasya tinggal di rumah bersama mereka. Namun Indra bersikukuh untuk tinggal di rumah sendiri. Lelaki itu bilang agar bisa belajar hidup mandiri. Padahal itu hanya alibi belaka. Tujuan Indra sebenarnya adalah agar dia bisa dengan bebas mengatur Tasya yang mungkin bisa saja di beberapa hari ke depan nanti akan menggila untuk mendapatkan Virgo.
"Kalian yakin, enggak mau membawa asisten rumah tangga?" Luna khawatir melepaskan Indra di rumah barunya tanpa adanya asisten rumah tangga.
"Namanya juga belajar, Ma. Ya harus memulai semuanya dari awal dong." Indra masih dalam tahap meyakinkan para tetua.
Luna mengangguk mengerti, dia akan membebaskan Indra bertindak bagaimana saja asal masih dalam mode aman.
"Ya sudah, pokoknya kalau ada apa-apa dan butuh apa-apa langsung kabari Mama ya." pesan Luna, takut-takut kalau putranya kesulitan sesuatu.
"Iya Mama, sudah ah jangan berlebihan."
Sepasang pengantin baru itu pamit dan memasuki mobil yang akan mengantar mereka ke rumah baru yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah Farhan maupun Hanung. Karena Indra juga sengaja membeli rumah di tengah-tengah agar dekat ke sana sini.
***
Next...