Benar-benar tidak ada asisten rumah tangga di rumah baru Indra. Hanya ada mereka berdua dan beberapa bodyguard yang menjaga rumah. Karena takutnya, akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Mengingat bahwa mereka menikah karena perjodohan dan bukan hanya sekedar perjodohan antara keluarga biasa.
Tasya tertatih-tatih berjalan menaiki tangga seraya mengangkat kain jarik yang membalut tubuh dari bagian pinggangnya hingga ke bawah. Sekarang sudah pukul delapan malam. Memang acara pernikahan hanya sampai jam empat sore. Tapi setelah acara pernikahan, keluarga besar Tasya berkumpul di gedung untuk buka bersama. Jadilah mereka baru bisa pulang sekarang.
"Lo mau gue gendong kayak pengantin baru pada umumnya?" tawar Indra di tangga lebih atas dari Tasya.
"Gue bisa sendiri." tolak Tasya mentah-mentah tanpa mengindahkan tawaran Indra.
"Ya sudah, gue juga enggak bakalan maksa. Capek juga lo sendiri yang ngerasain. Lagian badan gue juga udah pegel semua." Indra melanjutkan jalannya tanpa memedulikan Tasya.
Karena sudah tak tahan lagi, Tasya melepas high heels dari kakinya. Dia kembali berjalan dengan kaki telanjang.
"Ah... Ini lebih nyaman." desahnya merasa sedikit lega.
Satu langkah lagi, Tasya sampai di lantai dua. Pandangannya mengedar, mencari keberadaan kamarnya. Tapi dari beberapa pintu kamar, hanya ada satu yang terbuka. Tasya mendengus kesal, pasti itu kamarnya dengan Indra.
Perlahan-lahan, Tasya memasuki kamar tersebut. Tidak ada Indra di dalam sana, tapi ada suara orang bernyanyi di dalam kamar mandi. Ternyata Indra sedang mengguyur tubuhnya di bawah shower.
"Hah... Dia egois banget sih, harusnya kan dia ngalah sama gue. Biar gue duluan yang mandi." desah Tasya sambil merebahkan tubuhnya di atas sofa kamar.
Kedua mata Tasya terpejam, menikmati posisinya sekarang. Seharian berdiri dan berada di acara penting membuat tulang-tulangnya hampir saja remuk.
Bayangan tawa Virgo bersama Bebby dan Rama tadi di kursi para tamu undangan, kembali melintas di pikiran Tasya. Lagi-lagi Tasya merasa sesak.
"Sampai kapan gue harus jadi istrinya Indra?" tanya Tasya entah kepada siapa, padahal baru tadi pagi dia resmi menjadi istrinya Indra. Malam harinya sudah merasa tidak betah saja.
"Sampai matilah." sahut Indra sengit sambil memakai kaosnya usai mandi.
Tasya terkaget-kaget mendengar suara Indra. Dia tidak tahu kalau lelaki itu sudah menyelesaikan acara mandinya.
"Rese banget sih lo jadi orang." semprot Tasya balik.
"Mandi sana lo." titah Indra seraya melempar handuk ke arah Tasya.
Tanpa disangka, handuk bekas mandi Indra tadi mendarat di wajah Tasya. Padahal lelaki itu juga tidak berniat melemparkannya ke bagian sana. Dia hanya mengangkat kedua jarinya membentuk huruf V sambil mengatakan sorry tanpa suara.
"Ngeselin banget sih lo!" pekik Tasya balik melempar handuk tersebut ke arah Indra.
Karena sudah gerah dan panas, tanpa dipaksa pun Tasya berdiri dan berniat mandi. Dengan kasar, Tasya menabrak tubuh Indra hingga lelaki itu menyingkir.
"Ye... Biasa saja dong, gue juga enggak sengaja lempar handuk kena muka lo. Gue juga sudah bilang sorry." balas Indra tak ingin kalah.
Satu handuk baru Tasya ambil dari dalam lemari. Tanpa memedulikan Indra lagi, Tasya langsung berjalan menuju toilet. Niatnya ingin mandi selama mungkin agar pikirannya dingin dan tidak emosi terus menerus.
"Ukuran 34."
Kata-kata Indra barusan seolah mengganggu Tasya. Gadis itu tidak tahu kenapa Indra tiba-tiba mengatakan tentang ukuran.
"Banyak juga warna sama modelnya."
Lagi, suara Indra menggelitik pendengaran Tasya. Dia penasaran apa yang sedang Indra katakan.
Sontak Tasya berlari ke arah Indra saat melihat lelaki itu sedang memegang salah satu bra miliknya yang berwarna pink. Tak hanya itu, Indra juga menempelkan bra tersebut ke dadanya.
"Indra! Lo bego banget sih jadi orang!" pekik Tasya malu ketika barang simpanannya diketahui oleh Indra, apalagi ini sampai dipegang.
Sekali tarik, Tasya berhasil mendapatkan bra pink miliknya yang dipegang Indra tadi. Namun Indra masih berulah, lelaki itu kembali mengambil dari dalam lemari yang beda warna.
Terdengar gelak tawa dari bibir Indra. Lelaki itu puas melihat wajah Tasya bagai orang kebakaran jenggot karena malu. Tasya melakukan hal yang sama, mengambil paksa bra dari tangan Indra dan Indra kembali mengambil dari dalam lemari. Sampai ada sekitar tujuh bra milik Tasya yang terpegang di tangan dan dipeluknya di d**a agar tidak terjatuh.
"Indra! Stop!" teriak Tasya lagi.
Secepat kilat, Tasya berdiri di depan lemarinya usai menutup pintunya agar Indra tidak bisa mengambil bra miliknya lagi. Indra masih tertawa terpingkal-pingkal seraya memegangi perutnya melihat ekspresi Tasya barusan.
"Hahaha... Muka lo minta dibayar berapa?" tawa Indra meledak tak karu-karuan.
Dada Tasya kembang kempis, merasa harga dirinya terinjak-injak. Padahal ini hal wajar bukan bagi sepasang suami istri melihat atau bahkan memegang bagian dari pakaian yang dipakai pasangan.
Barang-barang pribadi mereka memang sudah dipindahkan ke rumah baru oleh para asisten dari pagi tadi. Jadi mereka tidak perlu repot-repot lagi membawa dan menatanya sendiri. Namanya juga tuan putri dan pangeran, tinggal terima jadi saja mereka.
"Enggak usah ketawa lo, bego banget ya jadi orang." dengus Tasya sambil membuka pintu lemarinya dan memasukkan beberapa bra yang tadi menjadi bahan rebutan mereka.
Saat ini Indra sudah duduk di atas ranjang. Sebelah tangannya memegangi perutnya yang terasa sakit akibat menertawakan ekspresi Tasya tadi. Wajah gadis itu memerah antara marah dibarengi dengan rasa malu yang bercampur aduk menjadi satu.
"Baru tahu gue kalau bra itu banyak model sama warnanya." kikik Indra.
Sedangkan Tasya sedang melipat serta merapikannya lagi agar tidak menjadi sarang laba-laba di dalam lemari. Gadis itu terus saja mengomel serta mendengus mendengar suara tawa Indra.
"Enggak usah kampungan lo jadi orang. Baru lihat bra doang sudah enggak waras." dengus Tasya sambil membalikkan badan usai mengunci pintu lemari kayu jati yang dilapisi plitur. Tak lupa, Tasya juga membawa serta kunci lemari mandi.
"Jadi... Lo mau kasih lihat isi di dalam bra?" tantang Indra tanpa disangka-sangka.
Tasya meneguk ludahnya. Dia tidak menyangka kalau Indra akan mengatakan hal itu. Padahal tadi Tasya hanya menggerutu biasa, tanpa ada maksud lain.
"Apaan? Enak saja lo jadi orang. m***m otak lo."
Kaki gadis itu menghentak lantai sekeras mungkin hingga menimbulkan bunyi seolah menandakan bahwa dia sedang kesal atau bad mood. Tanpa memikirkan Indra lagi, Tasya memilih masuk ke toilet dan berniat mengguyur tubuhnya atau malah berendam di dalam bathup.
"Ah... Seger banget tubuh gue." rasa nyaman menghampiri Tasya saat gadis itu mencemplungkan tubuhnya ke bathup berisi air hangat.
***
Indra menatap nanar ke arah ranjang serta seluruh penjuru kamarnya. Pasalnya, di setiap sudut dihiasi oleh kelopak bunga mawar merah. Di atas ranjang pun tidak hanya ada kelopak mawar saja, tapi juga ada selimut yang dibentuk sepasang angsa membentuk sebuah hati.
"Hah... Bakal gatel-gatel enggak ya entar badan gue?" tanya Indra pada dirinya sendiri.
Sudah dari lima menit lalu Indra memandangi seluruh penjuru kamarnya. Sedangkan beberapa menit sebelumnya, lelaki itu sibuk bermesraan dengan gadget. Indra harus mengecek sesuatu yang sedang dia rancang.
Cklek!
Pintu kamar mandi terbuka, Tasya keluar sambil mengeringkan rambut panjangnya menggunakan handuk. Tubuh gadis bersuara lembut itu pun sudah dibalut oleh baju tidur bergambar kartun kodok berwarna hijau. Tasya melihat Indra heran, dia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya dan lebih memilih duduk di kursi meja rias. Niatnya sekarang adalah mengeringkan rambutnya yang basah.
"Sya..." panggil Indra entah ingin mengatakan apa.
Panggilan pertama tidak ada sahutan. Rasanya malas menyahuti Indra.
"Sya..." lagi, Indra kembali memanggil namun tetap tidak ada jawaban dari Tasya.
"Sya...! Lo budek apa gimana?!" teriak Indra karena kesal panggilannya tidak dijawab oleh Tasya, padahal gadis itu ada di dalam kamar bersamanya.
"Lo bisa diem apa enggak sih jadi orang? Ribut banget jadi cowok, heran deh gue!" sembur Tasya balik tanpa menoleh ke arah Indra dan tetap fokus mengeringkan rambutnya.
Menyerah, tadinya Indra ingin bilang kalau dia kurang bisa tidur di tempat baru dan ingin mengajak Tasya bermain uno stacko atau apa saja yang bisa dimainkan untuk membunuh rasa jenuh. Namun diurungkan oleh Indra saat mendapat sahutan seperti itu dari Tasya.
Beres dengan urusan rambut, Tasya langsung berjalan ke ranjang dan ingin tidur. Rasa tubuhnya sudah hampir remuk kalau tidak segera diistirahatkan.
"Lo tidur di mana?" tanya Tasya sengak tanpa ada manis-manisnya.
"Di kasurlah, masa di lantai." sahut Indra tak kalah sewotnya.
Lelaki itu ikut membaringkan badannya di atas ranjang samping Tasya. Mereka tidak memedulikan banyaknya kelopak mawar yang tertindih atau berjatuhan saat berbaring.
"Lo tidur di sofa!" Tasya tiba-tiba marah karena Indra berbaring di sampingnya.
Sudah hampir tengah malam, kondisi lelah lalu dibentak oleh perempuan, hal itu membuat emosi Indra keluar. Lelaki itu menatap nyalang ke arah Tasya.
"Gue tidur di sini!" sentak Indra balik.
"Gue enggak mau!"
"Lo saja yang tidur di luar!" usir Indra balik.
"Lo tidur di bawah!"
"Gue tidur di kasur!"
"Terserah!" Tasya akhirnya mengalah dan menarik selimut lalu menutupi tubuhnya dan membelakangi Indra.
"Awas lo macam-macam sama gue." gertak Tasya yang barusan membalikkan badan sebentar ke arah Indra.
"Iya kalau enggak khilaf."
"Awas saja kalau dia berani nyentuh gue. Enggak akan gue kasih ampun." Dengus Tasya dalam hati.
"Indra...!" teriak Tasya secara mendadak saat Indra menarik paksa tubuhnya agar berbalik ke arah Indra.
***
Tasya tak kuasa menatap balik wajah Indra yang ada di atasnya. Tubuh mungilnya kini berada di dalam kukungan suaminya. d**a Tasya berdisko di dalam sana. Ada rasa takut, enggan, muak, benci, menerima dan semuanya bercampur menjadi satu.
"Gue enggak bisa dipaksa begini. Gue enggak rela terjadi malam pertama sama dia." Tangis Tasya di dalam hatinya.
"Sya..." panggil Indra karena Tasya tidak mau membuka mata.
"Eum..." hanya ini sahutan dari Tasya.
"Enggak Sya, lo harus ikhlas. Relaks dan jangan memikirkan yang lain." Sisi hati lain Tasya menggelitik di dalam sana.
"Indra..." Tasya memberanikan diri memanggil nama Indra meski sebenarnya dia enggan.
"Apaan?"
"Plis pelan-pelan, ini pertama kali buat gue." mohon Tasya dengan wajah memelas, gadis itu berani membuka mata sekarang.
"Asal lo enggak macam-macam sama gue."
"Padahal gue bermimpi bakal melewati malam seperti ini sama Virgo."
"Argghhh...! Indra...! Sakit...!”
Gadis itu memekik sekencang mungkin hingga suaranya memenuhi seluruh kamar. Kedua matanya memerah mengeluarkan air mata saking menahan rasa nyeri di bawah sana yang dia dapat secara mendadak
"Lo bego! Jangan diterusin! Gue bilang pelan-pelan b*****t!" umpat Tasya tak karu-karuan.
Indra malah tertawa melihat reaksi Tasya, dia senang bisa menembus benteng pertahanan istrinya di hari pertama menikah.
"Lo yang minta gue begini. Suruh siapa lo bawa-bawa nama cowok lain di momen seperti ini."
Hati kecil Tasya menangis. Sekarang dia merasa antara menerima dan tidak. Hatinya setengah-setengah untuk memberikan hak kepada Indra. Di satu sisi, Tasya senang bisa memberikan inti dari kesuciannya pada lelaki yang berstatus suami. Namun di sisi lain, Tasya merasa kesal dan mual saat melihat dan menerima kenyataan bahwa lelaki itu bukan seseorang yang dia cintai.
Tasya tak berdaya, dia hanya diam membiarkan saja Indra berlaku sesukanya. Namun air matanya tidak berhenti mengalir. Hingga sampai di waktu Indra mendapatkan sensasi luar biasa. Bisa Tasya rasakan, perut bagian bawahnya menghangat dan tak lama setelahnya, Indra menyudahi kegiatan.
Beberapa menit kemudian, hati Tasya didominasi oleh penyesalan. Dia memilih duduk seraya menutupi tubuhnya menggunakan selimut.
Tasya menangis di atas ranjangnya sambil meremas selimut yang menutupi tubuh mungilnya. Dia menatap tak suka pada Indra yang sedang memakai celana.
"Kenapa gue ngerasa suka sekaligus benci di waktu bersamaan?" Tanya hati Tasya sambil melirik ke Indra.
Indra berjalan mendekati Tasya yang masih belum berhenti menangis. Lelaki itu duduk di hadapan Tasya.
"Enggak usah nangis, Sya. Lo melayani suami sah lo sendiri, enggak ada yang perlu disesali." ujar Indra sambil memandang wajah Tasya.
"Lo tuh jahat tahu enggak, Ndra. Kenapa lo tega melakukan ini ke gue?" ujar Tasya di sela-sela isak tangisnya.
"Lo yang tega, masa di malam pertama enggak mau ngasih hak suami sih? Gue cuma mengambil apa yang seharusnya jadi hak gue, dan gue memberikan kewajiban gue ke lo sebagai suami untuk memberikan nafkah batin." ujar Indra sok bijak, padahal dia sengaja ingin membuat Tasya kesal.
"Tapi gue enggak cinta sama lo!" sentak Tasya seperti orang gila.
"Dalam rumah tangga dan di dalam hubungan suami istri itu enggak butuh cinta di mata gue, Sya. Kita hanya perlu melakukan kewajiban dan mendapatkan hak dari pasangan." ungkap Indra tajam.
"Kita sudah menikah secara resmi. Kewajiban gue ke lo itu, memberikan nafkah dan hak gue sebagai suami lo itu mendapatkan apa yang seharusnya gue dapatkan."
Tasya masih menangis sesenggukan mengingat dirinya sudah tidak lagi virgin karena ulah Indra barusan.
"Gue sudah menjalankan sebagian kewajiban gue, memberikan lo tempat tinggal. Dan enggak ada salahnya gue menuntut hak gue dari lo."
"Tapi enggak dengan cara kayak gini juga, Indra!"
"Ya terus dengan cara apa, Tasya!"
Mereka berdua saling membentak dan saling meluapkan emosi masing-masing.
"Kewajiban lo sebagai istri gue itu ya melayani suami! Dan salah satunya ini!"
"Kewajiban lo yang lain itu mengandung benih dari suami!"
"Gue enggak mau hamil anak lo! Gue cuma mau hamil anaknya Virgo!" sentak Tasya lagi.
Emosi Indra semakin memuncak, dia tidak habis pikir dengan jalan pikiran Tasya. Kenapa dirinya harus mengenal perempuan gila seperti Tasya ini. Apa mata wanita itu buta, jelas-jelas jika Virgo sudah menikah dan bahkan memiliki dua istri.
"Semakin lo bilang enggak mau hamil anak gue! Semakin gue akan berusaha buat bikin lo hamil!" Indra benar-benar tersulut emosi.
Tasya kaget saat Indra menarik paksa selimut yang menutupi tubuhnya. Kali ini Tasya mencoba menghindar dan menolak Indra tapi tenaga lelaki itu begitu kuat hingga Tasya kembali kalah.
"Ndra jangan, punya gue masih sakit." mohon Tasya.
Indra tak ingin berhenti, dia emosi karena Tasya sudah menyebut nama lelaki lain di malam ini sebanyak dua kali.
Melihat Tasya terus memohon ampun dan mengingat jeritan Tasya tadi, Indra mengalah. Lelaki itu menjauh dari tubuh Tasya kemudian menyelimuti istrinya lagi.
"Maaf karena gue sudah memaksa lo. Tapi lo harus tahu, Sya. Gue enggak mau lo menghancurkan rumah tangga Virgo dan lo berhak bahagia. Mulai hidup baru lo sama gue, bagaimanapun caranya gue bakal berusaha membahagiakan lo kalau lo nurut sama gue." ucap Indra santai.
Tasya tidak menyahut, dia masih menangis sambil memeluk gulingnya. Indra mengecup kening Tasya sekilas lalu keluar kamar untuk mencari air minum.
***
Next...