3. Jalan Pulang

1050 Words
Beberapa jam kemudian. Buntu! Restia benar-benar tidak tau apa yang harus ia lakukan. Merasa sesak, ia pun beranjak ke jendela. Memandang teduh hamparan hijau berpadu merah yang ia yakini sebagai taman. "Lumayan tinggi juga," sautnya ketika menengadah ke bawah. "Dari dulu aku pingin punya kamar di lantai atas biar kayak di drama korea. Akhirnya kesampaian juga...." Restia menarik kedua tangannya ke atas untuk meregangkan tubuh. "Yah..., sayang terkabulnya di dunia novel." "Hmm..., tunggu!" "Karakter Restia bakal mati di eksekusi karena meracuni Aurora. Di situlah akhir hidupnya dan disitu juga akhir dari novel Matahari Eraslan. Yah...,walaupun agak gedek juga sih karena nggak ada adegan pernikahan Aurora sama Kaisar di ending." "Kalau saat ini aku jadi Restia Alder D. Freya berarti aku cuma harus mati untuk kembali ke rumah?" Mata Restia membola ketika pikiran absurt itu tercetus. "Kebanyakan cerita transmigasi yang k****a kan kayak gitu." "Yes! Akhirnya.... akhirnyaa... ada cara untuk kembali," pekiknya kegirangan yang langsung ia kontrol supaya tidak terdengar pihak luar. "Oke! Aku harus nyusun rencana bunuh diri! Semakin cepat semakin baik bukan? Hehe." "Tenang aja male lead dan female lead. Kali ini aku nggak akan ganggu hubungan kalian. Menikahlah dan buat anak sebanyak-banyaknya." Flashback Off Jantung Restia masih berpacu kuat. Bagaimana jadinya kalau Rowena tidak menyaut tangan Restia? Apanya yang bunuh diri! Restia belum siap secara mental! "Nonaa! Nonaa, apa yang anda lakukan!" tegur Rowena sembari mengguncang-guncang tubuh Restia yang masih bengong. "Hiks..., tolong jangan buat seisi rumah ini jadi dingin kembali. Tuan pasti akan sedih dan mengurung diri lagi kalau terjadi sesuatu pada Nona. Hiks," lanjutnya semakin gencar mengguncang tubuh Restia. "Iya, iya..., sepertinya aku akan mati duluan jika kamu mengguncang ku sekuat ini," dengus Restia. "Ah..., maaf Nona, a-aku tidak bermaksud begitu," responnya sambil membungkuk takut. Lihatlah bagaimana Restia mendominasi tempat ini. Rumah adalah tempatnya menyusun rencana licik dan baginya pelayan hanyalah tempat pelampiasan jika dirinya sedang kesal. "Benar-benar memuakan!" gumam Restia lirih. Namun sayangnya didengar Rowena. Ia ketakutan sampai spontan bersujud dan merancau minta ampunan. Oh ayolah! Di depan mu hanya gadis modern yang jauh dari hirarki vertikal! "Aku hanya bergumam. Tidak usah pedulikan ucapan ku," saut Restia mencoba memperbaiki suasana. "Selain itu, kenapa kamu menyelinap ke kamar ku di tengah malam?" Percayalah itu nada paling biasa dan nggak ngegas. Tapi berhasil membuat Rowena yang sudah bangkit dari sujud kembali melakukannya lagi. Semengerikan itukah Restia? "Ja-jawablah, aku tidak menyalahkan mu! Aku hanya bertanya!" "S-saya ha-hanya ingin memastikan Nona tidur. D-dan i-itu...." Rowena menunjuk bunga yang tergeletak di lantai. "S-saya berniat mengganti bunga di vas Nona. Ka-karena Nona pernah bilang. Bunga lavender akan mengeluarkan aroma pekat ketika malam." Wah! Tidak disangka ada wanita sebaik ini. Mulai detik ini Restia harus memberi gelar pelayan terbaik untuknya. "Terimakasih," ucap lembut Restia. Jangan lupakan senyum langka itu. Seketika Rowena membeku. Badannya tidak bergeming dari posisi sujud. Matanya terbelalak menatap Restia. Detik berikutnya rembasan air mata luruh. "K-kamu kenapa?" tanya Restia panik. "S-saya.... hiks. Saya tidak menyangka nona akan berterimakasih. Hiks." Wajah Restia berubah datar. Kepanikan tadi benar-benar membuang energi saja. Lebih dari itu, kenapa orang seburuk Restia justru dapat keluarga dan pelayan yang baik. Menyebalkan! ---###--- "Nona, sarapan sudah siap," ujar Rowena. "Hemm... ya, ya. Taruh aja disitu," saut malas Restia. Tubunya masih terlentang di atas kasur. Dengan posisi yang tidak ada anggun-anggunnya. "Hari ini, Nona akan sarapan dengan Tuan Chalid di meja makan utama. S-sepertinya semalam saya sudah memberitahu Nona," "Ha? Kafaan kamuu...." Hilang sudah citra anggun berkarisma yang sudah susah payah Restia asli bangun. Pasalnya Restia KW satu ini justru melanjutkan kembali tidurnya dengan mulut menganga. Rasa kantuk ini bukan tanpa alasan. Semalam Restia keasikan mengumpulkan pernak-pernik berkilau yang ditafsir memiliki harga yang sangat mahal. Maklum! Jiwa di dalamnya hanya seorang pengangguran yang seumur hidup belum pernah lihat berlian asli. Apalagi menggenggamnya. Alhasil Restia kalap dan begadang hampir jam dua malam. "Nona?" panggil Rowena. Merasa tidak direspon, Rowena pun mengguncang pelan. Garis bawahi! Mengguncang sangat pelan tubuh Restia. "Nona bangun. Tuan Chalid sudah menunggu di meja makan," ucapnya lagi. Dengan nada lembut. "N-Nona?" Mata Rowena sudah berkaca-kaca. Setelahnya ia berlari kencang ke ruang makan dengan raut khawatir. "Tuan!" "Nona.... Nona Restia pingsan lagi," ucapnya sambil terengah-engah. Tentu saja ini semua hanya salah penafsiran. Restia yang Rowena tau tidak pernah terlambat bangun pagi. Sedangkan Restia Wardani? Kalau gempa belum datang ia tidak akan bangun dari tidurnya. Benar-benar gadis kebo. Sentuhan terasa di pergelangan tangan Restia. Dengan berat hati ia membuka mata. Pemandangan pertama yang Restia lihat adalah seorang laki-laki paruh baya yang dilihatnya tempo hari. Kenapa dia di sini lagi? "Nona...." "Restia...." Ucap serempak dua manusia yang paling mengkhawatirkan Restia. Chalid dan Rowena. "Uhm.... kenapa ramai sekali?" tanya Restia setelah berhasil mendudukan diri. "Nona... t-tadi pagi Nona pingsan saat saya membangunkan Nona untuk sarapan. Tolong hukum saya Nona. Saya sudah membuat Nona celaka," ucap histeris Rowena dengan raut khawatir terlampau polos. Pingsan dari mananya? Restia kan hanya tidur? Hah! Benar-benar! "Aku tidak apa-apa. Mungkin tubuh ku sedikit lemah karena musim semi," ucap Restia ngawur. Ia tidak bisa berkata jujur kalau dirinya hanya ketiduran. "K-kalau begitu akan saya siapkan teh hangat dan bubur hangat," ucap Rowena kemudian pergi tergesa-gesa. "Syukurlah, Ayah sangat khawatir saat mendengar mu pingsan lagi," tatap haru seorang Ayah. Tersirat kekhawatiran kental dari sepasang matanya. Ah! Kalau seperti ini. Restia jadi rindu Bapaknya di rumah. "Aku baik-baik saja Yah, tidak perlu khawatir." Sejenak hati Restia luluh mengingat rencana bunuh dirinya adalah suatu keharusan. Pada akhirnya laki-laki paruh baya ini akan kehilangan anaknya. Seingat Restia, Ibunda Restia Alder D. Freya meninggal diumurnya yang belum bisa mengingat. Di dalam novel pun diceritakan kalau Restia Alder D. Freya sosok kesepian yang merindukan kasih sayang Ibunya. Miris sekali ketika laki-laki paruh baya ini akan kehilangan keluarganya lagi. Walaupun begitu, Restia pun tidak bisa membatalkan keputusannya. Karena masuk ke dunia ini bukan kehendaknya. Terlebih ada masa depan yang harus dirintis di dunianya. "Ayah.... Maaf, selama ini aku selalu merepotkan," ucap Restia tulus. Walau bagaimana pun, tindakan Restia Alder D. Freya yang selalu membuat onar untuk menarik perhatian Kaisar sudah membuat Chalid kerepotan. Chalid tersenyum. Memeluk putrinya erat dan hangat. "Kalau Tia tidak merepotkan Ayah. Ayah pasti bosan karena tidak ada kerjaan. Hehe. Jangan sungkan begitu. Sampai kapan pun Ayah akan mendukung keinginan mu." Mereka menghabiskan waktu ayah dan anak bersama. Karena kondisi pura-pura lemah ini, Chalid memutuskan sarapan di kamar putrinya. Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD