***
Leyna diam-diam terus mengamati gerak-gerik orang mencurigakan itu. Leyna menyodorkan uang ketika burritonya selesai dibuat. Leyna mencoba untuk bersikap biasa seolah-olah ia tak tahu jika pria itu ada di sana. Leyna pergi menuju arah berlawanan, langkahnya dipercepat hingga ia mulai berjalan dengan sedikit tergesa-gesa. Leyna tak tahu siapa itu, dan tidak ada niatan untuk mencari tahu ketika oa sedang sendirian seperti ini. Leyna akan menyebrang untuk naik bis, dari ekor matanya ia dapat merasakan orang itu mulai mendekat, terlalu lama hingga warna lampu lalu lintas berubah menjadi hijau.
Jalanan ini memiliki 2 arah begitu ramai, kendaraan cukup padat memenuhi jalanan. Beberapa pejalan kaki juga terlihat di sepanjang trotoar namun keramaian ini tak kunjung membuat Leyna merasa aman. Tidak ada pilihan lain selain menyebrangi jalan tanpa menunggu warna lampu lalu lintas berubah. Ia harus pergi lebih jauh agar bisa menghindar dari laki-laki itu. Leyna menoleh ke kanan dan ke kiri sebelum menyebrang. Ketika ia mengambil satu langkah maju untuk siap berlari seseorang menarik tangannya hingga membuat Leyna terkejut bukan main.
"Berbahaya Leyna."Nada suaranya terdengar marah, kening Leyna mengerut menemukan Jensen berada di hadapannya saat ini. Tubuh Leyna membeku, jarak mereka terlalu dekat hingga Leyna dapat melihat dengan jelas bagaimana rupa Jensen yang kelewat sempurna.
Kejadian di malam Pub itu kembali berputar di dalam kepalanya, ketika Jensen berdiri di hadapannya wajahnya terhalang lampu Pub, kini Leyna dapat melihatnya dengan jelas. Wajah Jensen sangat sempurna, Leyna terpaku menatap matanya yang biru. Matanya menyipit dan wajahnya dipertahankan tetap datar. Ia tak bisa menatapnya ketika dalam pertemuan meeting dan pagi ini ketika ia menyapanya, karena terlalu sibuk untuk menghindar dari tatapannya namun kini Leyna di hadapkan pada hal itu. Leyna mencoba menyeimbangkan tubuhnya yang sedikit goyah ketika berada di bawah tatapan menawan Jensen hingga akhirnya ia tersadar pada laki-laki penguntit itu.
"Jensen. Oh maafkan aku. Aku..."Leyna mengedarkan pandangannya, ia tak bisa menemukan laki-laki itu. Pandangannya mengedar ke segala arah hingga akhirnya terhenti ketika wajah Jensen berada di hadapannya.
"Leyna kau baik-baik saja?."Pertanyaan Jensen membuat Leyna tersadar dari pikirannya. Tatapannya kini tertuju pada Jensen.
"Ah ya... ya tentu saja."Leyna menganggukkan kepalanya, kedua tangan Jensen berada di bahunya mencengkramnya sedikit kuat hingga membuat Leyna sedikit tak nyaman. Jarak mereka yang terlalu dekat juga menjadi salah satu kegugupan yang kini tengah ia rasakan. Keberadaan Jensen selalu membuatnya gugup, tatapannya yang terlalu intens memang menyesakkan. Leyna mencoba untuk tidak selalu menatap Jensen karena ketika tatapan mereka bertemu, Leyna merasa ia akan menuruti apa yang setiap laki-laki itu katakan.
"Hanya. Merasa ada seseorang yang.."Ucapan Leyna tergantung ketika Jensen langsung berkata..
"Seseorang membuntutimu!."Leyna beralih menatap Jensen, kedua matanya membesar yang kemudian mengerjap mencoba untuk menahan ekspresinya.
"Ya. Tapi aku baik-baik. Kalau begitu sampai jumpa besok tuan Harden."Leyna mengambil satu langkah menjauhi Jensen yang masih berdiri mengamatinya. Leyna membalikan tubuhnya memunggungi Jensen, tepat pada saat lampu lalu lintas berubah warna menjadi hijau. Leyna ingin menyebrang namun lagi-lagi langkahnya tertahan ketika tangannya ditarik hingga membuat tubuhnya berputar, Jensen kembali berada di hadapannya.
"Ikut saja denganku. Aku akan mengantarmu pulang."semuanya terasa cepat, ketika Leyna sadar ia sudah berada di samping mobil Jensen yang terparkir di samping trotoar. Leyna tak tahu apakah ini baik atau tidak, masuk ke dalam mobil Jensen rasanya aneh sekali karena hubungan mereka belum akrab dan Jensen bersikap seolah mereka adalah teman lama. Leyna masuk ke dalam dikuti oleh Jensen di belakangnya.
"Dimana alamat Apartemenmu?."Leyna terhenyak, terlalu ragu untuk mengatakan dimana tempat tinggalnya, bahkan Leyna merasa menyesal telah masuk ke dalam sini. Leyna menggeser diri hingga ke ujung pintu, tak ingin menyentuh lengan Jensen bahkan ujung bajunya sekalipun. Ini jadi terasa canggung, Leyna tak pernah segugup ini dan dia semakin bertanya-tanya kenapa. Biasanya selalu ada bahan obrolan yang berada di dalam pikirannya untuk memulai sebuah percakapan tapi hal itu tak berlaku bagi Jensen. Leyna memberitahu alamat minimarket Edward, ia memutuskan untuk berhenti di sana dan pulang bersamanya. Kesunyian menyelimuti mereka, Leyna tak ingin melirik
"Bagaimana hari pertama mu Leyna?."Leyna menoleh sebentar pada Jensen dengan senyum kecil di wajahnya sebelum kembali memandang lurus. Leyna dapat merasakan Jensen mengamatinya, tetapi Leyna tetap menatap lurus kaca depan mobil yang menunjukkan pemandangan jalan yang tengah mereka lalui.
"Itu adalah pertanyaan yang membingungkan bagi profesi seperti kami. Apakah harus sedih atau senang. Banyak hal yang kami temukan, kami akan memberikan rekapannya segera."ucap Leyna tanpa menatap Jensen.Ia terlalu gugup jika terus-menerus bertatapan dengannya. Jensen terlalu tampan, dan memukau. Leyna tak mau ia terlihat bodoh dan seperti ponsel yang nge hang akibat mengagumi nya.
"karena aku menginginkanmu untuk menemukan sesuatu, maka jika kau menemukannya kau harus merasa senang. Kau melakukan pekerjaan mu dengan baik."pujian Jensen membuat bibir Leyna tersenyum mendengarnya. Leyna beralih menatap Jensen yang tengah mengamatinya.
"kau benar."sahutnya. Jensen akan bertanya sesuatu dan Leyna akan menjawabnya, mencoba berkonsentrasi pada topik obrolan mereka. Rasanya perjalanan begitu panjang hingga Leyna tak sabar menantikan mobil ini berhenti di tempat tujuannya.
Perjalanan dari kantor Jensen sampai ke toko Edward memakan waktu 35 menit. Mobilnya terhenti tepat di depan toko Edward, Jensen memandang toko Edward sebelum menoleh pada Leyna yang sudah bersiap untuk keluar. Sebelah tangannya menarik tali tas slempangnya ke atas bahu, tangannya sudah bersiap di pintu untuk membukanya. "terima kasih tuan Harden."
"Jensen saja."
"okey. Terima kasih Jensen."rasanya aneh mengucapkan nama depan laki-laki itu. Apa maksudnya dengan keakraban ini. Leyna keluar dari mobil bertepatan saat Edward keluar dari dalam toko membawa sebuah kantung plastik yang ingin ia buang.
"Leyna."panggil Edward, Leyna masih memandang Jensen lantas berbalik untuk menyapa Edward yang menatapnya dengan bingung. Leyna menghampirinya tatapan Edward berpindah antara Leyna dan Jensen yang masih melihat ke arah mereka dari dalam mobil.
Leyna bisa melihat pria itu haus akan pertanyaan yang kini berada di dalam kepalanya tentang Jensen yang mengantarnya ke sana. Mobil Jensen melaju pergi meninggalkan Edward dan Leyna yang melihat kepergian mobil itu. Ketika Leyna menatap Edward bahunya terangkat lalu matanya mengarah pada kantung plastik di tangan Edward.
"Apa itu?."
"Siapa dia?."
Pertanyaan itu meluncur bersamaan dari bibir mereka masing-masing. Leyna mengerutkan hidung lalu ketika sudah berada di hadapan Edward ia mencoba mengintip sesuatu di dalamnya yang membuat Edward membuka plastik tersebut lebar-lebar di hadapan Leyna, menunjukkan mie China. Makanan yang belum lama ia beli. "kupikir sampah ternyata makanan."
"Siapa dia?."Leyna menatap Edward seolah bertanya siapa yang membuat Edward melemparkan tatapan sengit, sudah pasti Leyna tahu tapi wanita itu bersikap kebalikannya.Hal itu membuat Edward kesal.
"Dia.. klien ku. Apa kau beli dua?."Edward tahu jika Leyna tak mau mengungkitnya lebih jauh. Edward memutar kedua bola matanya malas sebelum akhirnya menjawab apa yang Leyna tanyakan, mengikuti apa yang wanita itu ingin kan untuk mengabaikannya.
"Dua. Aku tahu kau pasti belum makan sesuatu."
"kau benar-benar mengerti aku."
"Kau memang mudah untuk dimengerti."Edward dan Leyna memutuskan untuk kembali ke Apartemen. Mereka memutuskan untuk makan di kamar Leyna. Ketika mie dikeluarkan dari dalam plastik Leyna dapat mencium aroma nya begitu tajam hingga membuat perut Leyna bergetar merasa kelaparan. Leyna menyiapkan dua mangkuk, satu untuknya dan satu lagi untuk Edward. Leyna hampir lupa dengan Burrito yang di belinya tadi, untung saja kantung plastiknya berlapis jika tidak tas nya akan berminyak karena makanan itu.
"Jadi... siapa? benar klienmu?."Leyna hanya menikmati makanannya tanpa melirik Edward yang tengah melahap mie dan menatapnya penasaran.
"aku tak mau membahasnya. Kau tahu, sejak kemarin aku merasa seseorang membuntutiku."
"Benarkah! Kenapa kau baru cerita sekarang!."Suara Edward sangat keras hingga membuat Leyna terkejut, Leyna menusuk mienya dengan sumpit sebelum menenggak air. Ia tersedak karena sikap Edward yang kelewat berlebihan. Inilah kenapa Leyna tak pernah mau berbicara dengannya.
"Baru terjadi kemarin dan malam ini.. aku merasa seperti melihatnya, jadi ketika Jensen menawarkan tumpangan aku ikut saja. Aku tak mau dia mengikutiku sampai ke sini."
"kalau begitu besok aku akan menjemputmu."
"tidak perlu. Aku baik-baik saja. Besok aku akan naik taksi jika bertemu dengannya lagi."Edward menghela nafas kesal. Leyna selalu menolak dan nantinya wanita itu akan kerepotan sendiri. Sifatnya tak pernah berubah, selalu saja membuatnya khawatir.
"Jangan sok berani. Kau akan membutuhkanku jika dia ada di sana. Berikan saja alamat kantormu padaku, saat jam pulang aku akan berada di depan kantormu. Ayo pergoki dia dan tanya apa alasannya. Bagaimana ciri-cirinya?."
Leyna mencoba mengingatnya. Jarak mereka cukup jauh, tidak benar-benar dekat hingga membuat Leyna dapat dengan jelas melihat rupanya seperti apa. Edward memperhatikannya penuh minat dan rasa penasaran yang tinggi. Leyna mengendik kan bahunya, tidak benar-benar yakin apa yang ia lihat dapat dijadikan sebagai ciri-ciri yang tepat bagi Edward.
"dia berpakaian serba hitam. Jaket hoodie hitam, celana jins dan topi. Ketika kau menjemputku di kantor dia ada di sana, bersembunyi di balik pilar. Lebih rincinya lagi tidak ada, hanya itu yang terlihat."
"kenapa kau tidak memberitahuku saat itu."
"aku tidak tahu jika itu benar. Rasanya aneh jika seseorang menguntitku. Aku bukan selebriti."
"kau harus memberitahuku tentang hal yang berbahaya seperti ini. Bagaimana jika dia melakukan sesuatu yang jahat padamu. Jangan temui dia sendirian, besok ketika aku menjemputmu dan kau melihatnya, katakan langsung padaku."
Leyna mengangguk kan kepalanya mengiyakan perintah Edward. Ia sendiri penasaran tentang siapa laki-laki tersebut. Leyna tidak segegabah itu dengan menemuinya sendirian dan bertanya apa yang ia inginkan. Leyna akan menuruti apa yang Edward katakan, ia kembali menikmati makannya yang sempat tertunda karena Edward.