Bab 5

963 Words
Rasanya Bu Aminah masih ingin mencecar anaknya itu dengan semua kekecewaannya yang ada di hatinya. "Marah lah Bu, marah lah! maki aku sepuas hati ibu... jika setelah itu ibu lega dan mau memelukku kembali, peluklah aku dengan doa-doamu ibu, peluklah aku dengan kasih sayangmu, Hari ini aku rapuh Bu hari ini aku benar-benar hancur, Maafkan Aku!" ucap Almira menjawab semua perkataan ibunya yang panjang lebar. Seketika Bu Aminah sadar, saat ini yang dibutuhkan anaknya bukanlah makian atau cercaan, seperti yang dikatakan Almira barusan bahwa anaknya ini sedang rapuh dan hancur dia tidak butuh saran ataupun makian, dibutuhkan Almira sekarang adalah pelukan dan tempat bersandar. "Maafkan Ibu nduk, maafkan Ibu yang tidak bisa menahan amarah yang bergejolak dalam hati Ibu, sudahlah nduk, apapun yang terjadi di hidupmu kita hadapi bersama-sama! kamu tidak sendiri, ada Ibu dan kedua mbakmu dan juga adikmu meskipun dia tidak ada di rumah!" Bu Aminah memeluk anaknya yang terlihat sangat rapuh. "Assalamualaikum!" terdengar salam seseorang saat memasuki pintu rumah, dan orang tersebut tak lain adalah Pak Handoko suami Bu Aminah. "Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh!" jawab semua yang ada di ruangan itu serempak. di ruangan tersebut ada Aida Eni Almira Bu Aminah dan juga Aldo sedangkan Nayla dan Nisa sedang asyik nonton serial kartun di ruang tv. Saat Pak Handoko melihat tas pakaian yang ada di dekat Almira membuat Pak Handoko mengernyitkan dahi tanda bingung, ada pertanyaan bergejolak di hati Pak Handoko, saat melihat Almira yang matanya memerah pertanda bahwa dia sedang menangis membuat Pak Handoko diam dan menahan rasa penasarannya. "Ada kamu Al? kapan kamu datang ke sini perasaan Bapak tadi waktu pergi ngopi di warung kamu belum ada di sini kan?"Pak Handoko bertanya dengan anak sapihannya itu dengan pertanyaan yang biasa saja. "Almira Baru saja sampai pak, dijemput sama Mbak Aida tadi!"Almira menjawab pertanyaan dari Pak Handoko dengan suara yang serak khas orang habis menangis. "Loh kok bisa dijemput mbakmu? Memangnya Iqbal ke mana? Ini sudah malam loh? Kok kayaknya nggak pantes aja ke rumah ibunya bukannya diantar sama suami, tapi malah dijemput sama kakakmu!" Pak Handoko bertanya demikian untuk memancing Apa yang sebenarnya terjadi kepada Almira, terlebih saat beliau melihat tas pakaian milik Almira tersebut. Seketika Almira bersimpuh di kaki Sang Bapak yang sudah duduk di kursi panjang di ruang tersebut, tangis Almira tiba-tiba pecah lagi, tentu hal itu membuat Pak Handoko sangat kaget. "Ada apa? Apakah Iqbal mengusirmu dari rumah? Atau ada masalah apa? ceritakan yang jelas kepada bapak, Bapak tidak pernah mengajarimu untuk menjadi anak yang cengeng! meskipun kamu seorang wanita, kuatlah Jangan hanya mengandalkan air mata!"Pak Handoko mencoba mengangkat tubuh Almira yang semakin kurus. Pak Handoko sangat kaget saat memegang bahu tersebut yang terkesan seperti tulang yang hanya berbungkus kulit saja. "Apa yang sebenarnya terjadi di rumah tangga mu nduk? Apakah sekali lagi kamu menderita?"Batin Pak Handoko dalam hatinya. "Tatap mata Bapak nduk, ceritalah! tidak semua masalah bisa selesai hanya dengan sebuah air mata!" Pak Handoko berkata kepada putrinya itu seperti sebuah perintah. "Jawablah pertanyaan Bapak tadi, Jangan membuat bapak memiliki praduga yang tidak tidak!" tegas Pak Handoko lagi. Dengan menatap mata bapaknya, seolah kini Almira mendapatkan kekuatan di sana.Dengan gamblang Almira menceritakan tentang masalah rumah tangga yang dihadapinya dia bercerita panjang lebar tanpa ada yang ditutup-tutupi lagi. Semua orang yang mendengarkan cerita Almira secara detail, merasa geram dengan ulah Iqbal. Bisa-bisanya seorang Iqbal yang mereka kenal sangat baik bisa berbuat demikian kepada Almira Putri kesayangan di rumah itu. Banyak yang tidak menyadari bahwa Pak Handoko mencengkram kuat tangannya di kursi yang didudukinya, hati orang tua tersebut sangat panas dan merasa diinjak oleh seorang Iqbal. Meskipun Pak Handoko mengetahui masa lalu dari Iqbal tapi Pak Handoko mau memberi kesempatan kepada Iqbal untuk berubah, apalagi saat diketahui bahwa Almira sangat mencintai Iqbal, tapi kepercayaan yang diberikan oleh Pak Handoko ternyata disalah artikan oleh Iqbal, tentu semua itu sangat membuat Beliau geram dan marah. Bu Aminah yang menyadari perubahan wajah Pak Handoko segera menghampiri suaminya tersebut, Bu Aminah takut jika Pak Handoko akan mengalami serangan jantung, sebab selama ini gejala sakit jantung sudah terdeteksi di diri pak Handoko. "Sabar Pak, nanti kita cari bersama-sama solusi untuk permasalahan Putri kesayangan kita itu, semua tidak akan ada gunanya bila kita marah-marah!" Bu Aminah mencoba menenangkan suaminya dengan mengelus lembut punggung suaminya itu. "Apa yang Ibu harapan dari sikap bapak? Apa Bapak harus menghajarnya? Atau Bapak memisahkan mereka saja? Lelaki tak tahu diuntung seperti Iqbal tak layak memperlakukan Putri kita seperti itu!" ada kilatan amarah di mata Pak Handoko saat mengatakannya. "Untuk sementara ada baiknya kita pura-pura tidak tahu saja dulu tentang masalah yang terjadi antara Almira dan Iqbal, jika Iqbal ke sini kita sambut seperti biasanya saja, tidak terjadi apa-apa! kita beri kesempatan Iqbal untuk menjelaskan semuanya!"usul Bu Aminah atas kebingungan sang suami. "Tapi hati Bapak tidak terima Bu melihat putri kita diperlakukan seperti itu, Andai memang dia tidak lagi membutuhkan Almira kenapa tidak diserahkannya kembali kepada Bapak? Tangan ini masih sanggup menafkahi Almira beserta anaknya!"ucapnya penuh kekecewaan. "Udah malam ada baiknya kalian tidur saja, tak baik begadang sampai larut malam, kamu menginap di sini lagi Aida? Bagaimana dengan rumahmu? Dan bagaimana dengan suamimu? Apakah dia nanti dia marah?" kini giliran Aida yang ditanya oleh Pak Handoko. Aida cengengesan mendengar pertanyaan dari bapaknya, "tadi Aida sudah izin sama ayahnya Nisa Pak, katanya boleh menginap semalam lagi! tapi bila tambah lagi menginapnya, maka suruh membawa semua pakaian Aida dan Nisa sekalian!"meskipun menjawab demikian tapi Aida masih bisa cengengesan di hadapan bapaknya dan itu membuat Pak Handoko naik pitam. "Dasar bocah gemblung, sudah diberi ultimatum begitu dengan suaminya masih bisa bersikap enteng! Malam ini kamu boleh nginap di sini, dan besok pagi kamu sudah harus angkat kaki dari rumah bapak, Bapak tidak mengizinkanmu menginjakkan kakimu di rumah bapak jika suamimu tidak mengizinkan! paham kamu Aida?" Tanya Bapak dengan melotot ke arah Aida.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD