Aida tersenyum mendengar peringatan dari ibunya, Aida faham betul dengan kekhawatiran yang tergambar jelas di mata wanita tua itu.
"Aida titip Nisa ya Bu? Kayaknya dia masih ngantuk, malam ini biar tidur sama ibu dulu ya? Bapak belum pulang kan Bu?" Aida mengangguk sambil menitipkan sang anak untuk diajak tidur bersamanya.
"Mbak Nisa ikut tidur sama nenek ya? Ibu biar tidur sama bulek mu dulu!" Bu Aminah menggandeng cucunya yang masih terlihat ngantuk untuk diajak ke kamarnya dan melanjutkan tidur yang tertunda.
Bu Aminah menggelengkan kepalanya Tak habis pikir dengan anak sulungnya itu, bisa-bisanya Anak yang tidur dibangunkan untuk diajak ke rumahnya, padahal bila mau besok pun bisa ke sininya.
Melihat keadaan sang cucu yang tak bersemangat karena terlihat masih mengantuk timbul rasa iba di hati Bu Aminah. Sesampai di kamarnya, Ia langsung menata tempat tidur untuk segera ditempati oleh sang cucu.
Nisa ini adalah merupakan anak angkat dari Aida, Aida yang pernah gagal dalam berumah tangga dulu memilih mengadopsi anak di usia pernikahannya yang kedua tahun, dia tidak mau karena masalah keturunan akan menghancurkan rumah tangganya lagi, dan kebetulan Nisa itu memang cucu kandung dari Bu Aminah, yang itu berarti Nisa adalah anak kandung dari salah satu anak Bu Aminah.
Nisa terlahir di luar nikah, karena kekhilafan anak bungsu dari Bu Aminah yaitu adiknya Almira yang bernama David.
Demi menyelamatkan status dari anak tersebut Aida memberanikan diri untuk mengasuhnya sebagai anak, toh Aida pikir dia juga berniat untuk mengasuh anak, mungkin itulah jawaban dari doa-doanya, Aida mengasuh anak yang memang masih satu darah dengannya.
***
Pagi pun menjelang, sesuai peringatan dari sang ibu, Aida tidak menanyakan hal apapun kepada Almira malam tadi, dan pagi ini Aida mencecar adik kandungnya itu dengan berbagai macam pertanyaan yang ada di benaknya.
Almira pun menceritakan secara runtut segala permasalahan yang menimpanya, mulai dari permasalahannya dengan suaminya hingga kecelakaan itu terjadi.
Sedang Almira bercerita tentang semua yang masalah yang ada, tiba-tiba datang dua orang yang salah satunya adalah orang yang menabrak Almira Semalam.
Cerita Almira terjeda, baik Almira dan Aida memilih untuk keluar dan menemui kedua tamu tersebut.
Melihat keadaan penabrak yang keadaannya jauh lebih baik dari Almira tapi malah menuntut yang lebih kepada Almira membuat Aida naik pitam.
"Maaf ini motornya mau dibawa ke bengkel mana?"tanya Aida menahan geram.
"Menurut kesepakatan semalam motor akan kami bawa ke dekat tempat kecelakaan semalam!" jawab salah satu pemuda tersebut.
"Tapi saya maunya dibawa di bengkel dekat sini saja! kalau kalian mau silakan, kalau tidak mau terserah, urus urusan masing-masing!"jawab Aida terdengar dingin dan sedikit sombong.
"Tidak bisa begitu dong mbak, mbak ini siapa? kenapa memutuskan hal seperti itu?" protes kedua pemuda itu tidak terima.
"Saya ini kakak dari perempuan ini, perempuan yang sudah kamu tabrak semalam, sudah untung kamu tidak saya tuntut, lihat keadaan adik saya, sekarang bandingkan dengan keadaan mu? apakah masih mau bilang kalau kamu ini korban? Sinting memang kamu itu!" Aida masih bicara dengan gaya sadisnya.
"Tapi kan semalam sudah sepakat Mbak, kenapa sekarang bisa lain lagi? Jangan gitu dong Mbak! ya sudah, bengkel mana aja nggak papa, yang penting motor saya kembali sedia kala, tentang biaya berapapun itu habisnya kita tanggung bersama!" akhirnya pemuda itu mengalah tentang bengkel yang di pilih oleh Aida.
Saat mereka sudah pergi membawa motor Ke bengkel yang dimaksudkan, Aida memutuskan untuk membawa Almira ke rumah sakit untuk diperiksa keadaannya.
Aida sedikit geram dengan cerita yang disampaikan oleh Almira tentang suaminya, ternyata kecelakaan itu bermuara dari perselingkuhan sang suami, lebih parahnya lagi sampai sekarang Iqbal belum juga mengunjungi Almira.
"Kamu ada uang nggak dek untuk periksa?" Tanya Aida kepada adiknya itu.
"Nggak ada Mbak, aku rencananya ingin meminjam dulu sama Mbak Aida, Nanti kalau aku sudah ada, aku ganti Mbak!" jawab Almira.
"Nggak usah pinjam, biar aku mintakan uangnya sama suamimu, kamu diam saja!" terlihat Almira mengernyitkan keningnya saat mendengar ucapan dari sang kakak.
"Apa yang akan Mbak lakukan? tadi Mas Iqbal sudah bilang sendiri sama aku tidak mau membiayai pengobatan ini kok, katanya ini adalah salahku sendiri dan dia tidak mau bertanggung jawab!" jawab Almira keheranan.
"Itu kan ngomongnya sama kamu, lihat aja nanti, jangan panggil Mbak mu ini Aida kalau tidak bisa membuat suamimu membiayai pengobatanmu ini!" Aida berkata dengan mengedipkan sebelah matanya kepada sang adik.
Aida terlihat mengutak-atik hp-nya, sepertinya dia hendak mengirimkan sebuah pesan entah untuk siapa, saat Almira memperhatikan kakaknya itu, Almira mengerutkan keningnya, hendak bertanya tapi takut kena semprot sang kakak.
"Nah lihat, berhasil kan? Suamimu mengirimkan satu juta untuk pengobatanmu kali ini!" Aida memperlihatkan handphonenya kepada Almira untuk dibacanya.
Almira tersenyum saat membaca chat antara suaminya dan kakak kandungnya itu.
"Mbak Aida bisa aja sih, mudah sekali Mas Iqbal memberikan uang kepada Mbak Aida, Mbak Aida tahu? Setiap hari aku hanya dijatah uang belanja sebesar 50 ribu saja, itu pun harus disimpan sebagian untuk tabungan. Lah ini hanya karena Mbak Aida sedikit menyanjungnya uangnya langsung menggelontor sebanyak ini, Mbak Aida tahu? Ini untuk jatahku selama 20 hari!"Almira berkata kepada kakaknya dengan mengacungkan dua jempol nya.
"Aku akui mbak Aida hebat!" lanjut Almira lagi memuji kakaknya.
"Makanya belajar dari kakakmu ini, ingat dek, cinta boleh bodoh jangan!"Aida berkata dengan menunjukkan satu tangannya ke kening.
"Iya deh iya, Aku akan belajar dari kakakku yang satu ini!"Almira menyerah dan mengakui kepintaran kakaknya.
"Nomor rekeningmu mana Dek? Nanti uang ini biar Mbak transferkan saja ke nomor rekening mu, untuk biaya pengobatan ini nanti biar Mbak yang bayar saja!" Aida berkata kepada adiknya tentang nomor rekening untuk pemindahan dana yang baru saja ditransfer oleh Iqbal.
Hasil pemeriksaan dokter sungguh sangat melegakan Almira dan Aida, di sana dokter menerangkan bahwa pembengkakan di wajah Almira tidak sampai ke dalam dan keadaan nya akan pulih setelah 2 minggu, selama 2 minggu itu dokter meresepkan obat yang bisa ditebus di apotek.
Obat dan rontgen yang dijalani oleh Almira hanya menghabiskan sekitar kurang lebih 275.000 saja, dan semua itu ditanggung oleh Aida seperti yang dikatakan Aida tadi.
Pulang dari rumah sakit Aida dan Almira langsung menuju ke rumah Bu Aminah, Almira sengaja tidak pulang ke rumahnya sendiri, karena dia berharap dijemput oleh suaminya Iqbal.
***
"Baiklah Mas, Aku akan memberimu kesempatan sekali lagi! Semoga kamu bisa memanfaatkan kesempatan ini. Andai kesempatan yang aku berikan kepadamu kamu sia-siakan begitu saja, maaf... dengan atau tanpa persetujuan darimu aku akan berlalu dan pergi meninggalkan rumah tangga kita!" ucapan Almira langsung mendapatkan pelukan mesra dari sang suami.
"Terima kasih ya Dek? Terima kasih karena kamu sudah mau memberiku kesempatan sekali lagi, Aku janji aku tidak akan mengulangi kesalahan yang kamu tuduhkan tadi!" dalam pelukannya, Iqbal berkata kepada Almira mengucapkan janji-janjinya.