Bab 2

1013 Words
"Tidak bisa begitu dong Bu, yang salah itu posisinya anak ibu, dia mengendarai motor yang tidak ada lampunya! Bagaimana saya bisa melihatnya? Apalagi kondisinya ini malam, meskipun saya yang menabrak, tapi kesalahan bukan pada saya!" elak pemuda itu. "Aldo, coba aktifkan motor itu di standar tengahnya!" Bu Aminah memberikan perintah kepada menantunya. Tanpa menunggu perintah untuk kedua kalinya, Aldo mengerjakan apa yang diperintahkan oleh sang mertua. Setelahnya Bu Aminah langsung menyalakan motornya kemudian menyalakan lampu yang dikatakan mati oleh pemuda tadi. "Jangan mengada-ada kamu! kalau lampu ini mati, itu apa yang menyala?Atau jangan-jangan Kamu benar-benar buta?" Sinis Bu Aminah yang membuat pemuda itu gelagapan. Rupanya pemuda itu memang sengaja untuk playing victim. "Ya pokoknya saya mau kesepakatan tadi terjadi, Saya mau kedua motor ini masuk ke bengkel, dan biayanya kita tanggung bersama!" ucap pemuda tersebut dengan bodohnya. Padahal kalau dilihat dari kondisi motornya dan motor yang dikendarai oleh Almira tentu biayanya akan lebih banyak dikeluarkan oleh motor yang dikendarai Almira. Dengan tersenyum sinis Bu Aminah pun menjawab. "Kalau biaya motor ini ditanggung bersama, lalu bagaimana dengan pengobatan untuk anak saya? Apakah juga akan ditanggung bersama?" Bu Aminah ingin memastikan sejauh mana kebodohan orang yang ada di hadapannya ini. "Kalau tentang pengobatan anak ibu, itu urusan masing-masing! Saya hanya mau motor yang saya kendarai kembali seperti semula, itu saja kok!" jawabnya pongah. "Oke Deel, besok kalian ke sini, kita akan ke bengkel bersama-sama!" jawab Bu Aminah tegas. Aldo dan Eni terbengong melihat sikap Bu Aminah yang terlihat sangat tegas dan galak, padahal selama ini yang mereka kenal Bu Aminah orangnya sangat lembut dan tidak mudah marah. Pak Handoko suami dari Bu Aminah kebetulan tidak ada di rumah beliau sedang ikut ziarah ke wali songo dan baru keesokan harinya akan pulang. Setelah segerombolan orang itu berpamitan, Bu Aminah pun langsung beristighfar dengan berulang kali. Aldo dan Eni yang menyaksikan itu pun tersenyum, kemudian mendekati beliau dan bertanya. "Ibu hebat loh, Ibu bisa menghadapi segerombolan orang begitu dengan sangat menakutkan! ini tidak seperti itu yang biasanya loh?" Eni berkata dengan memeluk ibunya. Tiba-tiba saja Bu Aminah luruh ke lantai kemudian bertanya kepada mereka berdua. "Apakah ibu berdosa besar dengan berkata sedemikian kasar kepada mereka?" Tanya Bu Aminah menatap ke arah Eni. "Ibu tadi terbakar emosi dengan sikap pemuda bodoh tadi, lha wong jelas-jelas dia tidak apa-apa kok, motornya saja cuma lecet sedikit, kok bisa-bisanya malah meminta ganti rugi sama kita!" terang Bu aminah yang hanya di tanggapi dengan pelukan oleh Eni. "Bodoh atau memang bodoh dia ya? Tentu jika dimasukkan ke bengkel motor kita dan motornya dia akan habis banyak, karena motor kita jauh lebih parah dari motornya!" Ibu masih mengomel tidak percaya. "Sudahlah Bu biarkan saja, biarkan pemuda itu keluar duit banyak untuk biaya motor kita,toh emang dasarnya dia yang salah, dia loh yang menabrak Almira bukannya Almira!" jawab eni menjelaskan. "Sebenarnya tadi kami sudah menyarankan damai dan mengurus urusan masing-masing, eh dianya malah nyolot Ya sudah aku iyain aja apa yang dia katakannya tadi, yang penting kami sudah bisa pulang dulu! tak tahunya dia memang benar-benar bodoh mengejar Kami sampai ke rumah." jawab Eni yang seketika memecahkan gelak tawa Aldo. "Anak itu kayaknya memang bodoh deh, tadi aku sempat dengar kalau dia mengatakan motor yang dia pakai itu bukan motornya tapi motor milik adiknya!" ucapnya masih dengan menahan tawanya. "Ya sudahlah dek, kita tunggu besok saja, kita iyain saja keinginan dia, bengkelnya nggak usah jauh-jauh yang dekat sini saja, biar kita juga bisa pantau seperti apa kerusakan dan kerugian yang akan ditanggung olehnya!"jawab Aldo lagi. "Eni, kamu hubungi kakakmu Aida dulu! biasanya kan kakakmu akan sigap kalau mendengar adik kesayangannya sedang kena musibah seperti ini!" Bu Aminah memerintahkan Eni untuk menghubungi aida yang tinggal jauh dari rumah beliau. Aida ini merupakan Kakak tertua dari empat bersaudara tersebut, dia tinggal di rumah suaminya yang beda kecamatan dengan tempat tinggal Bu Aminah, tapi jika diukur dengan jarak dari rumah Bu Aminah maka rumah aida sama jauhnya dengan rumah yang ditempati oleh Almira. Eni pun segera menghubungi kakaknya aida, "assalamualaikum Kak, Almira adik kesayangan kakak kecelakaan barusan, besok pagi kakak ke rumah Ibu ya? coba nanti kakak bawa Almira untuk melakukan rontgen ke rumah sakit, mukanya bengkak separuh!" Eni menyapa ke sang kakak tanpa memberi sang kakak kesempatan untuk menjawab salam yang diucapkannya. "Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh, kenapa bisa Almira kecelakaan? Dia sendiri atau sama suaminya? Kamu ini juga aneh loh Dek kenapa pula kak aida yang kamu hubungi? Harusnya kamu tuh menghubungi suaminya, kalau memang suaminya tidak sedang berada di sisi Almira!" kini giliran Aida yang berbicara panjang lebar memarahi adiknya itu. Aida sedikit bingung kenapa yang dihubunginya malah dirinya dan bukan suami dari adiknya itu, ada perasaan takut kaget dan juga gelisah saat mengetahui adiknya itu kecelakaan, tapi di hatinya timbul sedikit kecurigaan kenapa malah dirinya yang dihubungi?. Tak mau menduga-duga tak jelas, Di tengah malam tersebut Dia segera menstarter motornya untuk menuju kediaman Ibunya setelah sebelumnya dia membangunkan putrinya untuk ikut bersamanya, aida sedikit tidak tenang takut apa-apa terjadi kepada adiknya itu. Padahal perjalanan dari rumahnya ke rumah Bu Aminah melewati persawahan dan juga jalan yang lumayan sepi, tapi aida tidak memikirkan semua itu, yang ada di pikirannya, dia ingin segera tahu keadaan adik tersayangnya. Aida memiliki seorang putri bernama Nisa, Anisa ini berusia 8 tahun, dan kebetulan bersekolah di dekat rumah Bu Aminah. Kurang lebih 15 menit Aida pun sampai di rumah Bu Aminah, dengan tergesa-gesa dia turun dari motornya kemudian mencari keberadaan sang adik. "Assalamualaikum!"Aida mengucapkan salam Saat memasuki rumah ibunya. "Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh!" Bu Aminah menjawab salam dari anak tertuanya itu, kemudian Aida mencium takzim tangan sang ibu yang sudah mengeriput itu. "Almira mana Bu? Terus, Arka bagaimana? Terus suaminya Iqbal di mana? Bagaimana bisa kecelakaan Bu?" Aida bertanya kepada bu Aminah. "Kamu itu loh, kalau nanya mbok ya satu-satu, ibumu ini harus menjawab yang mana dulu?" Bu Aminah dengan pertanyaan anaknya yang banyak itu. "Sudah sana temui dulu adikmu ada di kamarnya, ini sudah malam kalau mau nanya apa-apa besok saja, kalau dia sudah tenang!" Bu Aminah memperingatkan anak sulungnya yang memang terkenal dengan ketidaksabarannya, apalagi bila itu menyangkut tentang Almira.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD