Bab 15

2578 Words
Sebastian begitu marah pada wanita itu – pada semua sikap palsunya dan rahasia yang tidak pernah disampaikan Greta. Bahkan wanita itu tidak memberinya penjelasan apapun tentang apa yang baru saja terjadi. Wanita itu mengabaikannya begitu saja seolah pendapat Sebastian tidak penting – wanita itu merebut kesempatannya untuk memilih – untuk menentukan bagaimana hubungan mereka akan berlanjut. Terutama Sebastian merasa kecewa ketika Greta tidak berusaha meluruskan kekacauan yang baru saja diperbuatnya. Namun apakah Sebastian bisa membenci wanita itu? Terkutuklah Greta! Sebastian ingin sekali membencinya, memaki karena telah menyudutkannya dalam situasi itu, dan bahkan mengacaukan semua penyamarannya. Sebastian seharusnya malu karena ia sendiri terlalu menyukai wanita itu untuk dapat membencinya. Faktanya, terlepas dari kemarahannya terhadap Greta, Sebastian lebih membenci fakta bahwa ia benar-benar buta akan situasi itu, dan apa yang disampaikan Greta terus terngiang-ngiang dalam benaknya sekalipun kabut amarah mengaburkan pandangannya untuk dapat berpikir jernih. Kumohon maafkan aku. Maafkan untuk apa? Untuk datang pada tengah malam dalam keadaan nyaris telanjang dan menggoda Sebastian? Untuk apa? Sebastian merasa geram, dan semakin geram lagi ketika jawaban itu tidak pernah muncul dalam benaknya – kecuali jika ia berbicara langsung dengan Greta, tentu saja. Namun untuk saat ini, egonya terlalu besar untuk melakukan itu. Pikirannya kalut dan karenanya ia terjaga sepanjang malam. Arthur tidak akan senang ketika mendengarnya. Greta secara tidak langsung membuat Sebastian menodai kepercayaannya. Setelah ini, ia mungkin hanya akan membawa masalah besar ke hadapan laki-laki itu. Sebastian sulit untuk memikirkannya, namun setelah lama berada dalam lingkaran orang-orang dalam kalangan ton, Sebastian cukup yakin bahwa berita itu akan segera menyebar dan menyeret nama Arthur dalam masalah besar. Itulah akibatnya jika ia mendahulukan hasrat ketimbang kewarasannya. Apapun yang direncanakan Greta, Sebastian secara tidak langsung turut andil berperan dalam rencana itu. Ia lah yang pertama kali menarik wanita itu mendekat. Semua dilakukan karena ia menuruti hasratnya terhadap wanita itu. Dan sekarang Sebastian baru menyadari bahwa ia tidak benar-benar tahu dengan siapa ia berurusan. Seandainya Sebastian bisa menahan diri untuk tidak menunjukkan ketertarikannya dengan begitu jelas – seandainya ia tidak pernah mengajak Greta dalam pertemuan rahasia itu – seandainya Sebastian tidak berbicara padanya – seandainya dan seandainya. Tapi nasi sudah terlanjur menjadi bubur. Tidak ada yang dapat disesali dan Sebastian bukanlah seseorang yang tumbuh besar dalam penyesalan. Lagipula, Sebastian sama sekali tidak merasa rugi. Ia memang menginginkan Greta sebesar itu. Dalam dua hari terakhir sejak pertemuan terakhir mereka, Sebastian begitu tersiksa oleh bayangan untuk berada lebih dekat dengan wanita itu, seperti ketika mereka berkuda bersama: punggung Greta menekan dadanya, b****g wanita itu berada persis di dekat pusat gairahnya. Sebastian suka ketika ia bisa menghirup aroma kulit Greta yang harum dari dekat, suka ketika melihat sepasang mata hazel itu berbinar-binar saat menatapnya. Sebastian tidak pernah merasakan desakan keinginan untuk memiliki seseorang lebih besar sebelum ia mengenal Greta. Malam di pesta dansa ketika ia melihat Greta berdiri sendirian di sudut ruangan dengan pakaian yang menonjolkan setiap sudut tubuhnya yang sempurna. Kecantikannya begitu memikat, rasanya sulit untuk tetap berusaha mengabaikannya begitu saja. Tapi ketertarikan Sebastian terhadap wanita itu lebih dari ketertarikan fisik semata, dan karenanya Sebastian merasa begitu peduli. Greta mengatakan dengan tegas bahwa ia hanya menginginkan seorang pria keturunan bangsawan, dan dalam situasinya saat ini Sebastian tidak bermaksud untuk mengambil keuntungan sedikitpun dari wanita itu. Akan terasa menyiksa jika ia harus menjauhi Greta dan meredupkan ketertarikannya, tapi akan lebih menyiksa lagi jika Sebastian secara sadar mengambil keuntungan dari wanita itu. Sebastian akan menyambut Greta dengan kedua tangan terbuka lebar hanya ketika Greta benar-benar menginginkannya sebagai siapa adanya dia. Namun, malam ini, Greta meledek semua keyakinannya itu dengan kasar, tanpa izin, tanpa penjelasan. Rasanya seperti sebagian dari dirinya dirampas oleh seseorang yang begitu ia perhatikan, dan karena hal yang sama, rasa sakitnya berkali-kali lipat lebih mengerikan dari yang pernah ia rasakan. Kedua matanya yang kelelahan karena tidak mendapatkan tidur yang cukup terus menatap keluar jendela, jari-jarinya mencengkram birai jendela dengan kuat sementara itu ia mengamati kereta kuda sudah disiapkan di bawah sana. Seluruh barang-barangnya sudah dikepak dengan rapi, dan ia bersiap untuk pergi lebih awal. “Apa kau berusaha menghinaku, Cleveland? Di rumahku sendiri?” tanya William yang masuk dalam keadaan marah ke dalam ruangan itu. Sebastian sama sekali tidak berusaha untuk menenangkan laki-laki itu disaat emosinya sendiri sedang kacau. Ia sama sekali tidak berbalik menatap sang earl dan hanya berdiri mematung menatap keluar jendela. “Greta Summers bersahabat baik dengan adikku, dan aku sudah mengenalnya selama dua belas tahun. Dia sudah seperti keluargaku dan aku tidak bisa diam begitu saja ketika kau berbuat semaumu pada wanita itu.” “Maka lakukan apa yang perlu kau lakukan, William,” timpal Sebastian, merasa lelah bahkan untuk menyanggah tuduhan itu. “Aku ingin penjelasan..” “Tidak ada yang bisa kujelaskan..” “Apa maksudnya itu?!” William tampak frustrasi. “Kau mau aku percaya itu terjadi begitu saja tanpa ada penjelasan apapun? Kau tahu Lady Huxley dan teman-temannya melihat kalian.. apa kau tahu apa yang bisa saja terjadi setelah ini..” “Aku tahu!” Sebastian berseru keras, nyaris meneriakkan kalimat itu dengan frustrasi. Kini ia menatap William dengan wajah merah dan kelelahan. “Lalu kenapa kau melakukannya? Setidaknya, bisakah kau mengatakan padaku tentang hubunganmu dengan..” “Tidak ada hubungan!” “Jadi kau mengambil keuntungan darinya? Itu membuatku semakin marah mengetahui kalau kau berusaha mengambil keuntungan darinya. Sialan, tidak bisakah kau memilih wanita lain? Kukatakan padamu kalau Greta sudah seperti keluargaku. Sekarang kau menodai reputasinya, dan hanya Tuhan yang tahu berita apa yang mungkin sudah tersebar tentang kalian.” Sebastian memejamkan kedua matanya sembari mengepalkan tangan dengan kesal. Ia menatap sang earl lama tanpa mengatakan apa-apa. Sementara William terus berbicara, ucapannya terdengar seperti angin lalu di telinganya. Orang-orang disana sudah menyudutkan Sebastian, itu hanya masalah waktu sebelum rumor tentang kejadian itu melebar dan mengancam reputasi wanita itu. Greta yang malang. Kenapa Greta mau melakukan hal itu pada dirinya sendiri. Mengingat rentetan kejadiannya, Sebastian cukup yakin kalau Greta melakukan semua itu secara sengaja. Tapi pertanyaannya adalah mengapa? Mungkin jawabannya terletak pada kalimat yang disampaikan Greta sebelumnya: kumohon maafkan aku. Sebastian mengerang dengan frustrasi ketika ia tidak juga mendapatkan jawabannya. Bahkan saat kereta kuda itu sudah membawanya pergi meninggalkan Housted Hill, Sebastian tidak bisa berhenti menatap ke arah tebing-tebing tinggi itu dan memikirkan Greta. Ia tidak berpamitan atau bahkan berpapasan dengan wanita itu tadi. Sebastian pergi dengan terburu-buru. Satu-satunya hal yang terbesit dalam benaknya saat itu hanyalah bagaimana ia dapat menemui Athur untuk menjelaskan situasinya, sebelum pria itu mendengarnya dari orang lain. - “Dia sudah pergi,” ucap Daphne dengan sedih. Greta berdiri memunggungi sahabatnya di depan kaca jendela tinggi dan menyaksikan Cleveland pergi dengan terburu-buru menaiki kereta kuda. Wajahnya terasa panas oleh rasa sedih sekaligus kekecewaan setelah melihat hal itu. Meskipun tahu bahwa semua itu adalah kesalahannya, Greta benar-benar berharap Cleveland bersedia menemuinya, setidaknya ia berharap laki-laki itu akan berbicara dengannya. Namun, bahkan sebelum cahaya matahari sepenuhnya membanjiri seisi lahan di Housted Hill, Cleveland justru berpaling pergi begitu saja, meninggalkan semua yang pernah terjadi disana. Laki-laki itu mungkin merasa dipermalukan, atau bahkan marah – tentu saja Cleveland marah. Hanya saja, kepergiannya sama sekali berada di luar antisipasi Greta. Sekarang setelah semuanya sudah terjadi, Greta tidak tahu apakah laki-laki itu bersedia menemuinya lagi atau tidak. Dan di saat seperti itu, Greta tidak sanggup lagi memikirkan utang-utang keluarganya. Kesedihan dan rasa sakit hati begitu menyelubunginya saat ini, membawa awan gelap dalam hidupnya yang seolah-olah menjamin bahwa setelah semua itu, cahaya tidak akan pernah menghampiri hidupnya lagi. Greta menangis semalaman. Kedua matanya sembab dan Daphne dengan setia duduk disana menemaninya. Wanita itu membiarkan Greta membaringkan kepala di pundaknya kemudian membisikkan kalimat-kalimat menenangkan yang meskipun tidak akan mengubah keadaan, tetap mampu menentramkan hatinya. Greta merasa bersalah padanya. Ia tidak pernah tahu kalau membohongi sahabatnya akan terasa sesulit itu. Awalnya ia hanya berpikir bahwa ia tidak akan melibatkan Daphne dalam rencananya. Daphne tidak perlu tahu masalah yang sedang ia hadapi bersama para penagih utang sehingga wanita itu tidak akan menjauhinya. Namun, Greta mungkin salah besar ketika mengambil keputusan itu. Daphne sama sekali bukan wanita yang akan menjauhinya. Mereka sudah berteman akrab selama dua belas tahun terakhir dan Greta menyalahi dirinya sendiri karena masih berpikir Daphne akan meninggalkannya disaat-saat Greta begitu membutuhkannya. “Greta, kumohon katakan sesuatu!” pinta Daphne dengan pelan. Wanita itu kini berjalan menghampirinya kemudian menjulurkan satu tangan untuk menyentuh pundaknya. “Kau tidak megatakan apa-apa sejak semalam, itu membuatku sangat khawatir. Apakah Cleveland menyakitimu?” Sementara kereta kuda yang ditumpangi Cleveland sudah bergerak menjauhi Housted Hill, Greta menghapus air matanya yang sekali lagi jatuh di atas wajah. Ia melipat kedua di atas tubuhnya dan meremas pakaiannya dengan erat. Langit di luar sana cerah, embun yang membasahi rumput di halaman depan telah mencair, sementara para pelayan sibuk memulai aktifitas mereka. Semuanya tampak normal, kecuali karena sekarang Greta tidak melihat batang hidung Cleveland disana. Hatinya seakan tertusuk oleh fakta bahwa Greta benar-benar menyukai laki-laki itu, terlepas dari semua rencana busuk yang telah ia rencanakan untuk menjebaknya. “Sayang..” Kini Daphne memutar tubuhnya dan pada saat Greta berdiri berhadapan dengan wanita itu, isak tangisnyapun kembali pecah. Daphne memeluk Greta erat sembari membimbingnya ke atas kasur. Disana Daphne mengusap pundaknya selagi berusaha menenangkannya. Pandangan Greta sudah kabur pada saat itu. Ia cukup yakin kalau wajahnya yang memerah tampak kacau setelah menangis semalaman. “Oh Greta.. jangan khawatir.. Jika dia benar-benar menyakitimu, William tidak akan diam saja..” “Tidak..” Greta melepas diri dari sang Lady. Tubuhnya di tegakkan dan meskipun suaranya terdengar serak, ia berusaha untuk berbicara. “Ini bukan kesalahannya.” Daphne mengernyitkan dahinya. “Apa? Aku tidak mengerti maksudmu.” Keheningan sempat menyelimuti mereka. Greta membutuhkan waktu untuk berpikir, dan Daphne dengan sabar menunggunya. Ia benar-benar ingin menyudahi semua kebohongan itu. Hal itu mungkin akan meringankan sedikit beban di pundaknya. Greta tidak peduli jika Daphne benar-benar akan membencinya setelah ini. Hidupnya sudah hancur, Greta tidak ingin memperparah semua itu dengan terus membohongi sahabatnya – wanita yang begitu ia pedulikan setelah adiknya. “Aku ingin mengatakan sesuatu padamu.” “Kau boleh mengatakan apa saja padaku.. apa ini tentang Cleveland?” “Ya, dan.. lebih dari itu.” “Ceritakan saja.” “Kau mungkin tidak akan menyukai ini, dan kau mungkin akan membenciku..” “Jangan berusaha mengeja apa yang harus dan tidak harus kurasakan, Greta!” Daphne menentangnya dengan keras, kemudian ekspresinya melembut saat wanita itu meletakkan kedua tangannya untuk meremas punggung tangan Greta. “Aku ingin mendengar semuanya.” Greta menelan liur kemudian akhirnya menceritakan semua itu. Ia tidak berusaha menutupi kebenarannya sedikitpun termasuk masalah utang-utang keluarganya, pada Daphne. Ia melihat Daphne sesekali bereaksi dengan mengerutkan dahi atau menautkan alisnya. Greta berpikir ia akan melihat amarah dalam raut wajah itu, namun nyatanya Greta hanya melihat rasa simpati yang terlukis jelas disana. Daphne tidak membencinya, malahan setelah menceritakan semua itu, Daphne menariknya mendekat kemudian memeluknya erat. “Kenapa kau tidak mengatakan semuanya padaku sejak awal? Aku bisa saja membantumu dan kau tidak harus berusaha sendirian. Kau tidak perlu melakukan semua itu.. dan sekarang, setelah Huxley melihat kalian, aku tidak tahu apa yang mungkin akan dia tulis di kolom surat kabar.. Ya Tuhan, Greta! Aku benar-benar kesal kau tidak pernah memberitahunya padaku..” “Aku tahu, aku minta maaf. Keadaannya menjadi semakin buruk selama dua tahun terakhir. Dan Eloise.. dia sakit parah, sebagian besar uang yang kami punya harus kuugunakan untuk kepentingan berobatnya. Aku tidak mau melihat dia..” Greta menunduk, pundaknya berguncang, tangannya bergetar, dan air matanya kembali merebak. “.. aku tidak ingin melihatnya sekarat. Dia satu-satunya keluarga yang kumiliki sekarang.” “Aku juga keluargamu, dan aku akan membantumu, jangan lupakan itu!” “Aku benar-benar malu untuk mengatakan semua ini padamu. Aku takut kau akan membenci atau meninggalkanku setelah mengetahui kalau orangtuaku..” “Aku tidak peduli!” Daphne bersikeras. “Mereka orangtuamu, bukan berarti kau sama jahatnya seperti mereka. Kau sudah menanggung beban ini sendirian selama bertahun-tahun. Dan kakakmu James.. dia benar-benar sampah! Aku tidak tahu bagaimana mungkin dia bisa meninggalkan kalian dalam keadaan seperti ini.” “Aku merasa sangat buntu,” Greta mengakui. “Aku tidak berpikir panjang tentang apa yang kulakukan semalam.. aku benar-benar..” “Aku mengerti, sayang..” “Sekarang dia benar-benar marah padaku. Aku benar-benar telah mengacaukan semuanya.” Daphne duduk diam disana, tampak kebingungan dan bersimpati. Kedua tangannya terus menggenggam Greta dengan erat, seolah-olah wanita itu juga ikut merasakan kesedihan yang sama. Dan setelah lama terdiam, Daphne mengangkat wajahnya untuk berkata, “apakah kau tidak pernah mempertimbangkan untuk menikahi Will?” Greta mengangkat wajahnya dengan kaget seolah-olah ide itu terdengar sangat konyol sekaligus tidak masuk akal, meskipun hal itu bisa saja diterima. “Apa? Tidak! Kau dan William sudah seperti keluargaku. Aku menganguminya sebagai sosok kakak dan tidak lebih dari itu.” “Tapi dia bisa saja mengeluarkanmu dari semua masalah itu. Dia pewaris gelar dan harta milik kedua orangtuaku. Dia akan membebaskanmu dari utang-utang itu..” “Daphne..” Greta berbicara pelan. “Aku tidak akan menikahi Will karena aku membutuhkan uangnya. Seperti yang kukatakan padamu, kalian sudah seperti keluargaku dan aku sama sekali tidak berniat untuk memanfaatkan kalian untuk membebaskanku dari masalah ini.” Bagaimana dengan Cleveland? Greta nyaris bisa mendengar suaranya sendiri berbicara. Wajahnya memucat dan darahnya berdesir keras. Benarkah ia sudah memanfaatkan Cleveland untuk keluar dari masalahnya? Greta tidak yakin lagi sekarang. “Ini benar-benar kacau!” Daphne memprotes. Sang lady beranjak dari atas kasur dan bergerak mondar-mandir di ruangan itu. “Aku akan mencari cara untuk berbicara pada orangtuaku dan meminta mereka untuk membantumu..” “Tidak, tolong, jangan!” Greta berjalan cepat mendekati Daphne kemudian meraih kedua tangannya. “Aku ingin kau merahasiakan semua itu dari siapapun termasuk William. Mereka tidak perlu mengetahui masalah keluargaku..” “Tapi kau membutuhkan uang itu..” “Tidak dari keluargamu. Aku akan mencarinya sendiri selagi aku masih bisa..” Kedua alis Daphne terangkat. “Dengan menodai reputasimu?” Wajah Greta tiba-tiba memerah dengan malu. “Aku akan melakukan apapun yang perlu dilakukan.” Kini Daphne melembut, bahkan kesedihan terlukis jelas di wajahnya yang cantik. “Oh, Greta.. kau tahu kau tidak harus bersikap sekeras itu pada dirimu sendiri. Akan ada banyak orang-orang yang mau membantumu. Aku dan William akan membantumu..” “Aku tahu. Aku percaya itu, tapi tidak dalam hal ini. Aku akan berusaha melakukan sebisaku.” “Kau harus berjanji untuk mengatakan padaku jika kau membutuhkan sesuatu.. dan Ellie..” “Aku akan. Aku janji.” “Jadi bagaimana dengan Cleveland? Apa rencanamu setelah ini?” Greta menggeleng pelan, kemudian berjalan mendekati kopernya yang sudah siap di dekat ranjang. “Aku tidak tahu, aku belum memikirkan apa-apa soal itu. Kalau dia membenciku, itu tidak masalah, memang sudah seharusnya begitu. Aku akan melanjutkan hidupku..” “Seolah-olah semua itu tidak pernah terjadi?” Greta menatap Daphne dan tertegun. Kemudian, kepalanya mengangguk pelan. “Seolah semua itu tidak pernah terjadi,” Greta membeokan. “Bagaimana jika Huxley menulis sesuatu di surat kabar tentang skandal itu?” “Aku tahu dia akan menulisnya..” “Jadi apa yang akan kau lakukan?” Daphne tampak frustrasi, tapi Greta sudah begitu kelelahan untuk bereaksi atas semua kemungkinan-kemungkinan buruk yang dapat terjadi padanya. “Biarkan semuanya seperti itu dan kita lihat apa yang terjadi selanjutnya.” Sama sekali bukan sebuah solusi, tapi apa yang benar-benar bisa memperbaiki situasi itu. Semuanya sudah terlanjur terjadi. Rasanya hidupnya tidak akan sama lagi setelah ini, tapi Greta sudah tidak peduli. Pada detik itu ia hanya ingin kembali ke rumahnya, bertemu dengan Eloise – Ellie, mengubur wajahnya di atas kasur dan menangis keras.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD