MENCOBA MELUPAKAN

1256 Words
“Loh … loh, ini anak ibu mau pergi ke mana? Tiba-tiba beres-beres masukin baju ke dalam koper?” tanya Dahlia saat masuk ke kamar anaknya, dan mendapati Zevannya tengah memasukkan beberapa lembar baju, dan keperluan lainnya pada koper kecilnya. “Tadi rencananya setelah ini Zeva mau bilang sama bapak dan ibu, kalau besok Zeva mau pergi sama Nasya ke kebun the keluarganya. Kebetulan liburnya besok lumayan panjang.” Zevannya memberitahukan niatnya untuk pergi liburan bersama Nasya kepada ibunya. Wanita itu membutuhkan suasana baru untuk melupakan kejadian malam itu. Semenjak dia tidur satu ranjang dengan Adrian dalam pergulatan gila. Pikiran Zevannya terus terhubung ke lelaki itu. Rasa nyaman dari dekapan mantan suaminya itu seperti bayangan yang terus mengikutinya. Bahkan sekali waktu Zevannya harus merasakan kerinduan yang dia tahu tidak aka nada penawarnya. Dia sendiri yang meminta lelaki itu untuk tidak menampakkan diri di hadapannya. “Ya sudah, kalau kamu niatnya begitu. Kapan kalian berangkat? Di sana hati-hati, jangan bertingkah semaunya, Zeva. Bagaimana pun juga, kalian itu ada di daerah orang.” Ibunya memberikan masukan. “Iya, Bu. Tenang saja, Zeva pasti akan menjaga sikap di sana. Rencananya nanti satu jam lagi kami berangkat, Bu. Aku akan jemput Nasya. Kami bawa mobil sendiri.” “Jangan lupa bawa baju hangat, jaket, sama vitamin, Ze. Kamu itu gampang sakit kalau kena udara dingin. Jangan samakan di sana dengan di daerah kita. Di pegunungan udaranya jauh lebih rendah.” Dahlia pasti akan banyak mengingatkan Zevannya soal itu kalau anak gadisnya akan pergi jauh. Bukan tanpa alasan, Zevannya merupakan penderita hipotermia rendah. Dia tidak bisa terlalu lama terpapar udara dingin. Suhu tubuhnya bisa langsung turun drastis kalau sampai itu terjadi. “Iya, Bu, Iya. Makasih ya, ibu udah perhatian banget sama Zeva. Sayang deh, sama Ibu.” Zevannya memeluk ibunya sekilas, dan menghadiahi perempuan itu sebuah kecupan sayang di pipinya. Satu jam kemudian, Zevannya benar-benar berada di depan tempat tinggal Nasya. Sekretarisnya itu sudah menunggu. Dia langsung masuk ke dalam mobil, dan Zevannya segera melajukan kendaraannya. Perjalanan mereka menuju puncak pun dimulai. “Bu, saya senang karena akhirnya kitab isa liburan bersama. Setidaknya, dalam tiga hari kedepan kita bebas dari semua file kerjaan, juga klien-klien yang banyak maunya. Kita bisa rileks, menikmati suasana perkebunan teh seperti seorang pengangguran,” ucap Nasya yang tampaknya sangat senang dengan acara liburan mereka. “Santai hanya berlaku untuk kamu, Nasya. Saya tetap membawa laptop untuk berjaga-jaga. Saya juga baru ingat kalau ada beberapa file lagi yang belum saya periksa. Tapi setidaknya, saya juga senang berkesempatan liburan seperti ini. Saya harus mengembalikan kewarasan saya.” Lebih tepatnya, Zevannya membutuhkan liburan kali ini untuk mengusir bayang-bayang Adrian dari hidupnya. Dia tidak tenang selama bayangan lelaki itu terus membuntutinya ke mana-mana. Seolah di matanya hanya ada wajah Adrian seorang. “Memangnya selama ini Ibu gila? Sebenarnya Bu Bos hanya butuh pendamping. Ada kalanya wanita mandiri seperti Ibu juga perlu bersandar pada pundak seseorang, Bu.” “Ya … sebenarnya kamu tidak salah, Nasya. Hanya saja perasaan saya sudah mati. Rasanya kalau bukan Adrian, saya tidak bisa membuka hati.” Zevannya mengungkapkan apa yang dia rasakan. “Ya makanya, Ibu coba ketemu sama pak Adrian, terus meluruskan apa yang terjadi di masa lalu kalian. Siapa tahu sebenarnya kalian berdua hanya salah paham. Kalau Ibu tidak mau bicara sama pak Adrian langsung, biar saya yang cari keberadaan dia, atau utus saya ke mana saya bisa menemukan pak Adrian. Ibu pasti tahu kan, di mana pak Adrian tinggal?” “Mungkin nanti, Nasya. Setelah kejadian malam itu, saya benar-benar tidak ada muka kalau harus bertemu dia. Membayangkan saya bertingkah begitu aktif di ranjangnya sudah membuat saya malu setengah mati.” “Bu, saya justru yakin pak Adrian tidak mungkin menganggap Ibu memalukan. Kalian itu mantan suami-istri, sebelum berpisah kalian pasti sudah sering melakukan hubungan biologis. Pak Adrian pasti hanya akan menganggap kalaukalian mengulang apa yang sudah pernah kalian lakukan di masa lalu.” Nasya mencoba mengutarakan teorinya. Memang mereka sudah pernah menikah, tetapi setelah sepuluh tahun bercerai, lalu bertemu di atas ranjang dalam situasi super panas, tidak bisa membuat Zevannya menganggap kalau itu hal yang biasa. “Saya tidak peduli bagaimana penilaian Adrian terhadap saya, Nasya. Saya yang tidak siap bertemu dengan dia dalam waktu dekat.” “Ya sudah, lebih baik lupakan dulu pak Adrian beberapa hari ini. Kita nikmati liburan ini, dan kembali bekerja dalam keadaan pikiran yang fresh. Siapa tahu nanti di sana kita bertemu dengan seseorang yang bisa kita jadikan kekasih.” Di kebun teh mana ada laki-laki muda? Kebanyakan yang bekerja pasti ibu-ibu, sama bapak-bapak. Kamu ini, pikirannya ke sana terus.” “Maklum, Bu. Efek kelamaan jomblo, akhirnya ya jadi gini,” ucap Nasya sambil terkekeh. Sementara Zevannya hanya menggeleng heran dengan sang sekretaris. Beberapa jam kemudian, mereka sampai di tempat yang dituju. Sebuah villa sederhana milik keluarga Nasya menyambut mereka. Di sana ada yang membersihkan villa itu setiap hari. Hanya saja, orang yang membersihkan villa selalu pulang ke rumahnya setelah tugas mereka selesai. Nasya membawa kunci cadangan villa tersebut, jadi mereka tidak perlu mencari keberadaan penjaga villa untuk masuk. “Selamat datang di villa keluarga saya, Bu Bos. Semoga betah ya di sini. Maaf ya, Bu Bos … villanya tidak sebagus rumahnya Bu Bos. Tapi tenang, di sini tidak ada tikus ataupun kecoa,” celoteh Nasya saat dia membukakan pintu untuk Zevannya. “Saya tidak masalah, Nasya. Villa ini juga cukup bagus. Furniture yang kebanyakan berbahan kayu seperti ini justru memberi kesan klasik yang menenangkan. Asal aman dari orang jahat saja sudah cukup.” “Tenang saja Bu Bos, di sini keamanan terjamin. Bu Bos tidak perlu khawatir. Ayo saya tunjukkan kamar kita. Nanti masalah barang-barang, biarkan saya yang mengurus. Nasya menggandeng tangan Zevannya, dan membawa wanita itu ke kamar yang akan mereka tempati selama mereka berada di villa tersebut. Zevannya tidak ada pilihan selain mengikuti langkah sang sekretaris. Dia juga sudah sangat lelah setelah menyetir selama berjam-jam menuju ke sana. Mereka berdua kini berdiri di sebuah kamar berdaun pintu ganda khas bangunan kuno. Di daun pintu bercat coklat itu terukir gambar sepasang naga. Perlahan, Nasya membuka dua daun pintu tersebut, dan sebuah kamar berukuran lumayan besar terhampar di hadapan mereka. Sebuah ranjang besar yang terbuat dari kayu jati berada di dalam sana. Di atasnya ada sebuah kasur yang cukup lebar. Di atasnya terpasang kelambu. Zevannya merasa tengah berada dalam drama kolosal sekarang. Belum lagi bentuk dari meja dan cermin rias yang ada di sudut ruangan. Hal itu mengingatkan dia dengan beberapa film horror yang pernah dilihatnya. “Silakan istirahat dulu, Bu Bos. Saya akan memasukkan barang-barang, dan mempersiapkan makan siang. Karena tadi saya lupa bawa bahan makanan, jadi nanti saya akan ke warung untuk membelinya. Bu Bos santai saja. Nanti kalau semua sudah selesai, saya akan memanggil Bu Bos untuk makan bersama.” “Terima kasih banyak, Nasya. Maaf ya, Saya tidak bisa membantu, soalnya saya benar-benar capek sekali.” “Tidak masalah, Bu Bos. Selamat beristirahat.” Nasya keluar dari kamar itu, dan kembali menutup daun pintu ganda tersebut. Dia berjalan kea rah luar, memasukkan semua barang yang ada di dalam mobil, setelah itu, dia pergi ke warung yang letaknya lumayan jauh dari villa untuk membeli bahan makanan. Nasya pergi ke warung menggunakan motor yang memang selalu ada di villa tersebut. Saat melalui jalan setapak kecil di antara perkebunan yang jaraknya sudah lumayan jauh, Nasya merasa melihat seseorang yang sangat familiar. Sebaliknya, sosok itu juga mengenali Nasya, dan balas memandanginya. Gadis itu pun berhenti tepat di hadapan orang yang tak asing itu untuk memastikan. “Kamu?” “Pak Adrian?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD