"Halo calon menantu Mama.." Mrs. Lantawi menyambut kedatangan Shaneen dan Sasilia. Ia terlihat sangat ceria dan hangat seperti biasa.
Shaneen nyaris memanggil dengan sebutan Tante, tapi tak jadi karena ingat ia sudah pernah dimarahi Mrs. Lantawi karena hal itu.
"Panggilnya Mama, jangan Tante. Mama nggak mau ngerasa kayak orang jauh sama calon menantu Mama.." begitulah yang Mrs. Lantawi katakan.
"Ma, aku boleh nanya?" Shaneen selalu menjadi dirinya. Ia orang yang to the point.
"Boleh dong, Sayang. Shaneen mau tanya apa?" Mrs. Lantawi sibuk meminta pegawai butik untuk memeriksa dress mereka.
"Keluarga Nata gimana?"
Aktivitas Mrs. Lantawi terhenti seketika. Sasilia melotot mendengar pertanyaan putrinya itu.
"Shaneen.."
"Nggak apa-apa, Ly. Namanya anak muda, ya wajar penasaran. Shaneen juga calon istri Yasa jadi dia berhak tau soal ini." Mrs. Lan tersenyum pada calon menantunya itu. "Kami masih berteman baik sama keluarga Nata. Mama juga masih bertemu sama Mamanya karena kami ada di dalam kelompok kegiatan yang sama. Nggak ada masalah karena sejak awal perjodohan Yasa dan Nata memang sudah ada kesepakatan. Kalau memang salah satu pihak ingin membatalkan maka tak ada masalah. Selama alasannya jelas dan tidak merendahkan yang lainnya."
"Jadi Mama pake alasan apa batalin perjodohannya?" tanya Shaneen dengan hati-hati.
Mrs. Lan tersenyum semakin lebar. "Yasa bilang dia jatuh cinta sama perempuan lain. Sebenarnya semuanya masih proses, tapi karena dari keluarga sudah mendesak ingin menjodohkannya dengan Nata, makanya Yasa akhirnya ngenalin Shaneen sama kami."
Shaneen hampir mengeluarkan isi perutnya. Jatuh cinta sama perempuan lain? Dirinya? Yang benar saja. Jangankan cinta, ketertarikan saja tak bisa Shaneen lihat ada di mata Yasa. Agak kelewatan rasanya kalau menyebut cinta.
"Tapi dari awal Yasa bilang kalau dia belum dapetin Shaneen, katanya cintanya cuma sebelah pihak. Makanya Mama agak shock waktu Shaneen mau terima lamaran kami. Mama bahagia banget."
Menerima? Lebih tepatnya Shaneen dipaksa menerima. Sampai detik ini Shaneen tak tahu sebenarnya apa motif Yasa menikahinya. Ya terlepas dari alasan ingin menghindari perjodohan dengan Nata. Shaneen sudah katakan berkali-kali kalau mereka tak akan berpisah, kan? Kenapa Yasa masih mau?
"Ma.."
"Ya?"
Shaneen hendak bertanya tentang respon Nata. Apakah Mrs. Lan masih dekat dengan Nata atau tidak. Tapi akhirnya Shaneen mengurungkan niat itu. Ia menggeleng pelan. Shaneen kemudian mencoba lagi gaun yang akan ia kenakan. Tak ada masalah kecuali Mrs. Lan yang ingin ada sedikit perubahan. Sasilia pun setuju dengan perubahan yang Mrs. Lan inginkan karena dia memang ingin perubahan yang sama. Shaneen hanya menurut saja karena malas berdebat dengan dua ibu-ibu yang pasti akan berakhir dengan kekalahannya juga.
Shaneen memeriksa ponselnya yang berdering. Gadis itu kemudian tersenyum.
...
Shaneen melambaikan tangannya. Pria itu langsung bangkit kemudian memberikan hormat pada Shaneen.
"Santai aja.." gadis itu tersenyum lalu mempersilakan pria berpakaian rapi di depannya itu untuk duduk.
"Thanks.."
"Untuk?"
"Udah menerima penawaran aku. Aku pikir kamu nggak akan mau kerja sama aku."
Hiro menatap gadis di depannya itu. Calon bosnya--hm--atau sudah menjadi bosnya.
"Awalnya saya ingin menolak," sahut Hiro jujur. Ada banyak tawaran yang Hiro terima. Salah satunya dari Vernon Group. Algara langsung yang meminta Hiro untuk bergabung dengan Vernon Group. Tapi akhirnya pilihan Hiro jatuh pada Shaneen. Sejujurnya ia terkejut mendapat tawaran dari Shaneen secara pribadi. Dan Hiro lebih terkejut mendapati bagaimana sopannya sikap Shaneen padanya. Tidak seperti Shaneen yang ia kenal sama sekali. Tapi Hiro adalah asisten Cristal sebelumnya. Dua gadis itu sepertinya punya kesamaan. Punya dua sisi kepribadian yang berbeda.
"Tapi saya pikir ini pilihan terbaik."
"Kenapa?"
Hiro kendikan bahu. "Feeling?"
Shaneen tertawa pelan. "Oke oke. Aku nggak akan nanya lagi. But, sekali lagi aku mau ngucapin makasih. Sebelumnya aku mau ngasih tau kamu dulu biar nanti nggak ada salah paham. Aku malas kalau harus menjelaskan masalah ini suatu saat nanti.
"Aku nggak meminta kamu jadi PA aku karena Cristal atau karena rasa bersalah ataupun hutang budi. Aku menawarkan kamu pekerjaan ini atas keinginan aku sendiri dan bukan atas permintaan siapapun. Aku nggak mau nanti kamu berpikir kalau ini atas permintaan Jerva ataupun Cristal. Ini murni keinginan aku sendiri."
"Kenapa?" kini gantian Hiro bertanya.
"Karena aku nggak gampang percaya sama orang. Tapi aku tau aku bisa percaya sama kamu."
"Kenapa Nona bisa mikir gitu?"
"Feeling?" balas Shaneen. Hiro tersenyum meski samar. Shaneen mengulurkan tangannya. "Aku punya good feeling untuk ini. So, selamat bergabung."
Hiro menatap tangan yang terulur di depannya. Ia menjawab uluran tangan itu. "Terima kasih."
Hari ini secara resmi Hiro telah menjadi PA Shaneen. Dan hal pertama yang harus Hiro lakukan adalah memilih mobil. Shaneen membawa pria itu ke showroom untuk membelikan Hiro mobil pribadi yang akan Hiro gunakan untuk semua pekerjaannya. Shaneen punya mobilnya sendiri, tapi Shaneen tak mau Hiro menggunakan mobil itu ke manapun karena akan ada momen di mana Shaneen punya urusannya sendiri dan begitu sebaliknya. Jadi apa salahnya memberi Hiro mobil sendiri, kan?
Menunggu Hiro memilih mobilnya, ponsel Shaneen berdering menampilkan nama Azura.
"Gue lagi sama Hiro, di showroom."
"Hiro terima tawaran lo?"
"Iya.." suara Shaneen terdengar senang. Kebahagiaannya tak bisa ia sembunyikan. Shaneen memang selalu transparan kan?
"Bahagia banget lo kayaknya, Ca. Jangan jatuh cinta sama PA sendiri."
"Kalau iya emang kenapa? Ganteng kan dia?"
"Gila."
Shaneen terkekeh. "Nggak lah. Lagian Hiro punya pacar, kemarin gue lihat di rumah sakit dia ngobrol sama dokter sambil senyum lebar."
"Iya deh serah lo. Gue nelfon mau undang lo nih."
"Ngundang? Mau ngapain lo pake ngundang segala."
"Bukan gue."
"Terus?"
"Sepupu gue."
"Oh okay. Kapan?"
"Ntar malem."
"Nona.."
Shaneen menoleh. Ia selesai dengan telfonnya. "Udah?"
Hiro mengangguk.
"Yang mana?" Shaneen kemudian melakukan p********n. Tugas Hiro selanjutnya adalah mengantar Shaneen kembali ke kantor. Shaneen akan mengenalkan Hiro pada Maminya. Sasilia pernah mendengar tentang Hiro tapi tak pernah bertemu Hiro secara langsung. Dan ternyata di kantor Sasilia ada Noah yang sedang berkunjung.
"PA aku," ujar Shaneen to the point.
Noah dan Sasilia saling pandang.
"Bukannya kamu dapat tawaran dari Papi Al?"
Hiro mengangguk.
"Udah jangan ditanya, Hiro milih aku."
Noah mencibir pada adiknya itu. Ia acak puncak kepala Shaneen membuat gadis itu protes.
"Udah mau jadi istri orang ini, masih aja suka ngacak rambut aku," Shaneen protes. "Kok Kakak sendiri? Kak Xylo mana?"
"Kerja lah. Emangnya dia kayak kamu?"
Shaneen melotot. "Apa tuh maksudnya?"
"Aku tau ini Mi, kenapa dia selalu nolak buat naik jabatan. Karena dia masih pengen main-main."
"Ih apaan. Nggak ada ya. Enak aja main-main. Kakak nggak lihat gimana aku kerja, jadi diam aja. Aku tuh kerja keras tau nggak."
"Oh ya? Yaudah, buktiin. Biar Mami istirahat."
Shaneen menghela napasnya. "Ya nggak gitu juga. Nggak secepat itu. Aku masih muda, masih labil."
Noah menggeleng. "Kamu nggak labil. Kakak tau kemampuan kamu. Dan dulu juga Kakak mulai waktu seumuran kamu. Muda bukan alasan."
"Ntar aja deh, jangan sekarang.."
"Udah, malah pada berantem." Sasilia melerai. "Selamat bergabung ya Hiro. Tolong jagain anak saya."
Hiro mengangguk.
"Oh iya, Mi, ntar malem aku kayaknya balik telat. Ada acara di tempat Azura."
Sasilia mengangguk.
"Sama siapa? Yasa?"
Shaneen langsung menggeleng. "Nggak. Sendiri. Ntar aku dianter Hiro."
"Okay."
"Caden kapan pulang?"
"Dia belum ngasih tau. Katanya ntar dikabarin."
"Awas aja kalau dia nyari alasan lagi. Ntar tahan sebulanan ya, Mi. Waktu nikah Kak Noah dia cuma tiga hari di rumah."
"Enak banget kamu ngomong," celetuk Noah. "Kamu aja nggak mau diatur malah ngatur-ngatur dia."
"Ih udah diem. Jangan belain dia terus. Kakak berpihak ke aku apa ke Caden sih?"
Noah kendikan bahu. Melihat wajah cemberut di wajah Shaneen akhirnya membuat Noah merangkul adiknya itu.
"Iya.. iya kamu. Kakak berpihak sama kamu dong, our princess."
Shaneen mencibir. "Dasar modus."
...
Shaneen datang dengan gaun putih panjang warna putih. Sesuai dengan tema pesta. Kata Azura ini acara ulang tahun anak dari sepupunya. Jadi Shaneen datang membawa hadiah. Dia memang suka anak kecil. Azura menyambut kedatangan teman baiknya itu.
"Kok sendiri sih? Kenapa nggak ajak Yasa?"
"Belum sah, ngapain gue ajak-ajak dia?"
"Kan calon. Ca. Lagian teori dari mana nunggu sah baru boleh diajak?"
"Teori gue."
Shaneen menyerahkan kado yang dibawanya pada Azura.
"Pasti mahal banget kan ini?"
Shaneen tak menjawab. Ia mengucapkan selamat pada yang berulang tahun. Bocah berumur 4 tahun itu tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Shaneen jadi ingat pada Lila. Ia merindukan gadis kecil itu.
"Kakak namanya siapa?" tanya si gadis kecil.
"Kakak? Tante," ralat Azura.
Shaneen melotot. "Kakak namanya Shaneen."
"Kak Shaneen.."
"Iya.." Shaneen tersenyum manis. "Semoga kamu bahagia terus ya."
Azura kemudian menyeret Shaneen untuk makan. Shaneen sebenarnya tak lapar sama sekali. Hari ini perutnya tak terlalu menuntut minta diisi.
"Hai.. happy birthday.."
Sontak saja Shaneen mengedarkan pandangan ke arah sumber suara. Dan Shaneen tak salah. Suara itu adalah suara yang amat sangat dikenalnya. Harusnya saat menerima ajakan Azura tadi, Shaneen sudah tahu kalau Rifki akan ada di sini bersama Jeisya.
Seolah ada ikatan, Rifki langsung mengarahkan pandangannya dan maniknya bertubruk dengan manik milik Shaneen. Pria itu tampak agak terkejut.
"Kenapa lo?" tanya Azura.
Shaneen tak menjawab.
"Hai Shaneen.." Jeisya melihat keberadaan Shaneen. Ia langsung melambaikan tangan dengan semangat. Ditariknya Rifki menghampiri Shaneen.
Azura melotot. "Ca, lo kenal sepupu gue?"
Shaneen masih bertahan dalam kebungkaman.
"Nggak nyangka ketemu Shaneen di sini. Kalian kenal?" tanya Jeisya.
Azura yang bingung. "Aku malah mau nanyain Kakak. Kakak kenal sama Shaneen?"
"Kenal dong. Kenal banget," jawab Jeisya.
Azura memandangi tiga orang itu bergantian.
Shaneen menarik napas dalam. "Jei sepupu gue, Ra, nggak mungkin nggak kenal."
Kali ini Azura benar-benar sangat terkejut. Ia membeku selama beberapa detik. "Apa lo bilang? Se-sepupu?"
Jeisya tertawa. "Sepupu Noah sebenarnya," jelas wanita itu. "Papa aku sama Papanya Noah adek Kakak."
Azura memang tak hafal silsilah keluarga Shaneen apalagi dari pihak Noah. Ia hanya tahu Noah dan Shaneen punya ayah berbeda, makanya nama belakang mereka berbeda. Tapi Azura benar-benar tak menyangka kalau Jeisya dan Shaneen itu sepupu.
"Tapi sebenarnya dibandingkan aku, Shaneen lebih dulu kenal sama Kak Rifki, sih. Iya, kan Sayang?"
"Kok lo nggak bilang Ca kalau kenal sama abang sepupu gue?"
Shaneen menarik napas dalam. "Ra, toiletnya sebelah mana?"
"Hah? Oh di sana. Gue anter.."
"Nggak usah. Gue sendiri aja. Sebelah sana kan? Bentar ya.." Shaneen langsung melengos pergi mengabaikan tiga orang yang menatapnya penuh tanya.
***