"Angkat wajahmu wahai lelaki yang mengaku sebagai suami, jawab pertanyaan sederhana istrimu ini, jangan mendadak jadi ciut nyalimu setelah sebelumnya dengan bangga kau bermesum ria dan mengotori rumahku...!" Geramku.
Ya ini adalah rumahku, rumah yang tanpa serupiahpun ada uang mas raja di dalamnya.
Lama tak kudengar jawaban dari mas Raja, aku pun tersulut emosi.
"Apakah telingamu tuli Mas? apa kamu tak punya mulut untuk menjawab pertanyaanku? Sialaaann, b*****t kamu Mas...! " Makiku kepada mas raja sambil memukul-mukul lengannya dengan keras.
"b******k, jika mulutmu itu tak bisa menjawab pertanyaanku, berdiri kamu, mari kita selesaikan dengan adu fisik. Aku tak rela cuma aku sendiri yang hancur, biar ku babat habis otak mesummu itu, Ayo berdiri, atau ku hajar kamu dengan posisi duduk mu...!" saat aku hendak melayangkan tendanganku, dia pun berdiri dan menatapku.
"Dek, maafkan aku" kata Mas Raja hendak memelukku, segera ku tepis tangannya dengan kasar, reflek tanganku langsung menamparnya, aku yang sudah di kuasai emosi tingkat tinggi langsung menghajarnya tanpa ampun tak ku perdulikan ocehannya yang meminta ampun kepadaku.
Tiba-tiba Reva berdiri dan menghalangiku melindungi mas Raja yang sudah babak belur oleh ulahku.
"Dasar wanita Bar-bar, pantas mas Raja berpaling darimu yang nggak ada lembutnya ini...!" cicitnya memaki dan membenarkan perselingkuhan yang mereka jalani.
"Tutup mulut kotor mu...!," kataku sambil menunjuknya. kemudian dia pun berkata.
"Kalau kamu ingin mengetahui semuanya, duduklah akan aku ceritakan semuanya" kata Reva dengan tersenyum sinis dan mengejek kepadaku.
Aku pun mencoba meredam emosi yang telah dan masih menguasai ku, mencoba menerima kenyataan yang paling buruk sekalipun. pikiranku berkelana, "Apakah aku akhirnya harus menerima kalau diriku harus di madu? Biarlah aku dengar dulu apa pengakuan mereka, jika memang pada akhirnya aku harus mengalah dan berbagi suami maka akan ikhlas, demi Kayla putri semata wayangku..! psikisnya tak boleh terganggu hanya gara-gara keegoisanku yang tak mau di madu" Batinku.
"Kamu tahu mbak? Mas Raja adalah kekasihku yang telah kamu rebut jauh sebelum kalian menikah, mas raja lebih dulu mengenalku, ntah kenapa justru kamu malah menikahinya, jadi disini bukan aku posisinya yang salah mbak, tapi kamu, kamulah pelakor dalam hubungan kami, aku membencimu mbak, sangat benci...!" terang Reva berapi-api.
Sejenak aku berfikir, kalau benar mereka sudah berhubungan sejak selama itu berarti sejak Reva masih kecil dong, berbagai fikiran berkecamuk di hatiku, apa mungkin mas Raja adalah seorang p*****l? jika penuturan Reva benar adanya berarti saat itu Reva berusia masih 11 tahun dan baru kelas 6 SD. Atau mungkin hanya Reva yang mengagumi mas Raja, atau bagaimana?.
Aku sudah pusing dengan perselingkuhan mereka kini aku pun harus Pusying dengan kenyataan bahwa mereka sudah berhubungan selama itu.
Terus..? apakah selama pernikahan kami mas raja pun sudah mengkhianatiku? sejak kapan? Aku benar-benar pusing, hingga aku sama sekali tak mendengar kelanjutan dari kisah yang di ceritakan oleh adik tiriku itu.
Apakah adikku mengada-ada dengan pengakuannya? atau adikku benar adanya? pertanyaan-pertanyaan berputar di otakku hingga membuatku semakin sakit kepala.
Aku duduk terbengong melamun dengan pemikiran-pemikiranku, saat aku menyadari sesuatu adegan di depan mataku, luka-luka Mas Raja oleh ulahku sedang di bersihkan dan di kompres oleh Reva dengan sangat telaten.
"Sudah sih mas, wanita Bar-bar seperti mbak putri ini tinggalin saja, aku akan menggantikannya sebagai istrimu, untuk apa kamu pertahankan dia lagi, lagian aku sudah telat 2 Minggu, aku yakin aku sedang mengandung anakmu" perkataan Reva reflek membuatku dan Mas Raja menoleh kepadanya dan berkata.
"Appaaaa?" teriak kami bersamaan, Reva yang mendengar kami berkata bersamaan membuatnya mencebik tak suka.
"Apaan sih ih, wajarlah aku hamil, lawong kami sudah sering melakukannya dengan Mas Raja, sudah sejak 3 tahun ini kami terbiasa melakukannya saat mbak putri tidak ada di rumah, bahkan kami pun sering melakukannya di hotel, Mas Raja yang sangat perkasa di ranjang membuatku ketagihan melakukannya terus dan terus bersamanya." dengan entengnya Reva mengakui perbuatan mereka yang mengkhianatiku.
Mas Raja tak berniat untuk membantah perkataan Reva, yang itu berarti pengakuan Reva tidak mengada-ada.
"Sialaaann" saat aku hendak menghajar Mas Raja kembali, Reva memasang badannya dan berkata.
"Jangan coba-coba menyakiti mas Rajaku lagi, atau aku yang akan membalasnya."mendengar itu aku langsung bertepuk tangan menanggapinya, dengan tersenyum mengejek aku memindai wajah mereka berdua.
"Dua pasang m***m tak tak tahu diri, lantas jika kamu hamil, apa yang akan kamu lakukan ha? mau menikah dengannya?"kataku menunjuk muka Mas Raja.
"Ya pasti lah, ya nggak mungkin dong aku akan melahirkan anak ini sendirian, aku nggak mau lah, lawong jelas bapaknya masih sehat begini" jawab Reva nyolot dan tak merasa bersalah sama sekali.
"Benar begitu Mas?" tanyaku kepadanya yang masih menunduk tak berkata sepatah kata pun.
"Angkat wajahmu Mas, aku ingin mendengar langsung dari mulutmu," kataku sedikit melunak.
aku harus menerima kenyataan yang akan terjadi.
"Apa kamu mengizinkan aku untuk menikahi Reva dek? ada anak tak berdosa di rahimnya" sesaat Mas Raja berkata lalu kemudian menundukkan pandangannya kembali.
Reva yang mendengar itu langsung tersenyum mengejek ke arahku.
"Ya Mbak putri harus menerimanya lah, mbak putri nggak ada pilihan lain, masak aku harus hamil tanpa suami, ya nggak mau aku" kata Reva lebih nyolot dari tadi.
"Diam dulu kamu Reva, ini antara aku dan kakak mu, kamu jangan ikut campur" kata Mas Raja membentak Reva.
"Hei, kenapa aku di bentak? nggak salah kamu mas?" protes Reva yang langsung di tanggapi dengan pelototan Mas Raja.
Seketika Reva pun bungkam tak berani membantah, hanya bibirnya yang bergerak kekiri dan ke kanan tanda tak terima.
"Dek" ucap Mas Raja memelas. Kuhembuskan nafasku kasar lalu berkata kepada Mas Raja.
"Karena semua sudah terlanjur" aku menjeda kalimatku kemudian melanjutkan lagi.
"Akan aku izinkan kalian menikah, tapi dengan satu syarat, kamu tidak boleh menafkahi Reva dari hasil usahaku, ingat Mas, itu usahaku, bukan usahamu" aku terdiam sesaat kemudian berkata lagi.
"Dan setelah kalian menikah maka kalian tidak boleh tinggal di rumahku," saat aku belum selesai melanjutkan kata-kataku Ku dengar Reva protes dengan persyaratan yang ku ajukan.
"Enak saja, setelah kami menikah tentu aku juga berhak tinggal di sini, masak kamu mau menempatinya sendiri ya tidak bisa begitu dong" aku tak menggubris perkataan reva kemudian aku kembali berkata kepada Mas Raja.
"Tentu kamu belum terlalu tua untuk pikun, bahwa rumah ini ada jauh sebelum kita menikah, kamu tidak amnesia kan Mas? jelaskan lah kepada pelakor ini." kulihat Mas Raja yang gelagapan mendengar penuturanku.