Minta biaya pernikahan kepada orang tua

1038 Words
"Tentu kamu belum terlalu tua untuk pikun, bahwa rumah ini ada jauh sebelum kita menikah, kamu tidak amnesia kan Mas? jelaskan lah kepada pelakor ini" Kulihat Mas Raja yang gelagapan mendengar penuturanku. "Baiklah aku akan mengajak Reva untuk mengontrak rumah, tapi untuk nafkah? darimana aku bisa menafkahinya kalau tidak dari uang usaha kita dek?" jawab Mas Raja mencoba menego persyaratan yang aku ajukan. "Hei, itu usahaku, bukan usahamu..!" Aku menekankan kata Usahaku agar Mas Raja menyadari bahwa dia sedikitpun tak memiliki hak di dalamnya. Jika selama ini aku memberinya hasil bahkan untuk orang tuanya pun aku berikan jatah, itu hanya karena aku merasa berempati kepadanya yang tak memiliki penghasilan. Tapi jika sudah begini, maaf saja tidak ada jatah lagi untuknya ataupun untuk kedua orangtuanya. maaf aku tak sebodoh itu, silahkan kamu mencari sendiri bagaimana caramu menafkahi istrimu kelak. dan juga siap-siaplah kamu menghadapi rong-rongan orang tuamu yang tak ada habisnya" Batin putri dalam hati. Dalam hati putri ngedumel, bagaimana seorang pengangguran seperti Raja mampu menghianatinya, seorang istri yang notabene sudah ikhlas tak di beri nafkah bahkan rela memberi jatah kepada mertuanya, Kita lihat saja nanti. Saat putri sedang asyik dalam lamunannya sendiri, tiba-tiba Raja Mengatakan sesuatu yang berhasil menipiskan rasa sabarnya. "Tapi untuk biaya pernikahan bagaimana dek? kamu kasih kan?" Tanya Raja tak tahu malu. Secepat kilat tangan putri langsung menggampar pipi Raja yang sudah lebam oleh pukulannya tadi, seketika Raja memekik kesakitan. "Sakit Mas? itu tidak seberapa di banding dengan hatiku yang telah kamu lukai, oh ya untuk biaya pernikahan, aku tak bertanggung jawab untuk memberi biayanya kepadamu, bukannya kamu yang akan menikah? lalu kenapa pula harus aku yang biayai? cukup aku memberikan tanda tangan tanda persetujuanku saja, kurasa itu sudah cukup membantu." jawab putri seketika membuat raja meneguk salivanya susah payah. Tatapan tajam putri sangat mampu membuat Raja menciut nyalinya. dari dulu Raja sangat tahu jika Istrinya itu adalah jago beladiri, bahkan preman kampung yang berjumlah 10 orang dulu saja mampu di tumbangkannya dengan tangan kosong. "Lalu aku harus mencari kemana dek biayanya? aku tidak punya penghasilan lain selain dari usaha kita itu" kata Raja mencoba memberanikan diri. "Telingamu tuli? sudah kukatakan itu usahaku, aku memilikinya jauh sebelum aku menikah denganmu, jangan coba-coba kamu mengakuinya...!"Kata putri dengan tegasnya. "Kalau tentang biaya pernikahanmu, itu bukan urusanku, terserah kamu mau mendapatkannya dari mana, aku tak perduli, yang jelas bukan dari usahaku."Tegas putri kepada Raja yang masih saja tak memahami hati putri. "Dek, Reva adalah adikmu juga, tolong sedikit belas kasihmu dek, biayai pernikahan kami ya?" Kata Raja mencoba merayu putri. "Setan kamu mas, kamu memang menguji kesabaranmu, pergi dari rumahku, bawa serta gundikmu, aku tak Sudi rumahku kamu kotori dengan perbuatan b***t kalian," putri berkata penuh berapi-api, kemudian dia pun berkata kembali. "Kamu benar Reva adalah adikku, tapi Adik tiri, adik yang bahkan tak ada ikatan darah sedikitpun antara kami, mungkin memang dirinya terlahir sebagai pelakor, sehingga di usia mudanya dia sudah fasih menjadi pelakor bahkan di kehidupan rumah tangga kakak tirinya. silahkan kamu bawa pergi dia dari hadapanku, aku tak perduli kamu mau membawanya kemana aku tak perduli, ingat itu, aku tak peduli...!" masih dengan emosi yang memuncak putri mengusir 2 manusia m***m itu. *** Tak punya pilihan lain, Raja beserta Reva pun meninggalkan rumah Putri yang meskipun tak terlalu mewah, tapi cukup besar itu, rumah itu terdiri dari 1 kamar utama yang tentunya ukurannya lumayan besar di banding dengan 4 kamar lainnya yang merupakan kamar Kayla dan kamar tamu. Reva serasa berat meninggalkan rumah impiannya tersebut. ya, sejak dulu memang Reva sangat bermimpi memiliki rumah tersebut, tanpa Reva tahu bahwa rumah itu adalah murni rumah yang di beli oleh putri sendiri. Raja mengajak putri untuk pergi ke rumah orang tuanya yang tinggal tak jauh dari rumahnya yaitu hanya berada di 2 g**g setelah rumahnya. Sesampai di sana Raja langsung mengutarakan keinginannya untuk menikah lagi, sontak pak Iwan dan Mak Supiah yang mendengar keinginan anaknya menikah lagi langsung membelalak kaget, pasalnya mereka sangat tahu bahwa anaknya memang tak memiliki penghasilan apapun selain usaha istrinya sebagai penopang kehidupan rumah tangganya, dan uang jatah yang di berikan pada mereka juga berasal dari sang menantu. "Maksudmu kamu mau menikah itu sudah dapat izin dari istrimu putri Ra?" Tanya pak Iwan memastikan keinginan sang putra. Pasalnya Pak Iwan pun tak mau rugi jika seandainya raja menikah lagi nanti berimbas dengan uang jatah mereka, uang jatah yang di berikan oleh sang menantu bagi mereka itu cukup banyak. Yaitu sekitar 3 juta per bulannya, bahkan jika mereka meminta tambahan tak jarang Putri mau memberinya. bahkan uang itu murni untuk mereka, karena uang sekolah Winda adiknya raja itu pun di tanggung oleh putri. Pak Iwan takut aliran dana kepada mereka akan macet bahkan berhenti, lantas kemana mereka akan mencari uang sebanyak itu kemana nanti jika aliran dana itu benar-benar macet?. "Putri sudah memberi izin pak, tapi putri tidak mau membiayai pernikahan kami" jawab Raja enteng. "Lantas? kenapa kalian kemari? jangan katakan kalau kalian minta kami biayai pernikahan kalian, lagian kenapa sih kamu mau nikah lagi, dengan dia pula? dia kan adik tiri putri kan?" tanya Pak Iwan mencibir dengan nada merendahkan. "Sayangnya memang itu tujuan kami Pak, kami meminta Bapak dan Ibu untuk membiayai pernikahan kami, apalagi Reva meminta acara pernikahan yang mewah, kemana raja akan mencarinya kalau tidak meminta kepada kalian sebagai orang tua Raja...!" Kata Raja tanpa rasa bersalah. "Enak saja, kalau mau nikah ya nikah saja, jangan repotkan kami untuk membiayainya, lawong waktu kamu nikah sama putri saja kami tidak keluar uang sedikitpun, masak sekarang kami harus mengeluarkan uang? Tidak, faham kamu raja?" kali ini Emak Supiah lah menjawab karena tak mau mengeluarkan uang sedikitpun untuk biaya pernikahan kedua sang putra. "Lalu raja mesti bagaimana pak? Reva sudah hamil, mau tidak mau kami harus tetap menikah, kasihan janin di perut Reva, pasti sebentar lagi kelihatan membuncit." Cicit Raja meminta belas kasihan kepada orang tuanya. Sedari tadi Reva hanya diam menyimak pembicaraan perdebatan anak dan orang tua di hadapannya dengan acuh sambil memainkan ponsel. "Reva sudah hamil? ya sudah nikah di KUA saja, simpel kan? sudah nggak perlu banyak gaya, udah bunting juga, kalau Reva menolak menikah di KUA, nggak usah jadi menikah saja, toh yang Malu dia bukan kamu Ra," kata Mak Supiah semakin tak suka dengan calon mantu ke duanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD