“Jadi, Tuan putri sedang menyamar jadi upik abu ya? Bagaimana? Berhasil?” tanya Fero yang sedari memperhatikan penampilan temannya.
“Diam kau. Jangan membuatku bertambah kesal,” balas Sherly.
“I am so sorry,” jawab Fero dengan wajah memelas.
“Apa rencanamu selanjutnya, Sherly? Aku sangat terkejut saat kau memintaku untuk menjemputmu,” lanjutnya.
“Aku sengaja melakukannya untuk memanas-manasi suami-”
Wanita itu menjeda kalimatnya.
“Ralat, maksudku mantan suamiku. Agar dia tahu aku berkomplot dengan rivalnya. Aku yakin setelah ini dia akan mengemis padaku,” jawab Sherly tegas.
“Oh sekarang Mitha yang lembut dan pengertian sudah berubah 180 derajat rupanya,” cetus Fero seketika mendapat tatajam tajam.
“Tidak ada lagi yang namanya Mitha. Hanya ada Sherly. Wanita yang telah diselingkuhi dan ditipu habis-habisan oleh keluarga mantan suamiku,” selanya.
Sherly Callista Paramitha, itu adalah nama aslinya. Sherly adalah panggilan masa kecilnya. Ardi mengenalnya sebagai Mitha.
“Mas Ardi harus tahu, akibat dari mempermainkan seorang istri yang telah mengorbankan segalanya untuknya.”
Netra Sherly berapi-api. Dalam otaknya menyusun rencana licik untuk membalas penghinaan yang diterimanya.
Jika ada yang lebih menakutkan adalah dendamnya seorang wanita yang telah disakiti berkali-kali.
“Tapi ini pasti akan sulit buatmu, Sher. Kamu harus berhati-hati. Ardi itu licik,” balas Fero mengingatkan.
“Aku tahu, hidup dengannya selama tiga tahun membuatku sangat hafal wataknya, jadi kamu tidak perlu khawatir, aku pasti berhati-hati,” jawab Sherly yakin.
“Yasudah kalau begitu. Apa kau perlu bantuanku untuk mengurus perceraian mu?” tanya Fero lagi.
“Tidak, Fero. Aku sudah banyak merepotkanmu, aku berterima kasih untuk hari ini.” Sherly mengucapkannya dengan tulus.
Fero selalu ada di saat dia membutuhkan. Mereka memang bersahabat sejak kecil.
“No problem. Aku senang membantumu. Kau sudah seperti keluargaku sendiri,” sahutnya menatap Sherly lekat-lekat.
Wanita itu hanya mengangguk. Dia menyandarkan bahunya di jok mobil. Penat sekali hari ini. Mungkin dia perlu mampir ke salon sebentar sebelum pulang. Tidak mungkin dia kembali ke rumah dengan penampilan seperti ini.
“Bisa kau turunkan aku di salon kecantikan sana.” Sherly menunjuk salah satu pusat kecantikan yang biasa dikunjungi oleh Mamanya Fero.
“Wah, baru saja ditalak Ardi, kau sudah menunjukkan wajah aslimu, Sher. Niatmu balas dendam benar-benar sudah ada di kepala ya? Good job.” Fero memberi acungan jempol.
Wanita cantik dihadapannya ini hanya menggeleng malas. Dia ingin berpenampilan lebih segar karena kesal selalu dihina dekil oleh Ardi.
“Ck, jangan sebut dia lagi, aku muak mendengarnya,” jawab Sherly.
“It's oke.” Fero hanya menggendikkan bahu.
“Kau pulang saja lebih dulu, nanti aku naik taksi,” tambah Sherly.
Walaupun selama ini Ardi memberinya nafkah pas-pasan namun, Sherly memiliki simpanan dan kartu debit yang dia sembunyikan. Dia hanya ingin menghargai nafkah yang diberi oleh suaminya.
Kini statusnya sudah bebas. Dia tidak akan menahan uangnya lagi untuk menyenangkan diri sendiri.
“Tidak perlu, hubungi aku jika kau sudah selesai. Aku akan menjemputmu,” sanggah Fero dengan cepat.
“Tapi, Fer-”
“Eits, nggak ada tapi, pokonya nanti aku jemput. Titik.” Fero memberi penekanan pada nada bicaranya.
Sherly menghela napas panjang. “Ya sudah.”
Percuma saja berdebat dengan Fero. Temannya ini selalu punya cara untuk menyanggahnya.
Fero pun berlalu sambil mengedipkan matanya. Bisa dikatakan dia memang mata keranjang. Siapa pun akan digodanya asalkan cantik, tetapi hal itu tidak berlaku pada Sherly.
Sepeninggal Fero, wanita itu memesan paket perawatan lengkap. Mulai dari lulur, spa, dan pijat.
Rasanya nyaman sekali membuat Sherly semakin rileks. Selama tiga tahun tidak pernah dia sekalipun melangkahkan kakinya di klinik atau salon kecantikan. Ardi selalu melarangnya keluar atau sekedar bertemu teman. Karena menurutnya buang-buang waktu. Belum lagi hasutan ibu mertuanya yang mendoktrin fitrah istri harus berada di rumah.
Sekarang Sherly benar-benar merasakan kebebasan. “Aku benar-benar bodoh selama ini, mau saja diakali Ibu dan Mas Ardi,” gumamnya.
Setelah selesai dia segera menghubungi Fero. Kepalanya terasa ringan. Juga semerbak wangi lulur di tubuhnya semakin menenangkan.
Sherly segera ke meja kasir dan membayarnya. Tiba-tiba saja seseorang menepuk bahunya dari belakang. Wanita itu menoleh, dan terkejut mendapati pria yang berdiri tak lain adalah Bisma.
“Sedang apa kamu di sini?” tanya Bisma.
Sherly tersenyum simpul. Dia malas sekali bertemu dengan temannya Ardi. Pasti nanti dia akan melaporkannya.
“Sedang apa lagi kalau bukan untuk merawat diri.”
“Kamu benar Sherly, ‘kan?”
Bisma kembali bertanya. Dia yakin tempo hari bertemu wanita ini di rumahnya Ardi, adalah Sherly.
“Bukan. Anda salah orang,” jawab Sherly acuh.
Dia tidak ingin kedoknya terbongkar sebelum dendamnya pada Ardi terbalaskan.
Kening Bisma mengernyit. Tidak mungkin ingatannya salah. Apa jangan-jangan Sherly punya saudara kembar'? Tapi itu tidak mungkin, Bisma tahu segala hal tentang wanita ini.
“Jangan bohong,” sanggahnya. “Apa kamu benar-benar lupa denganku, Sherly?”
Pria itu masih saja tidak menyerah. Sherly tampak berbeda dari terakhir kali dia bertemu.
“Maaf, saya harus segera pergi. Saya tidak mengenal Anda, jadi tolong jangan memaksa,” ujar Sherly dengan santai.
Dia pun berjalan melewati Bisma sambil melempar senyum tipis. “Permisi.”
“Tunggu!”
Bisma lagi-lagi mengejarnya. Dia tidak puas sebelum tahu kejelasannya. Wanita ini selalu saja menghindar.
Bisma meraih pergelangan tangan Sherly dan menahannya. Memperhatikan struktur wajah Sherly yang dikenalnya.
“Yang sopan ya,” ketus Sherly berusaha melepas genggaman Bisma.
“Aku hanya bertanya, apa susahnya sih tinggal jawab aja. Kenapa Ardi memanggilmu Mitha jika namamu adalah Sherly?” tanya Bisma.
Mulai kesal dengan cara Bisma yang terkesan memaksa, Sherly pun berusaha untuk tenang. Tidak mungkin dia jujur siapa dia sebenarnya.
Kalau sampai bocor, bisa-bisa Ardi akan menolak menceraikannya. Sherly tahu betul tabiat buruk mantan suaminya. Selain mata duitan, dia juga suka tergoda wanita seksi. Dia akan menghalalkan segala cara untuk meraih keinginannya.
“Maaf tapi Anda salah orang, saya Mitha. Dan saya tidak kenal dengan nama yang Anda sebutkan. Mungkin kebetulan kami memang mirip,” jawab Sherly.
“Sekarang, tolong lepaskan tangan saya sebelum saya teriak.”
Bisma menggeleng. Dia yakin sekali wanita di depannya ini berbohong. Tapi apa tujuan dia melakukan semua ini?
“Lepaskan Mitha!”
Sontak Sherly dan Bisma menoleh. Rupanya Fero kembali tepat waktu. Sherly menghela napas lega.
Fero langsung meriah pergelangan tangan Sherly dan wanita itu segera bersembunyi dibalik tubuh temannya.
“Siapa kamu?” tanya Bisma.
Rencananya mendesak Sherly gagal karena kedatangan lelaki ini.
“Aku calon suaminya,” jawab Fero enteng.
Sherly seketika melotot tak percaya dengan jawaban Fero.
“Suaminya? Jangan bercanda!” tegur Bisma. Dia tahu betul Sherly adalah istri Ardi.
“Apa kau melihat aku bercanda? Dia sudah ditalak suaminya beberapa jam yang lalu. Jadi, tidak masalah ‘kan jika aku yang menjadi suaminya selanjutnya?”
Fero masih menatapnya dengan datar. “Ayo kita pergi, Mitha,” ajaknya.
Sedangkan Bisma hanya diam tak menanggapi ucapan Fero. Bisa jadi itu adalah taktik dia agar Sherly bisa pergi.
Sherly pun mengikuti langkah Fero dan segera masuk ke dalam mobilnya.
“Lain kali jangan dekat-dekat dengan Bisma,” ucap Fero saat mobil mulai melaju.
“Kamu juga kenal dia?” tanya Sherly penasaran.
“Tentu saja, siapa yang tidak kenal dia, pria licik dan manipulatif. Kamu jangan terpengaruh dengannya. Kalau bisa jauhi dia, bahaya!” seru Fero menegaskan.
Sherly bergidik ngeri mendengarnya. Untung saja Fero cepat datang. Jika tidak, pria itu pasti bisa menyakitinya.
“Em, baiklah-”
“Tapi kenapa kamu pakai bilang calon suamiku segala?” tanya Sherly tak terima.
Gadis itu memukul lengan Fero. Pria itu hanya terkekeh dan balik menatapnya.
“Maaf, aku tak punya pilihan lain. Identitasmu tidak boleh terbongkar, ‘kan?” tanya Fero lagi.
Sherly kembali menghela napas. “Ya sudahlah, lain kali jangan diulangi.”
“Beres, yang penting kamu jauhi lelaki itu. Dia bisa membawa masalah padamu, Sher.” Fero mengingatkan dengan penuh perhatian.
“Iya, iya, bawel,” sungut Sherly.
Sedangkan Fero kembali menatapnya sambil tersenyum miring.
Bersambung...
Kira-kira kenapa ya Fero melarang Sherly dekat dengan Bisma?