Bagian terbaik dari pesta itu adalah dia bertunangan dengan Bastian?
Tuan Fred melihat kebingungan dimatanya, ia segera tersenyum lalu menepuk puncak kepala Risya dengan lembut.
"Kamu akan mengerti suatu hari nanti." Ujarnya.
Risya memilih tidak lagi bertanya, para orang tua biasanya punya penilaian sendiri.
Malam itu ia tidak kembali ke Vila utara setelah makan malam. Setelah membayar argo untuk biaya taksi, Risya meminta nomor ponsel gadis itu.
Tuan Fred memintanya mencari supir pribadi karena kakinya masih butuh perawatan. Tuan Fred juga memintanya memakai mobil yang biasa dia gunakan di garasi.
Selama dua hari berikutnya Risya masih tinggal menemani kakek di rumah besar Steel di taman plum Cinamon Road.
Malam itu Tuan Fred menyodorkan sebuah amplop coklat ke hadapan Risya ketika ia sedang mengantar jus ke kamar kerja kakeknya.
Risya kebingungan.
"Kakek, apa ini?"
"Bukalah." Perintah Tuan Fred.
Amplop itu ternyata berisi sebundel sertifikat rumah.
"Ibumu meninggalkan sebuah rumah untukmu. Tapi itu masih butuh perbaikan. Sebulan lagi mungkin baru bisa di tempati." Ujar Tuan Fred sambil menyeruput jus.
Risya mengangguk dengan mata berair. Ternyata ibu tetap menyayanginya meski ia adalah anak angkat.
Melihat wajah berair gadis di depannya, Tuan Fred melanjutkan.
"Ku dengar Laura mengambil semua kartu kreditmu?" Risya lagi-lagi mengangguk.
"Bagaimana kakek bisa tau?"
"Semua gerak gerik anak cucu steel terpantau olehku." Jawabnya sederhana.
"Aku tidak berhak memiliki kartu kredit itu. Aku hanya anak angkat." Jawab Risya rendah hati. Mata Tuan Fred berkilat rumit lagi namun dia tidak merespon.
"Jika kamu butuh apapun. Katakan padaku." Ujarnya kemudian.
"Terima kasih banyak kakek." Risya cukup tau diri. Masih beruntung Tetua keluarga Steel ini dan sang ibu meninggalkan sebuah properti untuknya sehingga untuk ke depan dia tidak perlu khawatir terhadap Laura yang tiba-tiba berubah.
Malam itu setelah makan malam dia kembali ke villa. Ia memutuskan menerima Lila, sigadis sopir taksi sebagai sopir pribadinya atas perintah Tuan Fred. Lila segera mulai bekerja malam itu juga.
Karena Rumah pertanian sedang di renovasi, hingga sebulan kedepan Risya masih harus berbagi tempat tinggal dengan Laura.
Sialnya sejak bertunangan dengan oscar sikap Laura semakin tidak menyenangkan.
"Apa kamu sekarang berusaha merayu kakekku?" Laura muncul di pintu utama vila ketika Risya hendak masuk. Ia berkacak pinggang menghalangi jalan.
"Aku hanya rindu kakek. Apa ada masalah?" Jawab Risya pelan.
"Jangan munafik. Apa kamu fikir kakek benar-benar menyayangi cucu angkat sepertimu?"
"Aku tidak berharap..."
"Kamu tidak berharap, tapi kamu berharap kakek bermurah hati memberikan beberapa properti keluarga Steel untukmu. Sungguh trik murahan." Laura mencibir.
"Imajinasimu sangat tinggi." Risya tertawa mengejek.
"Kembalikan semua barang milik keluarga kami, kamu tidak berhak memakainya." Potong Laura dengan marah.
"Bukankah aku sudah mengembalikan semuanya?" Tanya Risya bingung.
"Mobil kakek! Kamu masih berani dan tidak tahu malu memakainya?" Bentak Laura tidak senang. Tampaknya ia tahu bahwa Risya pulang membawa mobil itu.
"Baiklah. Akan ku kembalikan pada kakek." Jawab Risya tenang.
Ia mendorong Laura agar bisa masuk hingga Laura terhuyung ke belakang. Karena itu pula kemarahan Laura meledak lagi.
"Apa kamu fikir bisa masuk ke rumah ini seenaknya? Aku ini putri kandung keluarga steel. Tanpa izinku kamu tidak boleh masuk." Ia dengan cepat berjalan kearah Risya dan mendorongnya keluar pintu utama.
Risya belum pulih. Kekuatan kakinya masih lemah, jadi ia segera terjatuh dari tangga depan berguling-guling hingga ke ubin halaman. Melihat itu, Lila secepat kilat berlari dari garasi dan menahan Risya agar tidak terbentur. Namun itu sedikit terlambat.
Risya berguling kebawah dan membentur tiang teras depan. Dahinya berdarah dan ia sedikit pusing. Lila membantunya duduk sementara Laura sudah memerintahkan beberapa pelayan melempar koper dan beberapa tas berisi pakaian serta perlengkapan Risya berserakan di halaman.
Tampaknya ia memang sudah merencanakan ini sejak awal.
"Pergilah, aku tidak sudi tinggal dengan gadis yang asal usulnya tidak jelas sepertimu."
Ia di usir dari vila utara.
“Apakah ini rencanamu sejak awal?” Tanya Risya sedikit kesal.
“Kamu seharusnya tau posisimu sendiri.” Cibirnya lagi.
“Bukankah kamu sudah mengambil semuanya termasuk Oscar? Laura, Aku hanya ingin hidup tenang dan mencari orang tua kandungku. Aku tidak ingin menyulitkanmu.”
Meski penjelasan itu mungkin tidak berguna bagi gadis keras kepala seperti Laura.
"Nona, kamu terluka." Lila melihat darah segar mengalir di kening Risya. Karena emosinya yang tersulut, dia bahkan lupa kalau keningnya berdarah.
"Laura, tidak bisakah aku menginap untuk satu malam saja? Ini sudah larut." Risya bertanya sambil memegang pergelangan tangannya yang sakit. Dia tau betul bahwa permintaan ini semakin membuat kesombongan Laura meningkat. Namun dia tidak punya pilihan. Ini sudah larut.
"Tahukah kamu sudah cukup lama aku menantikan hari ini?" Laura tertawa penuh kemenangan sambil perlahan turun mendekat.
Ia berjongkok di hadapan Risya yang masih duduk dilantai sambil menyapu debu di pakaian.
"Mengapa?" Tanya Risya penasaran.
"Apa salahku? Aku tidak pernah menindasmu selama ini."
Laura tertawa sinis.
"Karena aku sudah lama menyukai oscar tapi kamu mengincarnya." Jawab Laura pelan dengan nada puas.
Risya terkejut dengan alasan itu.
"Tapi oscar ternyata tidak bodoh. Ia benar-benar memiliki selera yang bagus." Lanjut Laura lagi.
"Bukankah kamu sudah menang? Apa lagi yang membuatmu tidak puas?" Tanya Risya bingung.
"Aku ingin kunci emas milik ibu, dimana kamu menyimpannya?" Bisiknya penuh ancaman.
"Apa yang kamu bicarakan? Kunci emas apa?" Risya bertanya dengan bingung.
"Jangan pura-pura bodoh. Aku tau ibu menyerahkan kunci itu padamu." Matanya menjadi liar.
Risya tidak mengerti,
"Mengapa ibu harus menyerahkan benda sepenting itu pada seorang putri angkat?"
Mendengar itu, Laura terdiam sejenak, ia tidak lagi berdebat. Laura bangkit dan berjalan masuk ke dalam rumah.
"Tinggalkan mobil kakek disini." Perintahnya.
"Kakek meminjamkannya padaku." Bantah Risya marah.
"Jangan memaksaku bertindak. Aku masih menyisakan sedikit rasa kemanusiaan untukmu." Jawabnya penuh penekanan.
Mendengar itu, Risya bangkit dengan kesal. Ia melihat Laura melambaikan tangan memanggil beberapa pengawal vila.
"Serahkan kuncinya atau aku tidak akan segan." Ancamnya dengan angkuh bertindak seperti nyonya rumah.
Risya tidak punya pilihan. Tidak mungkin mereka berdua bisa mengalahkan sekelompok pengawal ini.
"Serahkan padanya." Ujar Risya pada gadis di sebelahnya. Lila mengangguk dan menyerahkan kunci mobil.
Risya mengambil dua koper besar dan bersiap untuk pergi.
"Sisa barangmu akan aku kirim jika kamu sudah punya tempat tinggal." Ujar Laura dengan ekspresi penuh kemenangan. Itu sepenuhnya adalah ejekan.
Tak ada yang tau bahwa kakek telah memberinya sebuah rumah.
Risya memilih tidak berdebat. Ia tertatih-tatih menyeret koper bersama Lila ke pintu gerbang.